P Desember 2012 ~ Mas Yudi ..!!!
Assalamu'alaikum ..... Selamat Datang di Blog Anak Desa ...

Beranda

Sabtu, 29 Desember 2012

Pentingnya Pernikahan di dalam Islam

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Islam adalah agama fitrah yang sangat menganjurkan pernikahan. Islam menolak sistem kerahiban (kependetaan yang tidak menikah) karena sistem tersebut bertentangan dengan fitrah kemanusiaan. Menikah merupakan naluri kemanusiaan (Gharizah Insaniyah). Jika naluri ini tidak dipenuhi dengan jalan yang sah yaitu pernikahan, maka ia akan mencari jalan-jalan syaitan yang menjerumuskan ke dalam perzinahan.
Rasulullah Muhammad SAW memerintahkan untuk menikah dan melarang keras kepada orang yang tidak mau menikah
Rasulullah SAW bersabda :
Artinya:
“Menikah adalah sunnahku. Barangsiapa yang enggan melaksanakan sunnahku, maka ia bukan dari golonganku. Menikahlah kalian! Karena sesungguhnya aku berbangga dengan banyaknya jumlah kalian di hadapan seluruh ummat. Barang-siapa memiliki kemampuan (untuk menikah), maka menikahlah. Dan barangsiapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa karena puasa itu adalah perisai baginya (dari berbagai syahwat).” (HR. Ibnu Majah).

Orang yang membujang pada umumnya hidup hanya untuk dirinya sendiri. Mereka membujang bersama hawa nafsu yang selalu menggelora, Mereka selalu ada dalam pergolakan melawan fitrahnya, meskipun ketaqwaannya dapat diandalkan, tetapi pergolakan yang terus-menerus akan semakin melemahkan iman dan ketahanan jiwa serta mengganggu kesehatan dan bisa membawa ke lembah kenistaan (kemaksiatan). Jadi orang yang enggan menikah itu sebenarnya tergolong orang yang paling sengsara dalam hidupnya. Mereka tidak bisa menikmati kesenangan hidup, baik kesenangan bersifat sensual maupun spiritual. Meskipun mereka kaya raya dan punya jabatan tinggi, namun mereka miskin dari karunia Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
Yang artinya “Dan nikahkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
”. (QS. An Nuur:32)
Pernikahan adalah penjaga moral sekaligus pembentuk unsur masyarakat sosial. Melalui pernikahan, sebuah keluarga akan terbentuk dan menjadi bagian terpenting dalam masyarakat. Selain itu, pernikahan adalah satu-satunya cara yang halal terjadinya proses hubungan intim (suami istri) antara pria dan wanita. Rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadah dan amal-amal shalih yang lain. Sampai-sampai bersetubuh (berhubungan suami-isetri) pun termasuk ibadah (sedekah). Rasulullah SAW bersabda: “Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah”. Mendengar sabda Rasulullah itu para shahabat keheranan dan bertanya: “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi SAW menjawab: “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? “Jawab para shahabat : “Ya, benar”. Beliau bersabda lagi : “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala”. (Hadits Shahih Riwayat Muslim, Ahmad dan Nasa’i dengan sanad yang Shahih).
Dengan menikah, suami tidak hanya sekedar mendapatkan seorang isteri, tetapi seorang suami akan mendapatkan seluruh kehidupan dunia. Mulai saat menikah sampai akhir hidupnya, isteri akan menjadi pasangan, sahabat, dan teman terbaik untuk suami. Seorang isteri akan menemani suami baik keadaan gembira maupun susah, dalam kesuksesan maupun kegagalan. Ketika suami sakit, isteri akan memberikan perhatian dan perawatan terbaik. Ketika suami membutuhkan bantuan, isteri akan melakukan yang terbaik yang bisa dilakukan untuk membantu suami.
Saat suami mempunyai rahasia, isteri akan menjaganya. Saat suami memerlukan nasihat, isteri akan memberikan nasihat yang terbaik. Isteri akan akan senantiasa menemani suami. Ketika suami bangun di pagi hari, yang pertama dilihatnya adalah isterinya. Dalam sehari penuh, isteri akan menemani suami. Jika dalam suatu waktu isteri tidak bersama dengan suami, dia (isteri) akan memikirkan kamu (suami), berdoa untukmu dengan sepenuh hati, pikiran, dan jiwanya. Sebelum engkau pergi tidur, hal yang terakhir engkau lihat adalah dia, dalam tidurpun engkau melihat dia dalam mimpimu. Dengan istilah lain, isteri akan menjadi dunianya suami dan suami akan menjadi dunianya isteri.
Hal ini juga digambarkan sangat indah di dalam Al Quran, Allah SWT berfirman:
Artinya ” …,mereka (isteri-isteri kamu) adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka”. (QS. Al Baqoroh:187).
Dalam ayat tersebut Allah SWT menyebutkan bahwa suami adalah ’libas’ bagi isterinya dan isteri adalah ’libas’ bagi suaminya. Kata ’libas’ dapat diartikan sebagai penutup tubuh (pakaian), pergaulan, ketenangan, ketentraman, kesenangan, kegembiraan dan kenikmatan.
Suami akan menjadi sumber ketentraman dan kesenangan bagi isterinya. Begitu juga sebaliknya, isteri akan menjadi sumber ketentraman dan kesenangan bagi suaminya. Indah sekali ajaran Islam, masing-masing berusaha dan berlomba-lomba membuat senang dan tenteram pasangannya. Bagi suami, ingatlah selalu pesan Nabi SAW ” Berhati-hatilah kamu terhadap isterimu, karena sungguh kamu akan ditanya di hari akhir tentangnya”.
Kepada saudara-saudari kami yang saat ini berada di Taiwan, semoga Allah SWT memberikan kemudahan untuk menemukan pasangan yang sholih atau sholihah (jika belum menikah). Jika saat ini sedang terpisah jarak berjauhan dengan isteri atau suami yang berada di Indonesia, semoga Allah SWT memberikan kemudahan untuk segera berjumpa dan berkumpul kembali dengan isteri atau suami tercintanya.
Mari kita tutup dengan doa,
”Rabbana Hablana Minazwaajinaa Wadzurriyyatina Qurrota a’yun Waj’alnaa Lilmuttaqiina imaama”.
Artinya  “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”.(QS. Al Furqaan:74)
Amin Ya Robbal ’Alamiin.
Wassalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Jumat, 28 Desember 2012

Cara Mengubah Teks Hasil Scan Menjadi Teks yang Bisa di Edit

Yang lagi bikin skripsi atau tesis , saya harap artikel ini bisa membatu. oke langsung saja ke TKP, jika anda punya refrensi berupa buku atau eBook yang berupa file Image (JPEG, BMP, GIF, dll), sedangkan anda butuh mengambil refrensi itu menjadi karakter teks yang bisa di edit di Microsoft Word atawa Open Office, anda tidak perlu mengetiknya kembali sampai-sampai anda kehabisan waktu hanya untuk
menyalin, padahal deadline sudah menunggu. Misalnya kita dapat referensi sebuah buku, daripada kita harus ketik perhalaman dan mengetiknya kembali, mengapa kita tidak scan aja tulisan di buku tersebut menggunakan scanner kemudian kita ubah hasil scan-nan tersebut mejadi teks untuk kita edit di aplikasi Ms. Word, bukankah lebih praktis dan efisien! OK, biar yang kita gunakan gratis dan halal ^_^, kali ini kita akan gunakan yang freeOCR. Sayangnya kekurangan dari freeOCR ini yaitu hasil konversinya akan sedikit kacau jika image atau gambar Anda kurang jelas tulisannya, sehingga ketika proses konversi selesai Anda harus memeriksanya lagi untuk mengkoreksi bagian-bagian yang salah. Nah, agar hasil konversi maksimal sebaiknya resolusi image waktu sahabat SCAN bukunya set resolusinya pada 200 Dpi. Kelemahan lain dari aplikasi freeOCR adalah hasil konversi yang kacau ketika digunakan untuk meng-konvert image teks berformat kolom, sehingga aplikasi ini nggak cocok buat mengkonvert scan-nan koran. Cara menggunakan Aplikasi FreeOCR ini sangat mudah, klik File/Open kemudian cari file yang ingin kita ubah ( biasanya dalam bentuk JPG) dan edit menjadi teks, kemudian klik menu OCR/Start OCR Process maka proses konversi akan segera dilakukan. Setelah itu simpan atau copy-paste hasil konversi tersebut ke Ms.Word. Ingat, sebelum menjalankan/Meng-install free ORC, FreeOCR butuh .NET Framework versi 2.0 kalo blm punya silahkan download “DISINI” terlebih dahulu. Jika anda tertarik menggunakan Software OCR ini, silahkan download gratis “DISINI“. Terima Kasih, Semoga TA dan Thesis Sahabat sekalian lancar.. hehehe ^_^

TINGKATAN KEBENARAN

TINGKATAN KEBENARAN DALAM FILSAFAT 1. Pendapat (Pengetahuan diperoleh tanpa proses atau ilmiah) 2. Asumsi 3. Hipotesis 4. Teori ( pengetahuan suatu bidang yg disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yg dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu) 5. Postulat/aksioma (Postulat = asumsi yg menjadi pangkal dalil yg dianggap benar tanpa perlu membuktikannya; anggapan dasar; dalam ilmu sosial aksioma). (aksioma = pernyataan yg dapat diterima sbg kebenaran tanpa pembuktian dalam ilmu eksak). 6. dalil

Sabtu, 22 Desember 2012

teori perilaku sosial atau tindakan sosial Max Weber (teori sosiologi klasik)

Disini saya akan mencoba membahas tentang teori perilaku sosial atau sering disebut sebagai tindakan sosial menurut Max Weber yang saya kutip dari buku “Realitas Sosial” karangan K.J Veeger….. Max Weber (1864-1920) lahir di Erfurt di Thungiria, Jerman, telah dididik di bidang hukum dan ekonomi. Ia menjadi mahaguru di universitas-universitas di Berlin, Freiburg, dan Heidelberg. Sebagai akibat tekanan jiwa, ia terpaksa berhenti sebagai mahaguru pada tahun 1900. selama 18 tahun ia tidak mengajar, tetapi melakukan riset dan menerbitkan banyak buku dan esei. Mengenai teori perilaku sosial Max Weber atau sering kita dengar dengan Tindakan sosial, sebelumnya kita melihat apa yang disebut dengan sosiologi menurut Max Weber. Max Weber mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu tentang institusi-institusi sosial, sosiologi Weber adalah ilmu tentang perilaku sosial. Menurutnya terjadi suatu pergeseran tekanan ke arah keyakinan, motivasi, dan tujuan pada diri anggota masyarakat, yang semuanya memberi isi dan bentuk kepada kelakuannya. Kata perikelakuan dipakai oleh Weber untuk perbuatan-perbuatan yang bagi sipelaku mempunyai ARTI SUBYEKTIF. Mereka dimaksudkan! Pelaku hendak mencapai suatu TUJUAN, atau ia didorong oleh MOTIVASI. Perikelakuan menjadi SOSIAL menurut Weber terjadi hanya kalau dan sejauh mana arti maksud subyektif dari tingkahlaku membuat individu memikirkan dan menunjukan suatu keseragaman yang kurang lebih tetap. Pelaku individual mengarahkan kelakuannya kepada penetapan penetapan atau harapan harapan tertentu yang berupa kebiasaan umum atau dituntut dengan tegas atau bahkan dibekukan dengan undang undang. Orang yang dimotivir untuk membalas atas suatu penghinaan di masa lampau, mengorientasikan tindakannya kepada orang lain. Itu kelakuan sosial. Menurut Weber Kelakuan sosial juga berakar dalam kesadaran individual dan bertolak dari situ. Tingkah laku individu merupakan kesatuan analisis sosiologis. Bukan keluarga, negara, partai, dll. Weber berpendapat bahwa studi kehidupan sosial yang mempelajari pranata dan struktur sosial dari luar saja, seakan-akan tidak ada inside-story, dan karena itu mengesampingkan pengarahan diri oleh individu, tidak menjangkau unsur utama dan pokok dari kehidupan sosial itu. Sosiologi sendiri haruslah berusaha menjelaskan dan menerangkan kelakuan manusia dengan menyelami dan memahami seluruh arti sistem subyektif. Weber membuat klasifikasi mengenai perilaku sosial atau tindakan sosial menjadi 4 yaitu : Kelakuan yang diarahkan secara rasional kepada tercapainya suatu tujuan. Dengan kata lain dapat dikatakan sebagai kesesuaian antara cara dan tujuan. Contohnya Bekerja Keras untuk mendapatkan nafkah yang cukup. Kelakuan yang berorientasi kepada nilai. Berkaitan dengan nilai – nilai dasar dalam masyarakat, nilai disini seperti keindahan, kemerdekaan, persaudaraan, dll. misalnya ketika kita melihat warga suatu negara yang berasal dari berbagai kalangan berbaur bersama tanpa membeda-bedakan. Kelakuan yang menerima orientasi dari perasaan atau emosi atau Afektif . contohnya seperti orang yang melampiaskan nafsu mereka. Kelakuan Tradisional bisa dikatakan sebagai Tindakan yang tidak memperhitungkan pertimbangan Rasional. Contohnya Berbagai macam upacara \ tradisi yang dimaksudkan untuk melestarikan kebudayaan leluhur.

Aliran Psikologi

Psikologi sebagai sebuah ilmu akan selalu berkembang, seiring dengan berkembangnya mazhab-mashab dan teori-teori baru yang bermunculan. Teori-teori yang muncul biasanya merupakan kritik dari teori-teori sebelumnya. Memang, patut diakui bahwa titik pandang (teori) dalam psikologi tidak ada yang sempurna, sehingga terbuka kesempatan bagi ilmuwan untuk memberikan kritik dan masukan ataupun penyempurnaan dari teori yang sudah ada. Kali ini, kita akan membahas beberapa teori-teori psikologi. Psikoanalisa, Behaviorisme, Humanistik (Holistik), Psikologi Gestalt, Psikologi Positif, Psikologi Transpersonal dan Psikologi lintas Budaya (Cross Culture Psychology) 

  1. Psikoanalisis Salah satunya tokoh psikoanalisis adalah Sigmund Freud (1856 – 1939). 
Nama asli Freud adalah Sigismund Scholomo. Namun sejak menjadi mahasiswa Freud tidak mau menggunakan nama itu karena kata Sigismund adalah bentukan kata Sigmund. Freud lahir pada 6 Mei 1856 di Freiberg, Moravia. Saat itu Moravia merupakan bagian dari kekaisaran Austria-Hongaria (sekarang Cekoslowakia). Pada usia empat tahun Freud dibawa hijrah ke Wina, Austria (Berry, 2001:3). Kedatangan Freud berbarengan dengan ramainya teori The Origin of Species karya Charles Darwin (Hall, 2000:1). Psikoanalisis bermula dari keraguan Freud terhadap kedokteran. Pada saat itu kedokteran dipercaya bisa menyembuhkan semua penyakit, termasuk histeria yang sangat menggejala di Wina (Freud, terj.,1991:4). Pengaruh Jean-Martin Charcot, neurolog Prancis, yang menunjukkan adanya faktor psikis yang menyebabkan histeria mendukung pula keraguan Freud pada kedokteran (Berry, 2001:15). Sejak itu Freud dan doktor Josef Breuer menyelidiki penyebab histeria. Pasien yang menjadi subjek penyelidikannya adalah Anna O. Selama penyelidikan, Freud melihat ketidakruntutan keterangan yang disampaikan oleh Anna O. Seperti ada yang terbelah dari kepribadian Anna O. Penyelidikan-penyelidikan itu yang membawa Freud pada kesimpulan struktur psikis manusia: id, ego, superego dan ketidaksadaran, prasadar, dan kesadaran. Freud menjadikan prinsip ini untuk menjelaskan segala yang terjadi pada manusia, antara lain mimpi. Menurut Freud, mimpi adalah bentuk penyaluran dorongan yang tidak disadari. Dalam keadaan sadar orang sering merepresi keinginan-keinginannya. Karena tidak bisa tersalurkan pada keadaan sadar, maka keinginan itu mengaktualisasikan diri pada saat tidur, ketika kontrol ego lemah. Dalam pandangan Freud, semua perilaku manusia baik yang nampak (gerakan otot) maupun yang tersembunyi (pikiran) adalah disebabkan oleh peristiwa mental sebelumnya. Terdapat peristiwa mental yang kita sadari dan tidak kita sadari namun bisa kita akses (preconscious) dan ada yang sulit kita bawa ke alam tidak sadar (unconscious). Di alam tidak sadar inilah tinggal dua struktur mental yang ibarat gunung es dari kepribadian kita, yaitu: 
a. Id, adalah berisi energi psikis, yang hanya memikirkan kesenangan semata. 
b. Superego, adalah berisi kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap individu dari lingkungannya. 
c. Ego, adalah pengawas realitas. Sebagai contoh adalah berikut ini: Anda adalah seorang bendahara yang diserahi mengelola uang sebesar 1 miliar Rupiah tunai. Id mengatakan pada Anda: “Pakai saja uang itu sebagian, toh tak ada yang tahu!”. Sedangkan ego berkata:”Cek dulu, jangan-jangan nanti ada yang tahu!”. Sementara superego menegur:”Jangan lakukan!”. Pada masa kanak-kanak kira dikendalikan sepenuhnya oleh id, dan pada tahap ini oleh Freud disebut sebagai primary process thinking. Anak-anak akan mencari pengganti jika tidak menemukan yang dapat memuaskan kebutuhannya (bayi akan mengisap jempolnya jika tidak mendapat dot misalnya). Sedangkan ego akan lebih berkembang pada masa kanak-kanak yang lebih tua dan pada orang dewasa. Di sini disebut sebagai tahap secondary process thinking. Manusia sudah dapat menangguhkan pemuasan keinginannya (sikap untuk memilih tidak jajan demi ingin menabung misalnya). Walau begitu kadangkala pada orang dewasa muncul sikap seperti primary process thnking, yaitu mencari pengganti pemuas keinginan (menendang tong sampah karena merasa jengkel akibat dimarahi bos di kantor misalnya). Proses pertama adalah apa yang dinamakan EQ (emotional quotient), sedangkan proses kedua adalah IQ (intelligence quotient) dan proses ketiga adalah SQ (spiritual quotient). 

2. Behaviourisme 
Aliran ini sering dikatkan sebagai aliran ilmu jiwa namun tidak peduli pada jiwa. Pada akhir abad ke-19, Ivan Petrovic Pavlov memulai eksperimen psikologi yang mencapai puncaknya pada tahun 1940 – 1950-an. Di sini psikologi didefinisikan sebagai sains dan sementara sains hanya berhubungan dengan sesuatu yang dapat dilihat dan diamati saja. Sedangkan ‘jiwa’ tidak bisa diamati, maka tidak digolongkan ke dalam psikologi. Aliran ini memandang manusia sebagai mesin (homo mechanicus) yang dapat dikendalikan perilakunya melalui suatu pelaziman (conditioning). Sikap yang diinginkan dilatih terus-menerus sehingga menimbulkan maladaptive behaviour atau perilaku menyimpang. Salah satu contoh adalah ketika Pavlov melakukan eksperimen terhadap seekor anjing. Di depan anjing eksperimennya yang lapar, Pavlov menyalakan lampu. Anjing tersebut tidak mengeluarkan air liurnya. Kemudian sepotong daging ditaruh dihadapannya dan anjing tersebut terbit air liurnya. Selanjutnya begitu terus setiap kali lampu dinyalakan maka daging disajikan. Begitu hingga beberapa kali percobaan, sehingga setiap kali lampu dinyalakan maka anjing tersebut terbit air liurnya meski daging tidak disajikan. Dalam hal ini air liur anjing menjadi conditioned response dan cahaya lampu menjadi conditioned stimulus. Percobaan yang hampir sama dilakukan terhadap seorang anak berumur 11 bulan dengan seekor tikus putih. Setiap kali si anak akan memegang tikus putih maka dipukullah sebatang besi dengan sangat keras sehingga membuat si anak kaget. Begitu percobaan ini diulang terus menerus sehingga pada taraf tertentu maka si anak akan menangis begitu hanya melihat tikus putih tersebut. Bahkan setelah itu dia menjadi takut dengan segala sesuatu yang berbulu: kelinci, anjing, baju berbulu dan topeng Sinterklas. Ini yang dinamakan pelaziman dan untuk mengobatinya kita bisa melakukan apa yang disebut sebagai kontrapelaziman (counterconditioning). 

3. Psikologi Humanistis 
Aliran ini muncul akibat reaksi atas aliran behaviourisme dan psikoanalisis. Kedua aliran ini dianggap merendahkan manusia menjadi sekelas mesin atau makhluk yang rendah. Aliran ini biasa disebut mazhab ketiga setelah Psikoanalisa dan Behaviorisme. Salah satu tokoh dari aliran ini – Abraham Maslow – mengkritik Freud dengan mengatakan bahwa Freud hanya meneliti mengapa setengah jiwa itu sakit, bukannya meneliti mengapa setengah jiwa yang lainnya bisa tetap sehat. Salah satu bagian dari humanistic adalah logoterapi. Adalah Viktor Frankl yang mengembangkan teknik psikoterapi yang disebut sebagai logotherapy (logos = makna). Pandangan ini berprinsip: a. Hidup memiliki makna, bahkan dalam situasi yang paling menyedihkan sekalipun. b. Tujuan hidup kita yang utama adalah mencari makna dari kehidupan kita itu sendiri. c. Kita memiliki kebebasan untuk memaknai apa yang kita lakukan dan apa yang kita alami bahkan dalam menghadapi kesengsaraan sekalipun. Frankl mengembangkan teknik ini berdasarkan pengalamannya lolos dari kamp konsentrasi Nazi pada masa Perang Dunia II, di mana dia mengalami dan menyaksikan penyiksaan-penyiksaan di kamp tersebut. Dia menyaksikan dua hal yang berbeda, yaitu para tahanan yang putus asa dan para tahanan yang memiliki kesabaran luar biasa serta daya hidup yang perkasa. Frankl menyebut hal ini sebagai kebebasan seseorang memberi makna pada hidupnya. Logoterapi ini sangat erat kaitannya dengan SQ, yang bisa kita kelompokkan berdasarkan situasi-situasi berikut ini: 

a. Ketika seseorang menemukan dirinya (self-discovery). Sa’di (seorang penyair besar dari Iran) menggerutu karena kehilangan sepasang sepatunya di sebuah masjid di Damaskus. Namun di tengah kejengkelannya itu ia melihat bahwa ada seorang penceramah yang berbicara dengan senyum gembira. Kemudian tampaklah olehnya bahwa penceramah tersebut tidak memiliki sepasang kaki. Maka tiba-tiba ia disadarkan, bahwa mengapa ia sedih kehilangan sepatunya sementara ada orang yang masih bisa tersenyum walau kehilangan kedua kakinya. 

b. Makna muncul ketika seseorang menentukan pilihan. Hidup menjadi tanpa makna ketika seseorang tak dapat memilih. Sebagai contoh: seseorang yang mendapatkan tawaran kerja bagus, dengan gaji besar dan kedudukan tinggi, namun ia harus pindah dari Yogyakarta menuju Singapura. Di satu sisi ia mendapatkan kelimpahan materi namun di sisi lainnya ia kehilangan waktu untuk berkumpul dengan anak-anak dan istrinya. Dia menginginkan pekerjaan itu namun sekaligus punya waktu untuk keluarganya. Hingga akhirnya dia putuskan untuk mundur dari pekerjaan itu dan memilih memiliki waktu luang bersama keluarganya. Pada saat itulah ia merasakan kembali makna hidupnya. 

c. Ketika seseorang merasa istimewa, unik dan tak tergantikan. Misalnya: seorang rakyat jelata tiba-tiba dikunjungi oleh presiden langsung di rumahnya. Ia merasakan suatu makna yang luar biasa dalam kehidupannya dan tak akan tergantikan oleh apapun. Demikian juga ketika kita menemukan seseorang yang mampu mendengarkan kita dengan penuh perhatian, dengan begitu hidup kita menjadi bermakna. 

d. Ketika kita dihadapkan pada sikap bertanggung jawab. Seperti contoh di atas, seorang bendahara yang diserahi pengelolaan uang tunai dalam jumlah sangat besar dan berhasil menolak keinginannya sendiri untuk memakai sebagian uang itu untuk memuaskan keinginannya semata. Pada saat itu si bendahara mengalami makna yang luar biasa dalam hidupnya. 

e. Ketika kita mengalami situasi transendensi (pengalaman yang membawa kita ke luar dunia fisik, ke luar suka dan duka kita, ke luar dari diri kita sekarang). Transendensi adalah pengalaman spiritual yang memberi makna pada kehidupan kita. 

4. Psikologi Gestalt Psikologi Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang berarti menggambarkan konfigurasi atau bentuk yang utuh. Suatu gestalt dapat berupa objek yang berbeda dari jumlah bagian-bagiannya. Semua penjelasan tentang bagian-bagian objek akan mengakibatkan hilangnya gestalt itu sendiri. Sebagai contoh, ketika melihat sebuah persegi panjang maka hal ini dapat dipahami dan dijelaskan sebagai persegi panjang berdasarkan keutuhannya atau keseluruhannya dan identitas ini tidak bisa dijelaskan sebagai empat garis yang saling tegak lurus dan berhubungan. Sejalan dengan itu, gestalt menunjukkan premis dasar sistem psikologi yang mengonseptualisasi berbagai peristiwa psikologis sebagai fenomena yang terorganisasi, utuh dan logis. Pandangan ini menjelaskan integritas psikologis aktivitas manusia yang jelas. Menurut para gestaltis, pada waktu itu psikologi menjadi kehilangan identitas jika dianalisis menjadi komponen-komponen atau bagian-bagian yang telah ada sebelumnya. Psikologi gestalt adalah gerakan jerman yang secara langsung menantang psikologi strukturalisme Wundt. Para gestaltis mewarisi tradisi psikologi aksi dari Brentano, Stumpf dan akademi Wurzburg di jerman, yang berupaya mengembangkan alternatif bagi model psikologi yang diajukan oleh model ilmu pengetahuan alam reduksionistik dan analitik dari Wundt. Gerakan gestalt lebih konsisten dengan tema utama dalam filsafat jerman yakni aktivitas mental dari pada sistem Wundt. Psikologi gestalt didasari oleh pemikiran Kant tentang teori nativistik yang mengatakan bahwa organisasi aktivitas mental membuat individu berinteraksi dengan lingkungannya melalui cara-cara yang khas. Sehingga tujuan psikologi gestalt adalah menyelidiki organisasi aktivitas mental dan mengetahui secara tepat karakteristik interaksi manusia-lingkungan. Hingga pada tahun 1930, gerakan gestalt telah berhasil menggantikan model wunditian dalam psikologi Jerman. Namun, keberhasilan gerakan tersebut tidak berlangsung lama kerena munculnya hitlerisme. Sehingga para pemimpin gerakan tersebut hijrah ke Amerika. Psikologi gestalt diawali dan dikembangakan melalui tulisan-tulisan tiga tokoh penting, yaitu Max Wertheimer, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Ketiganya dididik dalam atmosfer intelektual yang menggairahkan pada awal abad 20 di Jerman, dan ketiganya melarikan diri dari kejaran nazi dan bermigrasi ke Amerika. Tetapi di Amerika psikologi gestalt tidak memperoleh dominasi seperti di Jerman. Hal ini dikarenakan psikologi Amerika telah berkembang melalui periode fungsionalisme dan pada tahun 1930-an didominasi oleh behaviorisme. Oleh karena itu, kerangka psikologi gestalt tidak sejalan dengan perkembangan-perkembangan di Amerika. 

5. Psikologi Transpersonal Kata transpersonal berasal dari kata trans yang berarti melampaui dan persona berarti topeng. Secara etimologis, transpersonal berarti melampaui gambaran manusia yang kelihatan. Dengan kata lain, transpersonal berarti melampaui macam-macam topeng yang digunakan manusia. Menurut John Davis, psikologi transpersonal bisa diartikan sebagai ilmu yang menghubungkan psikologi dengan spiritualitas. Psikologi transpersonal merupakan salah satu bidang psikologi yang mengintegrasikan konsep, teori dan metode psikologi dengan kekayaan-kekayaan spiritual dari bermacam-macam budaya dan agama. Konsep inti dari psikologi transpersonal adalah nondualitas (nonduality), suatu pengetahuan bahwa tiap-tiap bagian (misal: tiap-tiap manusia) adalah bagian dari keseluruhan alam semesta. Penyatuan kosmis dimana segala-galanya dipandang sebagai satu kesatuan. Perintisan psikologi transpersonal diawali dengan penelitian-penelitian tentang psikologi kesehatan pada tahun 1960-an yang dilakukan oleh Abraham Maslow (Kaszaniak,2002). Perkembangan psikologi transpersonal lebih pesat lagi setelah terbitnya Journal of Transpersonal Psychology pada tahun 1969 dimasa disiplin ilmu psikologi mulai mengarahkan perhatian pada dimensi spiritual manusia. Penelitian mengenai gejala-gejala ruhaniah seperti peak experience, pengalaman mistis, exctasy, keadaran ruhaniah, pengalaman transpersonal, aktualisasi dan pengalaman transpersonal mulai dikembangkan. Aliran psikologi yang memfokuskan diri pada kajian-kajian transpersonal menamakan dirinya aliran psikologi transpersonal dan memproklamirkan diri sebagai aliran ke empat setelah psikoanalisis, behaviourisme dan humanistic. Psikologi transpersonal memfokuskan diri pada bentuk-bentuk kesadaran manusia, khususnya taraf kesadaran ASCs (Altered States of Consciosness). Sejak 1969, ketika Journal of Transpersonal Psychology terbit untuk pertamakalinya, psikology mulai mengarahkan perhatiannya pada dimensi spiritual manusia. Penelitian yang dilakukan untuk memahami gejala-gejala ruhaniah seperti peak experience, pengalaman mistis, ekstasi, kesadaran kosmis, aktualisasi transpersonal pengalaman spiritual dan kecerdasan spiritual (Zohar,2000). Aliran psikologi Transpersonal ini dikembangkan oleh tokoh psikologi humanistic antara lain : Abraham Maslow, Antony Sutich, dan Charles Tart. Sehingga boleh dikatakan bahwa aliran ini merupakan perkembangan dari aliran humanistic. Sebuah definisi kekemukakan oleh Shapiro yang merupakan gabungan dari pendapat tentang psikologi transpersonal : psikologi transpersonal mengkaji tentang poitensi tertinggi yang dimiliki manusia, dan melakukan penggalian, pemahaman, perwujudan dari kesatuan, spiritualitas, serta kesadaran transendensi. Menurut Maslow pengalaman keagamaan meliputi peak experience, plateu, dan farthes reaches of human nature. Oleh karena itu psikologi belum sempurna sebelum memfokuskan kembali dalam pandangan spiritual dan transpersonal. Maslow menulis (dalam Zohar, 2000). "I should say also that I consider Humanistic, Third Force psychology, to be trantitional, a preparation for still higher Fourth Psychology, a transpersonal, transhuman centered in the cosmos rather than in human needs and interest, going beyond humanness, identity, self actualization, and the like". Psikologi transpersonal lebih menitikberatkan pada aspek-aspek spiritual atau transcendental diri manusia. Hal inilah yang membedakan konsep manusia antara psikologi humanistic dengan psikologi transpersonal. McWaters (dalam Nusjirwan, 2001) membuat sebuah diagram yang berbentuk lingkaran dimana setiap lingkaran mewakili satu tingkat berfungsinya menusia dan tingkat kesadaran diri manusia. Tiap tingkat dari bagian diatas menunjukan tingkat fungsi dan tingkat kesadaran manusia. Lingkaran 1,2 dan 3 yang berturut-turut mewakili aspek fisikal, aspek emosional dan aspek intelektual dari kekuatan batin individu. Lingkaran 4 menggambarkan pengintegrasian dari lingkaran 1, 2 dan 3 yang memungkinkan individu berfungsi secara harminis pada tingkat pribadi. Keempat lingkaran ini termasuk dalam kawasan personal manusia. Tingkatan berikutnya termasuk dalam kategori wilayah transpersonal manusia. Lingkaran 5 mewakili aspek intuisi. Pada aspek ini mulai samara-samar menyadari bahwa ia bisa mempersepsi tanpa perantara panca indra (extra sensory perception). Lingkaran 6 mewakili aspek energi psikis (kekuatan bathiniah) di mana individu secara jelas menghayati dirinya sebagai telah mentransedir/melewati kesadaran sensoris dan pada saat yang sama menyadari pengintegrasian dirinya dengan medan-medan energi yang lebih besar. Fenomena-fenomena para psikologi dapat dialami pada tingkat kesadaran ini. Lingkaran 7 mewakili bentuk penghayatan paling tinggi-penyatuan mistis atau pencerahan, dimana diri seseorang mentransendir dualintas dan menyatu dengan segala yang ada. Melewati ke tujuh tingkat yang disebutkan itu, dikatakan lagi tingkat pengembangan potensial dimana semua tingkat dihayati secara simultan. Konsep dari McWater ini dapat menjelaskan bagaimana seseorang mencapai kualitas diri melalui metode tafakur. Ketika seseorang berada pada fase pertama dalam bertafakur berarti dia berada pada dunia fisik yaitu pengetahuan yang didapat dari fungsi indera. Sebuah kejadian akan dipresepsi secara empiris yang langsung melalui pendengaran, penglihatan atau alat indera lainnya, atau secara tidak langsung seperti pada fenomena imajinasi, pengetahuan rasional yang abstrak, yang sebagaian pengetahuan ini tidak ada hubungannya dengan emosi. Jika seseorang memperdalam cara melihat dan mengamati sisi-sisi keindahan, kekuatan, dan keistimewaan lainnya yang dimiliki sesuatu, berarti ia telah berpindah dari pengetahuan yang indrawi menuju rasa kekaguman ( tadlawuk) dimana pada tahap ini adalah tahap bergejolaknya perasaan, disini kita melihat bahwa tahap ini sesuai dengan tahap kedua dari McWater yaitu emosional. Pada tahap selanjutnya, dengan bertafakur aktiitas kognitif seseorang muali delibtkan, disinilah tafakur sangat berperan dalam proses pengintegrasian ketiga komponen tadi yaitu fisik, dmosi dan intelektual. Kemudian jika hasil pengintegrasian seseorang ini ditransendensikan kepada Allah maka kualitas seseorang tadi akan meningkat dari personal menuju transpersonal. Badri (1989) mencontohkan seseorang yang sudah pada tahap transpersonal ini "perasaan kagum manusia terhadap keindahan dan keagungan penciptaan serta perasaan kecil dan hina di tengah malam, yang ia saksikan merupakan fitrah yang sudah diberikan Allah kepada manusia untuk dapat melihat semua yang ada di langit dan di bumi sehingga ia dapat menemukan sang pencipta, merasakan khusuk terhada-Nya, dan dapat menyembah-Nya. Baik karena takut atau karena cinta". Dari ungkapan tersebut dapat dita lihat bahwa seseorang yang mengakui bahwa keindahan itu adalah ciptaan Allah maka berarti dia sudah memasuki dunia transpersonal. 6. Psikologi Positif Psikologi yang berkembang dewasa ini dapat disebut sebagai psikologi negatif, karena berkutat pada sisi-negatif manusia. Psikologi, karena itu, paling banter hanya menawarkan terapi atas masalah-masalah kejiwaan. Padahal, manusia tidak hanya ingin terbebas dari problem, tetapi juga mendambakan kebahagiaan. Adakah psikologi jenis lain yang menjawab harapan ini? Martin Seligman, seorang psikolog pakar studi optimisme, memelopori revolusi dalam bidang psikologi melalui gerakan Psikologi Positif. Berlawanan dengan psikologi negatif, sains baru ini mengarahkan perhatiannya pada sisi-positif manusia, mengembangkan potensi-potensi kekuatan dan kebajikan sehingga membuahkan kebahagiaan yang autentik dan berkelanjutan. Dalam buku revolusioner yang ditulis dengan gaya populer ini, Seligman memperkenalkan prinsip-prinsip dasar Psikologi Positif, ciri-ciri kebahagiaan yang autentik, dan faktor-faktor pendukungnya. Dengan metode-metode praktis yang dirumuskannya, Anda dapat memanfatkan temuan-temuan terbaru dari sains kebahagiaan untuk mengukur dan mengembangkan kebahagiaan dalam hidup Anda. Psikologi positif adalah cabang baru psikologi yang bertujuan diringkas pada tahun 2000 oleh Martin Seligman dan Mihaly Csikszentmihalyi "Kami percaya bahwa psikologi positif akan muncul fungsi manusia yang mencapai pemahaman ilmiah dan efektif untuk membangun berkembang dalam individu, keluarga, dan masyarakat. Psikologi positif mencari" untuk mencari dan membina jenius dan bakat ", dan" untuk membuat kehidupan normal lebih memuaskan ", tidak hanya untuk mengobati penyakit mental. Pendekatan ini telah menciptakan banyak menarik di sekitar subjek, dan pada tahun 2006 studi di Universitas Harvard yang berjudul "Psikologi Positif" menjadi kursus semester yang paling populer semester. Beberapa Psikolog Humanistik, seperti Abraham Maslow, Carl Rogers, dan Erick Fromm mengembangnak teori dan praktek yang melibatkan kebahagiaan manusia. Baru-baru ini teori yang dikembangkan oleh para psikolog humanistik ini telah menemukan dukungan empiris dari studi oleh para psikolog positif, meskipun penelitian ini telah banyak dikritik. Teori ini lebih berfokus pada kepuasan dengan sumber filosofismenya keagamaan dan psikologi humanistic. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa dan perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dan selama ini yang kita ketahui, bidang psikologi selalu menghadapi hal-hal yang berhubungan dengan jiwa seseorang, misalnya penyebab orang mengalami gangguan jiwa, mengapa orang bisa mengalami stress, dan lain-lain. Yang selalu berhubungan dengan sisi negatif seseorang. Tetapi selami ini kita mengenal yang nama nya psikologi positif, yaitu lebih menekankan apa yang benar/baik pada seseorang, dibandingkan apa yang salah/buruk. Sebelumnya, psikologi biasanya selalu menekankan apa yang salah pada manusia, seperti soalan stress, depresi, kegelisahan dan lain lain. Itulah sebabnya, ada aliran baru dalam dunia psikologi, dan menyebutnya sebagai psikologi positif. Menurut Seligman, “Psikologi bukan hanya studi tentang kelemahan dan kerusakan; psikologi juga adalah studi tentang kekuatan dan kebajikan. Pengobatan bukan hanya memperbaiki yang rusak; pengobatan juga berarti mengembangkan apa yang terbaik yang ada dalam diri kita.” Misi Seligman ialah mengubah paradigma psikologi, dari psikologi patogenis yang hanya berkutat pada kekurangan manusia ke psikologi positif, yang berfokus pada kelebihan manusia. Berfokus terhadap penanganan berbagai masalah bukanlah hal baru dalam dunia psikologi. Sejak dulu, manusia selalu dipandang sebagai makhluk yang bermasalah. Sejak awal mula munculnya aliran psikologi (mashab behaviorisme), manusia dipandang sebagai suatu mekanik yang penuh dengan banyak masalah. Mashab ini kemudian melihat masalah yang ada pada manusia, belum lagi dengan mashab psikoanalisis yang melihat kenangan masa lalu sebagai penyebab penderitaan yang ada saat ini. Apapun itu, psikologi yang berkembang selama bertahun-tahun lamanya lebih memedulikan kekurangan ketimbang kelebihan yang ada pada manusia. Itulah sebabnya psikologi yang berkutat pada masalah sering disebut sebagai psikologi negatif. Psikologi positif berhubungan dengan penggalian emosi positif, seperti bahagia, kebaikan, humor, cinta, optimis, baik hati, dan sebagainya. Sebelumnya, psikologi lebih banyak membahas hal-hal patologis dan gangguan-gangguan jiwa juga emosi negatif, seperti marah, benci, jijik, cemburu dan sebagainya. Dalam Richard S. Lazarus, disebutkan bahwa emosi positif biasanya diabaikan atau tidak ditekankan, hal ini tidak jelas kenapa demikian. Kemungkinan besar hal ini karena emosi negatif jauh lebih tampak dan memiliki pengaruh yang kuat pada adaptasi dan rasa nyaman yang subyektif dibanding melakukan emosi positif. Contohnya, pada saat kita marah, maka ada rasa nyaman yang terlampiaskan, rasa superior, dan sebagainya. Ada suatu penelitian mengatakan bahwa marah adalah emosi yang dipelajari, sehingga dia akan cenderung untuk mengulangi hal yang dirasa nyaman. Psikologi positif tidak bermaksud mengganti atau menghilangkan penderitaan, kelemahan atau gangguan (jiwa), tapi lebih kepada menambah khasanah atau memperkaya, serta untuk memahami secara ilmiah tentang pengalaman manusia. Jadi intinya saat ini kita sudah mengenal yang nama nya psikologi positif, ada baiknya kita merubah diri kita sedikit demi sedikit. Sebisa mungkin kita lebih mengeluarkan emosi positif kita dibandingkan emosi negatif kita. Maka hasilnya pun akan positif. 7. Psikologi Lintas Budaya (Cross Culture Psychology) Kata budaya sangat umum dipergunakan dalam bahasa sehari-hari. Paling sering budaya dikaitkan dengan pengertian ras, bangsa atau etnis. Kata budaya juga kadang dikaitkan dengan seni, musik, tradisi-ritual, atau peninggalan-peninggalan masa lalu. Sebagai sebuah entitas teoritis dan konseptual, budaya membantu memahami bagaimana kita berperilaku tertentu dan menjelaskan perbedaan sekelompok orang. Sebagai sebuah konsep abstrak, lebih dari sekedar label, budaya memiliki kehidupan sendiri, ia terus berubah dan tumbuh, akibat dari pertemuan-pertemuan dengan budaya lain, perubahan kondisi lingkungan, dan sosiodemografis. Budaya adalah produk yang dipedomani oleh individu-individu yang tersatukan dalam sebuah kelompok. Budaya menjadi pengikat dan diinternalisasi individu-individu yang menjadi anggota suatu kelompok, baik disadari maupun tidak disadari. Pada awal perkembangannya, ilmu psikologi tidak menaruh perhatian terhadap budaya. Baru sesudah tahun 50-an budaya memperoleh perhatian. Namun baru pada tahun 70-an ke atas budaya benar-benar memperoleh perhatian. Pada saat ini diyakini bahwa budaya memainkan peranan penting dalam aspek psikologis manusia. Oleh karena itu pengembangan ilmu psikologi yang mengabaikan faktor budaya dipertanyakan kebermaknaannya. Triandis (2002) misalnya, menegaskan bahwa psikologi sosial hanya dapat bermakna apabila dilakukan lintas budaya. Hal tersebut juga berlaku bagi cabang-cabang ilmu psikologi lainnya. Sebenarnya bagaimana hubungan antara psikologi dan budaya? Secara sederhana Triandis (1994) membuat kerangka sederhana bagaimana hubungan antara budaya dan perilaku sosial, Ekologi - budaya - sosialisasi - kepribadian – perilaku. Sementara itu Berry, Segall, Dasen, & Poortinga (1999) mengembangkan sebuah kerangka untuk memahami bagaimana sebuah perilaku dan keadaan psikologis terbentuk dalam keadaan yang berbeda-beda antar budaya. Kondisi ekologi yang terdiri dari lingkungan fisik, kondisi geografis, iklim, serta flora dan fauna, bersama-sama dengan kondisi lingkungan sosial-politik dan adaptasi biologis dan adaptasi kultural merupakan dasar bagi terbentuknya perilaku dan karakter psikologis. Ketiga hal tersebut kemudian akan melahirkan pengaruh ekologi, genetika, transmisi budaya dan pembelajaran budaya, yang bersama-sama akan melahirkan suatu perilaku dan karakter psikologis tertentu. Pada umumnya penelitian psikologi lintas budaya dilakukan lintas negara atau lintas etnis. Artinya sebuah negara atau sebuah etnis diperlakukan sebagai satu kelompok budaya. Dari sisi praktis, hal itu sangat berguna. Meskipun hal tersebut juga menimbulkan persoalan, apakah sebuah negara bisa diperlakukan sebagai satu kelompok budaya bila didalamnya ada ratusan etnik seperti halnya indonesia? Dalam posisi seperti itu, penggunaan bahasa nasional yakni bahasa indonesia menjadi dasar untuk menggolongkan seluruh orang indonesia ke dalam satu kelompok budaya. Pada akhirnya tidak ada kategori kaku yang bisa digunakan untuk melakukan pengelompokan budaya. Apakah batas-batas budaya itu ditandai dengan ras, etnis, bahasa, atau wilayah geografis, semuanya bisa tumpang tindih satu sama lain atau malah kurang relevan. Sebuah definisi mengenai budaya dalam konteks psikologi lintas budaya diperlukan guna pemahaman yang sama mengenai apa yang dimaksud budaya dalam psikologi lintas budaya. Culture as the set of attitudes, values, belifs, and behaviors shared by a group of people, but different for each individual, communicated from one generation to the next (Matsumoto, 1996). Definisi Matsumoto dapat diterima karena definisi ini memenuhi semua perdebatan sebelumnya; budaya sebagai gagasan, baik yang muncul sebagai perilaku maupun ide seperti nilai dan keyakinan, sekaligus sebagai material, budaya sebagai produk (masif) maupun sesuatu (things) yang hidup (aktif dan menjadi panduan bagi individu anggota kelompok. Selain itu, definisi tersebut menggambarkan bahwa budaya adalah suatu konstruk sosial sekaligus konstruk individu. Psikologi lintas budaya adalah cabang psikologi yang (terutama) menaruh perhatian pada pengujian berbagai kemungkinan batas-batas pengetahuan dengan mempelajari orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda. Dalam arti sempit, penelitian lintas budaya secara sederhana hanya berarti dilibatkannya partisipasian dari latar belakang kultural yang berbeda dan pengujian terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya perbedaan antara para partisipan tersebut. Dalam arti luas, psikologi lintas budaya terkait dengan pemahaman atas apakah kebenaran dan prinsip-prinsip psikologis bersifat universal (berlaku bagi semua orang di semua budaya) ataukah khas budaya (culture spscific, berlaku bagi orang-orang tertentu di budaya-budaya tertentu) (Matsumoto, 2004). Menurut Seggal, Dasen, dan Poortinga (1990) psikologi lintas budaya adalah kajian ilmiah mengenai perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk, dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Pengertian ini mengarahkan perhatian pada dua hal pokok, yaitu keragaman perilaku manusia di dunia, dan kaitan antara perilaku individu dengan konteks budaya, tempat perilaku terjadi. Terdapat beberapa definisi lain (menekankan beberapa kompleksitas), antara lain: a. Menurut Triandis, Malpass, dan Davidson (1972) psikologi lintas budaya mencakup kajian suatu pokok persoalan yang bersumber dari dua budaya atau lebih, dengan menggunakan metode pengukuran yang ekuivalen, untuk menentukan batas-batas yang dapat menjadi pijakan teori psikologi umum dan jenis modifikasi teori yang diperlukan agar menjadi universal. b. Menurut Brislin, Lonner, dan Thorndike, 1973) menyatakan bahwa psikologi lintas budaya ialah kajian empirik mengenai anggota berbagai kelompok budaya yang telah memiliki perbedaan pengalaman, yang dapat membawa ke arah perbedaan perilaku yang dapat diramalkan dan signifikan. c. Triandis (1980) mengungkapkan bahwa psikologi lintas budaya berkutat dengan kajian sistematik mengenai perilaku dan pengalaman sebagaimana pengalaman itu terjadi dalam budaya yang berbeda, yang dipengaruhi budaya atau mengakibatkan perubahan-perubahan dalam budaya yang bersangkutan. Setiap definisi dari masing-masing ahli di atas, menitikberatkan ciri tertentu, seperti misalnya pertama, gagasan kunci yang ditonjolkan ialah cara mengenali hubungan sebab-akibat antara budaya dan perilaku. Kedua, berpusat pada peluang rampat (generalizabiliti) dari pengetahuan psikologi yang dianut. Ketiga lebih menitikberatkan pengenalan berbagai jenis pengalaman budaya. Kempat, mengedepankan persoalan perubahan budaya dan hubungannya dengan perilaku individual. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa psikologi lintas budaya adalah psikologi yang memperhatikan faktor-faktor budaya, dalam teori, metode dan aplikasinya. Sumber: Jalaluddin Rakhmat dalam Danah Zohar, SQ – Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Hidup, Mizan, Jakarta, 2000. Noesjirwan, joesoef. 2000. Konsep Manusia Menurut Psikologi Transpersonal (dalam Metodologi Psikologi Islami). Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Purwanto, Setyo. 2004. Tafakur Sebagai Sarana Transendensi. (materi kuliah PI) tidak diterbitkan Misiak, Henryk and Virginia Staudt Sexton, Ph.D. 1988 .Psikologi Fenomenologi Eksistensial dan Humanistik : Suatu Survai Historis. Bandung : PT Eresco Purwanto, Setyo.2004. Hank Out PI : Metode-metode Perumusan Psikologi islami.(Materi Kuliah) tidak diterbitkan

Beda Psikologi Barat dan Islam

Prolog Setelah Psikologi Humanisme mulai menyentuh kecerdasan spiritual yang sesungguhnya mempunyai dimensi vertical, muncul gagasan Psikologi Islam. Seperti gagasan bank Islam (bank syari`ah) yang dulu dimustahilkan tetapi sekarang tumbuh menjamur, gagasan Psikologi Islam juga masih banyak ditolak oleh kalangan Western Psychology, tetapi pada akhirnya nanti Psikologi Islam juga akan diterima. Sejarah keilmuan Islam tidak melahirkan ilmu semacam psikologi, karena berbeda dengan perkembangan ilmu pengetahuan di Barat yang bermusuhan dengan agama (Gereja), perkembangan ilmu pengetahuan dalam sejarah keilmuan Islam disamping terinspirasi oleh kitab suci Al Qur’an, pertumbuhannya juga dilakukan oleh ulama. Al Khawarizmi (ahli matematika) al Birruni (ahli sain)/ahli kedokteran) adalah juga ulama ahli agama. Perbedaan Psikologi Barat dengan Psikologi Islam 1. Jika Psikologi Barat merupakan produk pemikiran dan penelitian empiric, Psikologi Islam , sumber utamanya adalah wahyu Kitab Suci Al Qur’an, yakni apa kata kitab suci tentang jiwa, dengan asumsi bahwa Allah SWT sebagai pencipta manusia yang paling mengetahui anatomi kejiwaan manusia. Selanjutnya penelitian empiric membantu menafsirkan kitab suci. 2. Jika tujuan Psikologi Barat hanya tiga; menguraikan, meramalkan dan mengendalikan tingkah laku, maka Psikologi Islam menambah dua poin; yaitu membangun perilaku yang baik dan mendorong orang hingga merasa dekat dengan Allah SWT. 3. Jika konseling dalam Psikologi Barat hanya di sekitar masalah sehat dan tidak sehat secara psikologis, konseling Psikologi Islam menembus hingga bagaimana orang merasa hidupnya bermakna, benar dan merasa dekat dengan Allah SWT

Rabu, 19 Desember 2012

Mengapa Data Siswa NISN tidak keluar


Mengapa Data Siswa NISN tidak keluar? Pertanyaan ini pasti muncul ketika mencari Data Siswa – NISN, namun tidak muncul di kolom hasil pencarian website http://nisn.data.kemdiknas.go.id
NISN Data SiswaPerlu diketahui, website milik kemdiknas ini merupakan peralihan dari website dapodik.org yang mulai dikembangkan pada tahun 2006 oleh Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri dikenal dengan Biro PKLN Depdiknas di masa itu.
Mulai Desember 2011 Tim DAPODIK Biro PKLN sesuai keputusan dan kebijakan PDSP, agar tidak terjadi dualisme sistem DAPODIK, layanan pada situs dapodik.org telah ditutup pada tanggal 1 Januari 2012. Dan mulai saat itu sistem Nomor Induk Satuan Pendidikan (NISP) dan Nomor Induk Peserta Didik dikelola oleh Pusat Data Statistik Pendidikan (PDSP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Mengapa Data Siswa NISN tidak keluar?

Kemungkinan bisa disebabkan oleh:
  1. Proses Data masih/sedang berlangsung.
  2. Data Siswa belum diajukan.
  3. Kesalahan input data yang menimbulkan perbedaan isian data antara data base dengan data pencarian.
  4. Server http://nisn.data.kemdiknas.go.id mengalami masalah

Langkah apa jika Data Siswa NISN tidak keluar?

Untuk siswa yang bersangkutan, dapat menanyakan langsung kepada Kepala Sekolah atau petugas operator sekolah yang ditunjuk. Apakah data siswa NISN sudah dikirim (input)? Jika sudah, cek kembali ke-valid-an data yang telah dikirim. Jika belum?
Bisa mengajukan permohonan baru NISN dengan cara:
  1. Gunakan Formulir A.1. yang telah diisi data siswa dengan benar dan ditandatangani oleh Kepsek berikut stempel sekolah. Kemudian Formulir A.1. di scanner dan disimpan dalam format file pdf .
  2. Kirim Formulir A.1. yang telah diisi lengkap tersebut ke email nisn_pdsp@yahoo.com dengan subject:  “Pengajuan NISN Baru dari Sekolah…. (sebutkan nama sekolah)”
Jika Data Siswa keluar, namun salah, atau tidak sesuai dengan data sebenarnya.
  1. Gunakan Formulir A.3. Kemudian lakukan langkah yang sama dengan di atas.
  2. Kirim Formulir A.3. yang telah diisi lengkap tersebut ke email nisn_pdsp@yahoo.com dengan subject:  “Pengajuan Edit Data Siswa – NISN dari Sekolah…. (sebutkan nama sekolah)”
Jika terjadi kesalahan, kerusakan atau kehilangan kartu NISN, silakan dilaporkan ke operator NISN/NPSN sekolah dimana NISN tersebut diterbitkan.
Jika memiliki 2 NISN gunakan NISN yang paling kecil kodenya. Untuk yang tidak digunakan segera melapor ke operator Data Siswa NISN sekolah asal untuk penghapusan.
Catatan: Sebaiknya permohonan baru, perbaikan data siswa NISN  dilakukan secara kolektif dan dikirim oleh pihak sekolah (operator).
Formulir dapat di download di: http://nisn.data.kemdiknas.go.id/Home/Formulir
Jika ada pertanyaan, kirim email ke Pusat Data Statistik Pendidikan (PDSP) Kemdikbud dengan alamat pdsp@kemdikbud.go.id .

Senin, 17 Desember 2012

Contoh Metode dan Desain Penelitian Kuantitatif

Metode dan Desain Penelitian
1.     Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif, faktual dan akurat dengan membuat angket kepada responden (tamu menginap di hotel) yang akan menjawab pernyataan-pernyataan tentang pengaruh penerapan dimensi pelayanan prima pramugraha terhadap kepuasan tamu menginap di hotel.
2.     Desain Penelitian
Desain yang digunakan adalah desain asosiatif, yakni suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih yang sifatnya menghubungkan variabel independent dengan variabel dependent. Dengan penelitian ini maka akan dapat dibangun suatu teori yang dapat berfungsi menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala.
3.4.      Sumber Data
1.    Data Primer
Data primer merupakan data diperoleh dan dikumpulkan sendiri oleh peneliti secara langsung dengan melakukan wawancara kepada beberapa orang tamu dan karyawan pada Bagian Tata Graha Hotel Bumi Asih Pangkalpinang, khususnya pada seksi kamar (room section). Hal ini untuk mendapatkan informasi mengenai hotel secara umum, pramugraha, kamar tamu, dan keluhan tamu secara khusus, serta data dari responden yang dikumpulkan peneliti dengan cara menyebarkan  kuesioner (daftar pernyataan) yang dibagikan dan diisi oleh responden atas pernyataan yang berkaitan dengan penerapan dimensi pelayanan prima pramugraha dan kepuasan tamu menginap di hotel.
2.    Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti bukan dari cara peneliti sendiri tetapi dikumpulkan oleh orang lain, seperti dari dokumen perusahaan, brosur, internet, dan dari riset kepustakaan yang dimaksud untuk mendapatkan informasi penting lainnya, dasar pengaturan, serta dasar teori agar diperoleh kerangka pikir dan pemecahan secara teoritis terhadap apa yang diteliti.
3.5.      Populasi dan sampel
1.    Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya, Sugiyono (2001). Dalam melakukan penelitian ini, populasi penelitian adalah seluruh tamu yang menginap, menikmati suasana kamar dan layanan housekeeping di Hotel Bumi Asih Pangkalpinang dalam kurun waktu selama satu minggu yakni sebanyak 700 orang tamu. Hal ini dari perhitungan 72 kamar hotel x 2 orang setiap kamar x 70% rata-rata kamar terisi setiap hari x 7 hari. Pengambilan data selama 5 minggu dengan berkoordinasi pada pihak Manajemen Hotel Bumi Asih Pangkalpinang.
2.     Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang menjadi obyek penelitian atau yang dijadikan responden. Hasil pengukuran atau karakteristik dari sampel disebut “statistik”. Sampel adalah semacam miniatur (mikrokosmos) dari populasinya, Santoso dan Tjiptono (2002:80).
Alasan perlunya pengambilan sampel adalah sebagai berikut :
a.     Keterbatasan waktu, tenaga dan biaya.
b.     Lebih cepat dan lebih mudah.
c.     Memberi informasi yang lebih banyak dan dalam.
d.    Dapat ditangani lebih teliti.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini sebanyak 70 orang tamu Hotel Bumi Asih Pangkalpinang. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 10 persen dari jumlah populasi yang ada, yakni sebanyak 70 orang tamu Hotel Bumi Asih Pangkalpinang. Jumlah ini peneliti asumsikan dari sepersepuluh jumlah tamu yang menginap selama satu minggu. Jumlah tersebut dengan perhitungan sebagai berikut:
Untuk pengambilan sampel digunakan metode random sampling, yaitu teknik dengan menggunakan cara pengambilan atau pemilihan sampel secara acak (random selection), Arikunto (2002).

3.6.      Variabel dan Definisi Operasional
1.    Variabel
Pratiknya (2007), variabel adalah konsep yang mempunyai variabilitas, sedangkan konsep adalah penggambaran atau abstraksi dari suatu fenomena tertentu. Konsep yang berupa apapun, asal mempunyai ciri yang bervariasi, maka dapat disebut sebagai variabel. Dengan demikian, variabel dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang bervariasi.
Variabel pada penelitian ini terdiri dari:
a.   Variabel X/Bebas/Independent/yang mempengaruhi adalah :
“Dimensi Pelayanan Prima Pramugraha” yang terdiri dari : kemampuan (ability) X1, sikap (attitude) X2, penampilan (appearance) X3, perhatian (attention) X4, tindakan (action) X5, dan tanggung jawab (accountability) X6.
b.  Variabel Y/terikat/dependent/yang dipengaruhi yakni :
“Kepuasan Tamu” yang berdampak pada pembelian ulang, loyalitas tamu, rekomendasi dari mulut ke mulut.
2.    Definisi operasional
Menurur Azwar (2003:74), definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati. Variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati dan memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena, Hidayat (2007). Definisi operasional penelitian ini seperti terlihat pada tabel 3.1. berikut ini.
Tabel 3.1. Definisi Operasional
Variabel
Definisi Variabel
Indikator
Skala Ukur
Dimensi Pelayanan Prima Pramugraha
 (X)
Kemampuan (Ability)
(X1)
Pengetahuan dan keterampilan tertentu mutlak diperlukan untuk menunjang program pelayanan prima, meliputi kemampuan dalam bidang kerja yang ditekuni, dan melaksanakan komunikasi yang efektif.
a. Kemampuan  pramugraha dalam menyiapkan kamar tamu dengan cekatan, teliti, bersih, rapi, indah dan nyaman sesuai standar yang diharapkan.
b. Kemampuan pramugraha dalam  memberikan layanan housekeeping yang prima atas segala keperluan tamu.
c. Kemampuan pramugraha dalam  berkomunikasi dengan baik dan efektif  ketika melayani tamu.
Menggunakan skala Likert dengan pilihan pernyataan responden adalah sebagai berikut :
1.  Sangat setuju
2.  Setuju
3.  Netral
4.  Tidak setuju
5.  Sangat tidak setuju.
Sikap (Attitude)
(X2)
Perilaku atau perangai baik yang harus ditonjolkan ketika menghadapi tamu.
a. Sikap sabar pramugraha dalam menyiapkan kamar dan memberikan layanan housekeeping untuk tamu.
b. Sikap ramah, sopan dan santun pramugraha kepada tamu.
c. Sikap rendah hati pramugraha dalam menghadapi tamu.
Menggunakan skala Likert dengan pilihan pernyataan responden adalah sebagai berikut :
1.  Sangat setuju
2.  Setuju
3.  Netral
4.  Tidak setuju
5.  Sangat tidak setuju.
Penampilan (Appearance)
(X3)
Penampilan baik yang bersifat fisik maupun non fisik, yang mampu merefleksikan kepercayaan diri dan kredibilitas dari pihak lain.
a. Kebiasaan rapi, bersih dan serasi pramugraha dalam memakai sepatu, seragam, serta tidak memakai perhiasan atau aksesoris yang berlebihan.
b. Kebiasaan pramugraha berambut rapi, bersih, tidak berbau badan dan mulut.
c. Pramugraha berwajah ceria dan menyenangkan.
Menggunakan skala Likert dengan pilihan pernyataan responden adalah sebagai berikut :
1.  Sangat setuju
2.  Setuju
3.  Netral
4.  Tidak setuju
5.  Sangat tidak setuju.
Perhatian (Attention)
(X4)
Kepedulian penuh kepada tamu baik yang berkaitan dengan perhatian akan kebutuhan dan keinginan tamu maupun pemahaman atas keluhan, kritikan dan saran tamu.
a. Respons pramugraha terhadap kebutuhan dan keinginan tamu.
b. Kemauan cepat pramugraha dalam menindaklanjuti setiap kebutuhan dan keinginan layanan housekeeping untuk tamu.
c. Kepedulian penuh pramugraha terhadap keluhan, kritikan dan saran tamu.
Menggunakan skala Likert dengan pilihan pernyataan responden adalah sebagai berikut :
1.  Sangat setuju
2.  Setuju
3.  Netral
4.  Tidak setuju
5.  Sangat tidak setuju.
Tindakan (Action)
(X5)
Upaya-upaya atau perbuatan nyata yang ditujukan untuk memberikan pelayanan yang wajar atau pelayanan yang baik.

a. Kamar yang  telah disiapkan oleh pramugraha bersih, rapi, indah, nyaman dan menyenangkan.
b. Seluruh peralatan dan perlengkapan kamar
dapat berfungsi dalam kondisi baik.
c. Kehandalan pramugraha dalam mengatasi permasalahan kamar yang timbul.
Menggunakan skala Likert dengan pilihan pernyataan responden adalah sebagai berikut :
1.  Sangat setuju
2.  Setuju
3.  Netral
4.  Tidak setuju
5.  Sangat tidak setuju.
Tanggung jawab (Accountability)
(X6)
Keberpihakan kepada tamu sebagai wujud kepedulian untuk menghindari atau meminimalkan kerugian. Pemberian jaminan terhadap produk dalam keadaan yang dapat dipercaya dengan menerapkan kinerja secara jujur, hati-hati dan teliti, sehingga dapat menciptakan keyakinan  tamu.
a. Jaminan terhadap keamanan barang bawaan tamu.
b. Jaminan keamanan dan kenyamanan menggunakan peralatan dan perlengkapan yang ada di dalam kamar.
c. Jaminan atas resiko selama berada di dalam kamar.
Menggunakan skala Likert dengan pilihan pernyataan responden adalah sebagai berikut :
1.  Sangat setuju
2.  Setuju
3.  Netral
4.  Tidak setuju
5.  Sangat tidak setuju.
Kepuasan Tamu (Y) Menginap di Hotel
Kepuasan tamu secara keseluruhan mempunyai tiga kategori yaitu kualitas yang dirasakan, nilai yang dirasakan dan harapan. Sehingga berdampak pada adanya pembelian ulang, loyalitas tamu, dan rekomendasi dari mulut ke mulut.

a. Terwujudnya kamar berkualitas dan layanan housekeeping yang prima yang dapat dirasakan oleh tamu, sehingga tamu akan melakukan pembelian ulang.
b. Penilaian tertinggi yang diberikan oleh tamu terhadap kamar berkualitas dan layanan housekeeping yang prima yang dirasakan, sehingga menimbulkan loyalitas tamu terhadap hotel.
c. Terpenuhinya harapan tamu terhadap kamar berkualitas dan layanan housekeeping yang prima dengan harga yang ditawarkan sesuai dengan apa yang dirasakan, sehingga tamu akan melakukan rekomendasi dari mulut ke mulut kepada orang lain (keluarga, tetangga, teman maupun rekan kerja).
Menggunakan skala Likert dengan pilihan pernyataan responden adalah sebagai berikut :1. Sangat setuju2. Setuju3. Netral4. Tidak setuju5. Sangat tidak setuju.
            Dalam pengukuran variabel dengan menggunakan skala Likert. Setiap instrument yang mempunyai gradiasi positif sampai dengan negatif dapat berupa kata-kata dengan pilihan pernyataan seperti terlihat pada tabel 3.2. berikut ini.
Tabel 3.2. Skala Likert
Pernyataan
Bobot Penilaian
Pernyataan
Bobot Penilaian
1.    Sangat setuju
Skor : 5
1.    Sangat baik
Skor : 5
2.    Setuju
Skor : 4
2.    Baik
Skor : 4
3.    Netral
Skor : 3
3.    Netral
Skor : 3
4.    Tidak setuju
Skor : 2
4.    Tidak baik
Skor : 2
5.    Sangat tidak setuju
Skor : 1
5.    Sangat tidak baik
Skor : 1

3.7.      Metode Pengumpulan Data
1.    Wawancara
Suatu metode atau cara yang digunakan dengan tanya jawab secara lisan antara peneliti dengan karyawan, dan tamu hotel yang menginap agar dapat diketahui adanya gejala, atau permasalahan yang muncul di tempat penelitian, serta mencari informasi penting lainnya yang dibutuhkan.
2.   Kuesioner
Merupakan metode pengumpulan data dalam bentuk pernyataan secara tertulis kepada responden (tamu hotel) dengan pilihan jawaban 5 options.
3.      Observasi
Suatu metode yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan langsung di tempat penelitian . Hal ini diharapkan agar mendapatkan gambaran nyata tentang keadaan karyawan dan kondisi hotel.
4.      Studi Pustaka
Metode yang dilakukan dengan memanfaatkan dokumen-dokumen dan referensi yang ada kaitannya dengan penelitian yang dilakukan.
3.8.      Validitas dan Reliabilitas
1.    Uji Validitas
Valid  jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia bermakna obyektif  atau mempunyai dasar yang kuat. Atau dengan kata lain validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu instrumentSutrisno (2000), menyebutkan validitas dengan kata sahih. Butir yang dikatakan sahih apabila butir tersebut mempunyai kontribusi terhadap nilai variabel yang diukur. Kontribusi setiap butir dapat diterangkan melalui pemikiran logis hubungan antara butir dengan skor variabel yang diukur. Hubungan dengan pemikiran logis disebut dengan validitas internal. Pengukuran validitas ini menggunakan cara konsultasi dengan ahli yang kompeten dalam bidang yang diteliti. SPSS tidak dapat mengukur tingkat validitas internal, tetapi dapat mengukur validitas eksternal. Pengujian validitas secara eksternal diperoleh dengan mengkorelasikan antara skor butir dengan skor total variabel. untuk memperjelas skor pada butir, dimisalkan dengan X dan skor total variabel dengan Y. Menurut Arikunto (2002), suatu instrument yang valid mempunyai tingkat validitas yang tinggi, dikatakan valid apabila dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat.
Selanjutnya Arikunto (2002:160) menjelaskan bahwa untuk menguji tingkat validitas dari kuesioner dengan taraf signifikan (α = 5%) digunakan rumus koefisien korelasi product moment sebagai berikut :
Di mana :
rxy   =  koefisien korelasi product moment antara variabel X dan Y ( antara skor item dan skor total).
x   = jumlah skor X (jumlah skor item).
y   = jumlah skor Y (jumlah skor total).
x2  =  jumlah X kuadrat (jumlah skor item kuadrat).
y2  =  jumlah Y kuadrat (jumlah skor total kuadrat).
n      jumlah responden (jumlah sampel).
Proses penghitungan dikerjakan dengan menggunakan sarana bantu komputer dengan program SPSS. Dalam menguji validasi kuesioner ini dilakukan dengan uji coba sebanyak 70 responden dengan ketentuan bahwa jika nilai kritis product moment 5% maka dapat dikatakan item pernyataannya adalah valid, jika nilai r yang diperoleh dari perhitungan kurang dari nilai item kritis product moment 5% maka dikatakan tidak valid. Atau dengan kata lain rxy dikonsultasikan dengan harga r-tabel (df = n-2, df : derajat kebebasan, n : jumlah konstruk/variabel X dan Y) dengan taraf kesalahan 5%. Jika harga rxy (r-hitung) > r-tabel, maka item pernyataan valid. Bila nilai rxy (r-hitung) < r-tabel, maka item pernyataan tidak valid (gugur).
2.   Uji Reliabilitas
Menurut Azwar (2003:184), Uji reliabilitas adalah alat menunjukkan derajat konsistensi alat ukur yang bersangkutan jika diterapkan berulang kali pada kesempatan yang berlainan. Semakin tinggi reliabilitas alat pengukur maka semakin stabil pula alat pengukur tersebut dalam mengukur suatu gejala, dan sebaliknya semakin rendah reliabilitas suatu alat pengukur maka semakin tidak stabil alat pengukur tersebut dalam mengukur suatu gejala.
Ghozali (2002:44) menjelaskan bahwa untuk menguji tingkat reliabilitas dari penelitian digunakan rumus Alpha Cronbach dengan alasan skor dalam instrument berskala 1 – 5. Rumusnya adalah sebagai berikut :

Dimana :
r    =   koefisien reliabilitas yang dicari
k     =   jumlah butir pernyataan
σi=   varians butir-butir pernyataan
σ2   =   varians skor tes.
Untuk mencari perhitungan varians (σ2) tiap butir soal digunakan rumus berikut ini :
                

σi2 =   varians butir pernyataan ke-n (misal ke-1, ke-2, ke-3 dan  seterusnya).
Xi   =  jumlah skor jawaban subyek untuk butir pernyataan.
n    =  jumlah sampel
Kemudian Ghozali (2002:44) mengatakan perlu ditafsirkan hasil dari harga indeks yang didapat indeks reliabilitas dari Alpha Cronbach yaitu : “Dinyatakan reliabel jika nilai α hitung ≥ 0,60 (paling tidak mencapai 0,60), kemudian jika α hitung < 0,60 maka dinyatakan tidak reliabel. Jika α hitung mencapai 0,85 bahkan 0,90 dikatakan reliabilitas tinggi.
3.9.      Teknik Analisis Data
1.    Analisis regresi linier
Menurut Sugiyono (2001:217), analisis regresi adalah studi mengenai ketergantungan variabel dependent (terikat) dengan satu atau lebih variabel independent dengan tujuan untuk mengestimasi atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependent berdasarkan nilai variabel independent yang diketahui.
Dalam penelitian ini variabel independentnya adalah dimensi pelayanan prima pramugraha (X) yang terdiri dari: kemampuan (ability) : X1, sikap (attitude) : X2, penampilan (appearance) : X3, perhatian (attention) : X4, tindakan (action) : X5, tanggung jawab (accountability) : X6. Sedangkan variabel dependentnya adalah kepuasan tamu (Y), sehingga persamaan regresi linier dengan rumus sebagai berikut:
Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + b5x5 + b6x6
Dimana :
Y    =    variabel dependen (kepuasan tamu)
a     =    konstanta
X1  =     kemampuan (ability)
X2   =    sikap (attitude)
X3  =    penampilan (appearance)     
X4  =    perhatian (attention)
X5  =    tindakan (action)
X6  =    tanggung jawab (accountability)
b1,2,3,4,5,6  = koefisien variabel X1,2,3,4,5,6
2.    Uji koefisien regresi linier
Ghozali  (2002:49) menguraikan uji koefisien regresi linier terdiri dari :
1. Uji Statistik F
    Secara simultan (variabel X bersama-sama) menggunakan uji statistik F dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Merumuskan hipotesis
   Ho : b1, b2, b3, b4, b5, b6 = 0 atau sig F > α (0,05), Ho diterima dan Ha ditolak (tidak ada pengaruh signifikan variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6 terhadap variabel Y). Ha : b1, b2, b3, b4, b5, b ≠ 0 atau sig F < α (0,05), Ho ditolak dan Ha diterima (ada pengaruh signifikan variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6 terhadap variabel Y).
b.   Memilih uji statistik F karena ingin mengetahui apakah ada pengaruh signifikan variabel independent secara bersama-sama terhadap variabel dependent.
c.  Menentukan tingkat signifikan, yaitu α = 5%, "derajat kebebasan (df) dengan rumus df1(N1) = k-1, df2(N2) = n-k, k adalah konstruk (jumlah variabel X dan Y), sedangkan n adalah jumlah sampel, untuk menentukan F tabel," Junaidi (2010). 
d.   Menghitung F hitung dengan bantuan sarana komputer program "SPSS for Ms. Windows."
e.   Membuat simpulan membandingkan F hitung dengan F tabel, dan membandingkan sig F dengan signifikan α = 5% (0,05 ).
2.  Uji Statistik T
     Secara parsial (masing-masing variabel X) menggunakan uji statistik T dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a.    Merumuskan hipotesis
   Ho : b1, b2, b3, b4, b5, b6  =  0 atau sig t > α (0,05), Ho diterima dan Ha ditolak (tidak ada pengaruh signifikan variabel  X1, X2, X3, X4, X5, X6 terhadap variabel Y). Ha : b1, b2, b3, b4, b5, b ≠  0 atau sig t < α (0,05), Ho ditolak dan Ha diterima (ada pengaruh signifikan variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6 terhadap  Y).
b.   Memilih uji statistik T karena ingin mengetahui apakah ada pengaruh signifikan masing-masing variabel independent terhadap variabel dependent.
c.   Menentukan tingkat signifikan, yaitu α = 5%, "derajat kebebasan (df) = n-k, n adalah jumlah sampel, k adalah konstruk (jumlah variabel X dan Y) untuk menentukan t tabel," Junaidi (2010).
d.   Menghitung t hitung dengan bantuan sarana komputer program "SPSS for Ms. Windows."
e.  Membuat simpulan membandingkan t hitung dengan t tabel dan membandingkan sig t dengan signifikan α = 5% (0,05).
3.   Koefisien Determinasi
Analisis ini digunakan untuk mengetahui perubahan variabel terikat yang disebabkan adanya perubahan variabel bebas, dan digunakan dalam presentase. Koefisien ini juga digunakan sebagai pendekatan atas suatu hubungan linier antar variabel (X) lebih dari 2, digunakan rumus sebagai berikut :
 
Dimana :
R2   =    Besar koefisien determinasi.
b      =    Slope garis estimasi yang paling baik.
X     =    Nilai variabel X
Y     =    Nilai variabel Y 
n (dst.)  =   Banyaknya data.
Nilai koefisien determinasi berganda ini adalah lebih besar dari 0 tetapi lebih kecil dari 1, maka apabila :
a.     Nilai koefisien determinasi menunjukkan angka mendekati 1, berarti variabel bebas (X) memiliki pengaruh yang besar terhadap variabel terikat (Y).
b.    Nilai koefisien determinasi mendekati 0, berarti bahwa perubahan variabel terikat (Y) banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar variabel yang diteliti.

4.  Koefisien Beta Standar
   Koefisien beta standar digunakan untuk menentukan variabel bebas (independent) yang paling berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (dependent). Koefisien yang dihasilkan dari regresi linier yang telah dinormalisasikan akan menunjukkan variabel bebas dengan tingkat signifikan yang paling tinggi, artinya variabel tersebut merupakan variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel terikat.