P Agustus 2021 ~ Mas Yudi ..!!!
Assalamu'alaikum ..... Selamat Datang di Blog Anak Desa ...

Beranda

Rabu, 04 Agustus 2021

PRANATA SOSIAL

 


Pranata Sosial
Pengertian, Syarat, Macam-Macam, Fungsi dan Karakteristik Pranata Sosial (Pelajaran IPS SMP/ MTs Kelas VIII)

Manusia merupakan makhluk sosial yang artinya bahwa ia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan dan pertolongan dari orang lain. Terkadang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya bergesekan dengan orang/ pihak lainnya, hal ini karena orang lain juga sedang memenuhi kebutuhannya. Dari kondisi tersebut maka membuat masyarakat membentuk suatu sistem pengaturan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dalam bentuk pranata sosial supaya terdapat kelangsungan hidup sosial. Pada bab ini saya dan teman-teman akan belajar mengenai berbagai hal yang tentunya berkaitan dengan interaksi sosial antara lain : pengertian hubungan sosial, beragam bentuk hubungan sosial, perbedaan antara kompetisi dengan konflik, contoh penyimpangan dalam masyarakat.

Bentuk-bentuk Hubungan Sosial
Istilah lain dari hubungan sosial adalah interaksi sosial. Pengertian interaksi sosial adalah hubungan yang terjadi karena sebagai akibat dari tindakan antar individu secara timbal balik. Adanya tindakan (aksi dan adanya tanggapan (rekasi) antara 2 pihak merupakan hal menjadikan terjadinya timbal balik tersebut.
Tindakan atau perbuatan adalah sebagai syarat yang mutlak terjadinya hubungan timbal balik atau interaksi sosial. Pembagian bentuk-bentuk hubungan sosial dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu: 

1. Hubungan sosial positif sering juga disebut proses asosiatif atau integratif. Pengertian hubungan sosial positif adalah hubungan sosial yang mempunyai sifat menyatukan. Hubungan sosial positif ini dapat dikelompokkan lagi menjadi 3 macam, antara lain: kooperasi, asimilasi, dan konsensus.

2. Hubungan sosial negatif sering disebut juga sebagai proses disasosiatif atau disintegratif (memisahkan). Pengertian hubungan sosial negatif adalah mempunyai sifat yang memecah belah atau menghancurkan. Hubungan sosial negatif ini dapat kita kelompokkan lagi menjadi 2 macam yaitu kompetisi (persaingan) dan konflik (pertentangan).


Asosiatif
a. Kooperasi. Pengertian Kooperasi adalah suatu proses sosial yang berbentuk kerja sama. Pembagian kooperasi berdasarkan perbedaan sikap kelompok dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu: 1). kerja sama primer, 2). kerja sama sekunder, 3). kerja sama tersier (akomodsi)

1) Kerja sama primer. Pada kerjasama primer ini antara individu dan kelompok dilebur menjadi satu, kelompok berisi semua kehidupan individu dan masing-masing bekerja dalam rangkka untuk kepentingan semua anggota dalam kelompok tersebut.
Kehidupan rutin dalam pondok pesantren.
Kehidupan keluarga dalam masyarakat yang masih primitif.
Gotong-royong bangsa Indonesia.
2) Kerja sama sekunder. Pada kerja sama sekunder ini telah mulai ada spesialisasi dan untuk masing-masing individu hanya membaktikan sebagian hidupnya untuk kelompok yang dipersatukan tersebut. Orang lebih memilih sikap yang individualis dan kesejahteraan kelompok tidak lagi menjadi pertimbangan yang utama, seperti halnya dalam kerja sama primer. Kerjasma sekunder ini adalah merupakan ciri dari masyarakat modern. Secara formal individu akan saling tolong menolong dan melakukan kerjasama, namun kerjasama dan pertolongan tersebut karena adanya imbalan/ upah.

3) Kerja sama tersier (akomodasi). Pada kerjasama tersier ini yang menjadi dasar kerja sama adalah konflik, sehingga dengan demikian organisasi yang ada sangat longgar dan lebih mudah untuk terjadinya perpecahan. Akomodasi bias pecah (bubar), jika alat bersama tersebut tidak lagi menguntungkan untuk masing-masing anggota dalam rangka mencapai tujuan.
Hubungan antara buruh dengan pimpinan perusahaan.
Hubungan antara dua partai dalam usaha melawan partai

 

b. Asimilasi. Pengertian asimilasi adalah suatu proses meleburnya bermacam kebudayaan yang menjadi satu kesatuan yang homogen. Dapat juga dikatakan bahwa asimilasi ialah merupakan proses bergabungnya antara 2 atau lebih budaya yang berbeda, kemudian lebur dan muncul suatu budaya yang baru yang merupakan perpaduan antara budaya yang melebur tersebut. Sebagai contoh proses asimilasi adalah kebudayaan nasional Indonesia yang sekarang ini adalah terbentuk dari kebudayaan Indonesia purba yang sudah memperoleh pengaruh dari beberapa kebudayaan (Hindu-Buddha, Islam,
dan Barat).

c. Konsensus. Pengertian konsesus adalah suatu proses sosial yang terjadi dengan adanya suatu kesepakatan atau suatu persetujuan dalam memilih atau mempertahankan sesuatu. Contoh konsensus adalah mengenai konsensus nasional mengenai Pancasila dan UUD 1945, yang mana keduanya diakui dan dijadikan sebagai landasan utama untuk berbangsa dan bernegara.

Disosiatif
a. Kompetisi atau persaingan. Pengertian kompetisi adalah proses sosial yang terjadi dalam keadaan damai, namun para pihak yang terait saling berjuang dalam rangka untuk mencapai tujuan tertentu masing-masing. Sebagai contoh kompetisi adalah penjual yang melakukan persaingan supaya menarik pembeli yang dilakukan dengan bemacam cara misalnya dengan pemberian diskon, obral, undian berhadiah dan lain sebagainya. Contoh lainnya adalah para pelajar yang melakukan persaingan untuk mendapatkan peringkat terbaik di kelasanya/ sekolahnya.

b. Konflik atau pertentangan. Pengertian konflik adalah suatu proses sosial yang terjadi di mana terdapat dua pihak yang saling beringinan untuk menghancurkan antara yang satu dengan dengan yang lainnya. Konflik yang hebat/ dahsyat bisa menimbulkan terjadinya peperangan. Sebagai contoh konflik adalah pertentangan antara dua kelompok pemuda, pertentangan antara antara buruh dengan majikannya.

Jenis-jenis proses sosial
Penggolongan interaksi sosial bisa dibagi menjadi 3 jenis antara lain: a). Interaksi antara individu dengan individu, b). Interaksi antara kelompok dan kelompok, c). Interaksi antara individu dan kelompok.

a). Interaksi antara individu dengan individu. Pada jenis interaksi sosial ini dapat terlihat secara jelas, namun dapat juga tidak. pada waktu 2 individu bertemu maka interaksi sosial sudah dimulai karena di situ telah terjadi aksi dan rekasi.

b). Interaksi antara kelompok dan kelompok. Pada jenis interaksi sosial ini orang-orang berbicara dengan atas nama kelompok sebagai satu kesatuan, tidak lagi sebagai individu/ pribadi masing-masing

c). Interaksi antara individu dan kelompok. Pada jenis interaksi sosial ini akan lebih terlihat menyolok jika terjadi suatu benturan antara kepentingan perseorangan/ individu dengan kepentingan kelompok.

Ciri-ciri hubungan sosial (interaksi sosial) antara lain sebagai berikut:
  1. Terdapat pelaku yang jumlahnya lebih satu orang.
  2. Terdapat komunikasi antarpelaku dengan menggunakan simbol-simbol.
  3. Terdapat dimensi waktu masa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang yang menentukan sifat aksi yang sedang berlangsung.
  4. Terdapat tujuan-tujuan tertentu, terlepas sama atau tidak dengan tujuan yang diperkirakan oleh pengamat.
Berlangsungnya interaksi sosial atau suatu hubungan di dasarkan pada faktor berikut ini imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Faktor tersebut bisa bergerak secara sendiri-sendiri, terpisah, atau bisa juga saling berkaitan anta yang satu dengan yang lainnya.

Keterangan dari faktor tersebut adalah sebagai berikut

a. Imitasi. Pengertian imitasi adalah suatu proses belajar dengan cara meniru atau mengikuti perilaku dari orang lain. Dampak yang dihasilkan dari proses imitasi dapat bersifat positif dan bisa juga bersifat negatif. Hal tersebut akan sangat tergantung pada tokoh yang ditirunya/ dicontohnya. Sebenarnya imitasi bisa menyebabkan lemahnya tingkat kreativitas karena orang yang melakukan imitasi hanya meniru, mengikuti perintah atau kehendak orang lain. Contoh proses imitasi : Balita yang menirukan gaya dari orang tuanya. Atau bisa juga seseorang yang meniru tokoh yang diidolakannya.

b. Sugesti. Pengertian sugesti adalah suatu cara pemberian pengaruh atau (pandangan) kepada orang lain dengan menggunakan cara tertentu, sehingga orang yang bersangkutan akan mengikuti terhadap apa yang dianjurkannya tanpa berpikir panjang. Terkadang dalam proses sugesti bagi penerima sugesti lebih banyak menggunakan emosional dari pada menggunakan akalnya. Terlebih lagi jika yang memberi sugesti tersebut adalah orang yang lebih tua, lebih berwibawa, dan lebih berpengalaman. Contoh sugesti yaitu larangan kepala suku kepada masyarakatnya supaya tidak menebang pohon yang dianggap keramat, dll.

c. Identifikasi. Pengertian identifikasi adalah kecenderungan seseorang untuk menjadi sama seperti dengan orang lain. Pada identifikasi ini lebih dalam lagi jika kita bandingkan dengan imitasi. Bagi orang yang melakukan identifikasi benar-benar mengenal tokoh yang menjadi idolanya, dan sangat menjiwainya. Sehingga dari situ segala pandangan, sikap, keyakinan dan juga kaidah-kaidah lainnya sama dengan idolanya. Sebagai contoh identifikasi adalah seseorang yang memakai baju seperti artis yang diidolakannya, bahkan untuk berperilaku dalam kesehariannya.

d. Simpati. Pengertian simpati adalah merupakan suatu perasaan tertarik yang muncul dari dalam diri individu dan menjadikannya merasa seolah-olah ia berada di dalam keadaan orang lain. Sebagai contoh simpati Melihat orang yang menderita sehingga muncul perasaan kasihan (iba). Terdapat kemiripan antara simpati dan identifikasi yaitu kecenderungan untuk menempatkan diri pada orang lain. Perbedaannya hanya dalam simpati, perasaan mempunyai peranan yang sangat penting, meskipun dorongan utama adalah ingin memahami pihak lain tanpa pandang status dan kedudukannya.

e. Empati. Pengertian empati adalah mirip dengan simpati, hanya saja pada empati tidak semata-mata
perasaan kejiwaan saja namun dibarengi oleh perasaan organisme tubuh yang sangat dalam. Sedangkan untuk identifikasi didorong oleh adanya rasa ingin sama persis dengan tokoh yang diidolakannya sebab kelebihan atau kemampuan tertentu yang layak untuk ditiru.

Supaya dalam masyarakat terwujud keselarasan sosial, kita perlu untuk menentukan sikap-sikap seperti yang berikut ini:
a. Menghargai dan menghargai pendapat dari orang lain, meskipun diri kita tidak setuju dengan pendapat orang lain tersebut.
b. Saling menghormati antar anggota masyarakat, terutama kepada yang lebih tua, dan yang lebih tua menyayangi yang lebih muda.
c. Mengembangkan dan mempertahankan sikap gotong royong antar warga sebagai bentuk dari kebersamaan.
d. Memenuhi kewajiban sebagai warga negara atau sebagai warga masyarakat.
e. Mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kepentingan kelompok atau kepentingan golongannya.
f. Bersikap yang wajar (tidak terlalu usil dengan urusannya orang lain), namun jangan terlalu cuek/ masa bodoh.
g. Dalam setiap kegiatan yang ada dalam masyarakat yang bersifat positif diusahakan ikut serta berperan.
Pranata Sosial Dalam Kehidupan Masyarakat
Proses belajar mausia terjadi secara terus menerus mulai saat kecil (anak), remaja hingga mencapai usia dewasa.


PRANATA SOSIAL

PENGERTIAN PRANATA SOSIAL adalah kumpulan atau sistem norma yang dipakai untuk mengatur tindakan manusia di dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan pengertian sistem norma adalah sejumlah aturan sosial atau patokan perilaku yang pantas, dan merupakan kesepakatan dari seluruh anggota masyarakat yang dipakai sebagai pedoman dalam rangka untuk mengatur kehidupan sesama. Pengertian kebutuhan pokok adalah kebutuhan dasar dari manusia secara biologis maupun secara ekonomi. Maksud secara biologi di sini adalah kebutuhan manusia dalam upaya untuk mempertahankan kehidupannya misalnya makan, minum, bernapas, dll. Sedangkan secara ekonomis adalah sandang, pangan dan papan.

Istilah pranata sosial sangat berkaitan erat dengan lembaga (institusi) walaupun keduanya memiliki arti yang berlainan. Kedua istilah itu berakar dari satu dari bahasa latin instituere yang artinya adalah “pendirian” atau apa yang didirikan. Institutio kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan
dua istilah yang berbeda yaitu institusi (pranata) dan institute (lembaga). Pengertian institusi adalah sistem norma atau aturan, sedangkan pengertian isntitute adalah wujud nyata dari norma-norma tersebut.

Syarat-syarat pranata
Suatu sistem kegiatan kemasyarakatan bisa dikatakan pranata jika dapat memenuhi syarat-syarat. Adapun syarat pranata sosial adalah seperti yang berikut ini:
Terdapat tata kelakuan baku yang berwujud norma-norma dan juga adat istiadat baik itu yang secara tertulis maupun yang tidak tertulis.
Terdapat kelompok manusia yang melakukan kegiatan secara bersama-sama dan saling berhubungan menurut sistem norma tersebut.
Terdapat pusat kegiatan yang memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu yang disadari dan juga dipahami oleh kelompok-kelompok yang bersangkutan

Macam-macam pranata sosial
a. Pranata agama. Pengertian pranata agama adlah pranata yang berfungsi untuk mengatur hubungan antara individu dengan Tuhan Yang Maha Esa termasuk di dalamnya hubungan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya dalam lingkup kehidupan beragama. Pada pranata agama akan terjadi perbedaan antara agama yang satu dengan agama yang lainnya. Namun pada prinsipnya akan mengarahkan perilaku manusia dalam mencapai kebahagian hidup baik di dunia maupun di akhirat. Untuk aturan yang lebih lanjut tentang pranata masingmasing agama diatur dengan hukum agama masing-masing agama masing-masing penganutnya.

b. Pranata politik. Dalam rangka untuk mengatur hubungan dan pengaruh timbal balik antara individu di dalam bidnag politik maka dibutuhkan pranata politik. Adapun pengertian politik adalah segala aktivitas manusia baik yang dilakukan secara individu maupun yang lakukan secara kelompok dalam rangka untuk memperoleh, menjalankan dan mempertahankan kekuasaan. Sedangkan organisasinya kita mengenalnya sebagai partai politik

c. Pranata ekonomi. Pada pranata ekonomi tidak cuma mengatur mengenai hubungan-hubungan yang berkaitan dengan bagaimana memproduksi barang, mendistribusikan barang dan mengonsumsi barang saja . Untuk pranata ekonomi akan memberikan perlindungan terhadap para pihak yang lemah misalnya saja perlindungan kepada para konsumen yang cenderung dilanggar haknya oleh para pedagang tertentu dan oleh produsen tertentu.
Baca juga mengenai kegiatan pokok ekonomi

d. Pranata pendidikan. Pada pranata pendidikan mengatur pelaksanaan terhadap pemenuhan kebutuhan pendidikan oleh para orang tua bagi putra/ putrinya. Dalam rangka melaksanakan pranata pendidikan di Indonesia maka pelaksanaannya didasarkan pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003.

e. Pranata keluarga. Pada pranata keluarga ditujukan mengatur mengenai hubungan-hubungan antara individu di dalam suatu keluarga. Pranata keluarga lebih mendasarkan pada adat kebiasaan, norma kesusilaan, dan norma kesopanan yang membuahkan sistem pengaturan hubungan antara individu dalam suatu keluarga.

Adapun tingkatan proses dipatuhinya suatu pranata yaitu:

1) Terbentuknya tatacara (usage)
Adalah suatu perilaku tertentu yang secara tidak sadar telah
disepakati dalam masyarakat terhadap suatu perbuatan yang tertentu. Sebagai contohnya : cara memakai baju, cara menuang minuman, dsb.

2) Terbentuknya kebiasaan (folkways)
Adalah suatu tata kelakuan yang sifatnya lebih mengikat terhadap anggota masyarakat dan lebih dipatuhi, oleh karena jika terjadi penyimpangan terhadapnya maka akan dimarahi oleh para leluhurnya. Kebiasaan merupakan perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang terhadap apa yang sama, sebagai bukti bahwa orang yang bersangkutan suka perbuatan tersebut.

3) Terbentuknya tata kelakuan (mores)
Adalah suatu sekelompok aktivitas yang betul-betil sudah menjadi pedoman yang berlaku pada suatu masyarakat. Tata kelakuan dijadikan pedoman dalam berperilaku yang dianggap paling benar yang dimiliki, dipakai, dan juga dipertahankan oleh suatu masyarakat.

4) Adat-istiadat (custom)


Selasa, 03 Agustus 2021

Konflik Sosial


KONFLIK SOSIAL & INTEGRASI SOSIAL

MMATERI AJAR IPS KELAS 8 SMP/MTS

Konflik Sosial

Soerjono Soekanto mendefinisikan konflik sebagai suatu proses sosial ketika seseorang atau sekelompok orang berusaha mencapai tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan disertai ancaman atau kekerasan.

a.  Sebab Terjadinya Konflik Sosial

Faktor penyebab konflik sosial sebagai berikut.

1)      Perbedaan keyakinan dan pendirian.
2)      Perbedaan kebudayaan antarkelompok masyarakat.
3)      Perbedaan kepentingan antarindividu/ kelompok.
4)      Kesenjangan sosial mengenai tingkat kesejahteraan.
5)      Ketidaksiapan masyarakat menerima perubahan sosial.

b.  Dampak Terjadinya Konflik Sosial

     Konflik sosial dapat memunculkan dampak dampak dan positif negatif berikut.

        a.  Dampak Negatif

            1) Menimbulkan perpecahan.

            2) Melumpuhkan roda perekonomian.

            3) Meningkatkan keresahan masyarakat.

            4) Menyebabkan kerusakan sarana dan prasarana umum.

            5) Menghancurkan harta benda dan menyebabkan jatuhnya korban jiwa.

            6) Merusak struktur sosial.


        b.     Dampak Positif

       1)      Memunculkan norma baru.
       2)      Meningkatkan solidaritas kelompok.
       3)      Meningkatkan kekuatan pribadi untuk menghadapi berbagai situasi konflik.
       4)      Mendorong kesadaran kelompok yang berkonflik untuk melakukan kompromi.


c.  Proses Sosial dalam Penyelesaian Konflik

Konflik hendaknya segera diselesaikan agar kehidupan masyarakat kembali teratur. Dengan demikian, disintegrasi sosial dapat dicegah. Proses penyelesaian konflik disebut akomodasi. Akomodasi dapat dilakukan melalui berbagai metode penyelesaian konflik. Penggunaan metode penyelesaian konflik disesuaikan dengan tipe konflik, besarnya konflik, dan dampak yang ditimbulkan.


Adapun beberapa metode penyelesaian konflik sebagai berikut.

  1. Koersi (coercion) yaitu bentuk akomodasi melalui paksaan fisik atau psikologis.
  2. Kompromi (compromise) yaitu pihak-pihak yang terlibat dalam konflik saling mengurangi tuntutan untuk mencapai suatu penyelesaian.
  3. Arbitrase (arbitration) yaitu cara untuk mencapai sebuah kompromi melalui pihak ketiga majelis arbitrase yang bersifat formal karena pihak-pihak yang bertikai tidak mampu menyelesaikan masalah sendiri.
  4. Mediasi (mediation) yaitu akomodasi melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral dan tidak berwenang mengambil putusan masalah.
  5. Negosiasi (negotiation) yaitu proses komunikasi dua atau lebih pihak yang berkonflik untuk menyelesaikan permasalahan dengan mencapai penyelesaian yang diterima semua pihak.
  6. Konsiliasi (conciliation) yaitu usaha mempertemukan pihak-pihak yang bertikai untuk mencapai suatu kesepakatan. Konsiliasi merupakan mediasi yang bersifat lebih formal. Keputusan pihak ketiga dalam konsiliasi bersifat tidak mengikat.
  7. Rekonsiliasi (reconciliation) yaitu usaha menyelesaikan konflik pada masa lalu sekaligus memperbarui hubungan ke arah perdamaian yang lebih harmonis.
  8. Stalemate yaitu proses akomodasi yang terjadi karena kedua belah pihak memiliki kekuatan seimbang sehingga pertikaian berhenti dengan sendirinya.
  9. Transformasi konflik (conflict transformation) yaitu upaya penyelesaian konflik dengan mengatasi akar penyebab konflik sehingga dapat mengubah konflik yang bersifat destruktif menjadi konflik konstruktif.
  10. Ajudikasi (ajudication) yaitu penyelesaian konflik di pengadilan.
  11. Segregasi (segregation) yaitu tiap-tiap pihak memisahkan diri dan saling menghindar untuk mengurangi ketegangan.
  12. Eliminasi (elimination) yaitu salah satu pihak yang berkonflik memutuskan mengalah atau mengundurkan diri dari konflik.
  13. Subjugation atau domination yaitu pihak yang mempunyai kekuatan lebih kuat dan dominan meminta pihak yang lebih lemah untuk memenuhi keinginannya.
  14. Keputusan mayoritas (majority rule) yaitu keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak atau melakukan voting.


Kekerasan Sosial

a.   Konsep Kekerasan Sosial

Istilah kekerasan berasal dari bahasa Latin ’violentus’, yang berarti keganasan, kebengisan, kadahsyatan, kegarangan, aniaya, dan pemerkosaan

(Fromm, 2000). Tindak kekerasan, menunjuk kepada tindakan yang dapat merugikan orang lain, misalnya: pembunuhan, penjarahan, pemukulan, dan lain-lain.

Soerjono Soekanto (2002: 98), mengartikan kekerasan (violence) sebagai penggunaan kekuatan fisik secara paksa terhadap orang atau benda. Selain penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, kekerasan juga bisa berupa ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak (Narwoko dan Suyanto, 2000: 70). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diperoleh pemahaman bahwa tindak kekerasan merupakan perilaku sengaja maupun tidak sengaja yang ditunjukan untuk merusak orang atau kelompok lain, baik berupa serangan fisik, mental, sosial, maupun ekonomi yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat sehingga berdampak pada kerusakan hingga trauma psikologis bagi korban.

b.   Bentuk-Bentuk Kekerasan

Kekerasan sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. Tindak kekerasan seolah-olah telah melekat dalam diri seseorang guna mencapai tujuan hidupnya. Tidak mengherankan, jika semakin hari kekerasan semakin meningkat dalam berbagai macam dan bentuk. Galtung (1996: 203) mencoba menjawab dengan membagi tipologi kekerasan menjadi 3 (tiga), yaitu:

  1. Kekerasan Langsung. Kekerasan langsung biasanya berupa kekerasan fisik, disebut juga sebagai sebuah peristiwa (event) dari terjadinya kekerasan. Kekerasan langsung terwujud dalam perilaku, misalnya: pembunuhan, pemukulan, intimidasi, penyiksaan. Kekerasan langsung merupakan tanggungjawab individu, dalam arti individu yang melakukan tindak kekerasan akan mendapat hukuman menurut ketentuan hukum pidana.
  2. Kekerasan Struktural (kekerasan yang melembaga). Disebut juga sebuah proses dari terjadinya kekerasan. Kekerasan struktural terwujud dalam konteks, sistem, dan struktur, misalnya: diskriminasi dalam pendidikan, pekerjaan, pelayanan kesehatan. Kekerasan struktural merupakan bentuk tanggungjawab negara, dimana tanggung jawab adalah mengimplementasikan ketentuan konvensi melalui upaya merumuskan kebijakan, melakukan tindakan pengurusan.administrasi, melakukan pengaturan, melakukan pengelolaan dan melakukan pengawasan. Muaranya ada pada sistem hukum pidana yang berlaku.
  3. Kekerasan Kultural. Kekerasan kultural merupakan suatu bentuk kekerasan permanen. Terwujud dalam sikap, perasaan, nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat, misalnya: kebencian, ketakutan, rasisme, intoleran, aspek-aspek budaya, ranah simbolik yang ditunjukkan oleh agama dan ideologi, bahasa dan seni, serta ilmu pengetahuan. Beberapa ahli menyebut tipe kekerasan seperti ini sebagai kekerasan psikologis.

Dalam pandangan Bourdieu (Martono, 2009) kekerasan struktural dan kultural dapat dikategorikan sebagai kekerasan simbolik. Kekerasan simbolik adalah mekanisme komunikasi yang ditandai dengan relasi kekuasaan yang timpang dan hegemonik di mana pihak yang satu memandang diri lebih superior entah dari segi moral, ras, etnis, agama ataupun jenis kelamin dan usia. Tiap tindak kekerasan pada dasarnya mengandaikan hubungan dan atau komunikasi yang sewenang-wenang di antara dua pihak. Dalam hal kekerasan simbolik hubungan tersebut berkaitan dengan pencitraan pihak lain yang bias, monopoli makna, dan pemaksaan makna entah secara tekstual, visual, warna Contoh: sebutan ”hitam” bagi kelompok kulit hitam, sebutan ”bodoh” bagi siswa yang tidak naik kelas, atau sebutan ”miskin” untuk menunjuk orang tidak mampu secara ekonomi, dan seterusnya.

Jika dilihat berdasarkan pelakunya, kekerasan juga dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu: kekerasan individual dan kekerasan kolektif. Kekerasan individual, adalah kekerasan yang dilakukan oleh individu  kepada satu atau lebih individu. Contoh: pencurian, pemukulan, penganiayaan, dan lain-lain. Sedangkan kekerasan kolektif, merupakan kekerasan yang dilakukan oleh banyak individu atau massa. Contoh: tawuran pelajar, bentrokan antar desa. Kekerasan kolektif dapat disebabkan oleh larutnya individu dalam kerumunan, sehingga seseorang menjadi tidak lagi memiliki kesadaran individual atau hilang rasionalitas. Kerusuhan sepak bola mungkin contoh yang tepat untuk kekerasan yang satu ini. Selain juga “penghakiman massa” terhadap pencuri atau pelaku kejahatan jalanan.

Klasifikasi lain dikemukakan oleh Sejiwa (2008: 20), yang membagi bentuk kekerasan ke dalam dua jenis, yaitu: kekerasan fisik dan kekerasan non-fisik. Kekerasan fisik yaitu jenis kekerasan yang kasat mata. Artinya, siapapun bisa melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku dengan korbannya. Contohnya adalah: menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar dengan barang, dan sebagainya. Sedangkan kekerasan non fisik yaitu jenis kekerasan yang tidak kasat mata. Artinya, tidak bisa langsung diketahui perilakunya apabila tidak jeli memperhatikan, karena tidak terjadi sentuhan fisik antara pelaku dengan korbannya.

Kekerasan non fisik ini dibagi menjadi dua, yaitu kekerasan verbal dan kekerasan psikis. Kekerasan verbal: kekerasan yang dilakukan lewat kata- kata. Contoh: membentak, memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, memfitnah, menyebar gosip, menuduh, menolak dengan kata-kata kasar, mempermalukan di depan umum dengan lisan, dan lain-lain. Sementara itu kekerasan psikologis/psikis merupakan kekerasan yang dilakukan lewat bahasa tubuh. Contoh: memandang sinis, memandang penuh ancaman, mempermalukan, mendiamkan, mengucilkan, memandang yang merendahkan, mencibir dan memelototi.

c.   Faktor-faktor Pendorong Terjadinya Tindak Kekerasan

Banyaknya tindak kekerasan yang terjadi di masyarakat menimbulkan rasa keprihatinan yag mendalam dalam diri anggota masyarakat. Setiap kekerasan yang terjadi, tidak sekedar muncul begitu saja tanpa sebab-sebab yang mendorongnya. Oleh karena itu, para ahli sosial berusaha mencari penyebab terjadinya kekerasan dalam rangka menemukan solusi tepat mengurangi kekerasan.

Menurut Thomas Hobbes, kekerasan merupakan sesuatu yang alamiah dalam diri manusia. Dia percaya bahwa manusia adalah makhluk yang dikuasai oleh dorongan-dorongan irasional, anarkis, saling iri, serta benci sehingga menjadi jahat, buas, kasar dan berpikir pendek. Hobbes mengatakan bahwa manusia adalah serigala bagi manusia (homo homini lupus). Oleh karena itu, kekerasan adalah sifat alami manusia. Dalam ketatanegaraan, sikap kekerasan digunakan untuk menjadikan warga takut dan tunduk kepada pemerintah. Bahkan Hobbes berprinsip bahwa hanya suatu pemerintahan negara yang menggunakan kekerasan terpusat dan memiliki kekuatanlah yang dapat mengedalikan situasi dan kondisi bangsa.

Sedangkan J. J. Rosseau mengungkapkan bahwa pada dasarnya manusia itu polos, mencintai diri secara spontan, serta tidak egois. Peradaban serta kebudayaanlah yang menjadikan manusia kehilangan sifat aslinya. Manusia menjadi kasar dan kejam terhadap orang lain. Dengan kata lain kekerasan yang dilakukan bukan merupakan sifat murni manusia.

Terlepas dari kedua tokoh tersebut, ada beberapa faktor yang dapat memicu timbulnya kekerasan, yaitu sebagai berikut :

  1. Faktor Individual Beberapa ahli berpendapat bahwa setiap perilaku kelompok, termasuk perilaku kekerasan, selalu berawal dari perilaku individu. Faktor penyebab dari perilaku kekerasan adalah faktor pribadi dan faktor sosial. Faktor pribadi meliputi kelainan jiwa. Faktor yang bersifat sosial antara lain konflik rumah tangga, faktor budaya dan faktor media massa.
  2. Faktor Kelompok. Individu cenderung membentuk kelompok dengan mengedepankan identitas berdasarkan persamaan ras, agama atau etnik. Identitas kelompok inilah yang cenderung dibawa ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Benturan antara identitas kelompok yang berbeda sering menjadi penyebab kekerasan.
  3. Faktor Dinamika Kelompok. Menurut teori ini, kekerasan timbul karena adanya deprivasi relatif yang terjadi dalam kelompok atau masyarakat. Artinya, perubahan-perubahan sosial yang terjadi demikian cepat dalam sebuah masyarakat tidak mampu ditanggap dengan seimbang oleh sistem sosial dan masyarakatnya. Dalam konteks ini munculnya kekerasan dapat terjadi oleh beberapa hal yaitu sebagai berikut :

    • Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kekerasan yang disebabkan oleh struktur sosial tertentu.
    • Tekanan sosial, yaitu suatu kondisi saat sejumlah besar anggota masyarakat merasa bahwa banyak nilai dan norma yang sudah dilanggar. Tekanan ini tidak cukup menimbulkan kerusuhan atau kekerasan, tetapi juga menjadi pendorong terjadinya kekerasan.
    • Berkembangnya perasaan kebencian yang meluas terhadap suatu sasaran tertentu. Sasaran kebencian itu berkaitan dengan faktor pencetus, yaitu peristiwa yang memicu kekerasan.
    • Mobilisasi untuk beraksi, yaitu tindakan nyata berupa pengorganisasi diri untuk bertindak. Tahap ini merupakan tahap akhir dari akumulasi yang memungkinkan terjadinya kekerasan.
    • Kontrol sosial, yaitu tindakan pihak ketiga seperti aparat keamanan untuk mengendalikan, menghambat, dan mengakhiri kekerasan.

Tindakan kekerasan akan berdampak negatif seperti kerugian baik material maupun nonmaterial. Menghentikan kekerasan tentu tidak dapat dilakukan hanya oleh beberapa pihak. Pemerintah sebagai pemilik kekuasaan dalam negara memang selayaknya menjadi pemimpin dalam upaya  menghentikan kekerasan. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa kekerasan bukan solusi untuk sebuah permasalahan, tetapi menciptakan permasalahan baru. Pemerintah juga perlu memberikan contoh dan bukti nyata bahwa kekerasan tidak layak untuk dilakukan di sebuah negara merdeka dan demokratis. Di sisi lain, masyarakat juga harus melakukan fungsi pencegahan untuk lebih peduli terhadap ketenteraman lingkungan menuju kehidupan sosial yang damai dan harmonis.


Integrasi Sosial

Integrasi sosial terjadi ketika unsur-unsur dalam masyarakat saling berhubungan secara intensif di berbagai bidang kehidupan. Akibatnya, terjadi pembauran beberapa unsur berbeda dan setiap unsur dalam masyarakat dapat bekerja sama dengan unsur lain.

a.   Proses Terwujudnya Integrasi

Proses terwujudnya integrasi sosial diawali dengan terjadinya konflik

dalAm masyarakat. Konflik tersebut kemudian diredam melalui akomodasi. Akomodasi tersebut menghasilkan koordinasi antarpihak  yang berkonflik untuk bersatu. Tahap terakhir ialah terjadi asimilasi antarpihak yang menjalin koordinasi.

b.   Sifat Integrasi Sosial

Menurut Paulus Wirutomo (2012), integrasi sosial dibedakan menjadi tiga sifat berikut.

  1. Integrasi normatif yaitu integrasi yang terbentuk karena adanya kesepakatan nilai, norma, cita-cita bersama, dan rasa solidaritas antaranggota masyarakat. Integrasi normatif biasanya terjadi pada masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis (masyarakat sederhana). Integrasi ini berkaitan dengan unsur-unsur budaya sehingga sering disebut integrasi budaya.
  2. Integrasi fungsional yaitu integrasi yang terbentuk berdasarkan kerangka perspektif fungsional, yaitu melihat masyarakat sebagai suatu sistem yang terintegrasi. Integrasi fungsional biasanya berkembang dalam masyarakat yang memiliki tingkat spesialisasi kerja tinggi.
  3. Integrasi koersif yaitu integrasi yang terjadi tidak berasal dari hasil kesepakatan normatif ataupun ketergantungan fungsional. Integrasi koersif merupakan hasil kekuatan yang mengikat masyarakat secara paksa. Integrasi koersif terjadi karena paksaan dari pihak-pihak yang memiliki kekuasaan.

c.   lntegrasi dan Kerukunan

Masyarakat majemuk rawan terjadi disintegrasi sosial. Oleh karena itu, diperlu- kan upaya untuk mewujudkan kerukunan dalam masyarakat. Menurut Paulus Wirutomo (2012), kerukunan yang akan menciptakan integrasi sosial memiliki beberapa konsep sebagai berikut:

  1. Integration (integrasi) yaitu keutuhan atau persatuan. Konsep ini mengolaborasikan antara integrasi nasional dan integrasi sosial. Apabila integrasi sosial terjalin dengan baik, integrasi nasional dapat dipertahankan.
  2. Equilibrium (keseimbangan) yaitu keadaan seimbang dan tidak terjadi kesenjangan yang menimbulkan gejolak.
  3. Stability (stabilitas) yaitu keadaan tenang, mantap, dan mapan. Stability bersifat tidak dinamis karena adanya kelompok penguasa yang memaksakan stabilitas tersebut.
  4. The absence of conflict (keadaan nyaris tanpa konflik) yaitu keadaan yang terjadi karena adanya kekuatan yang menekan kelompok- kelompok agar tidak berkonflik. Konflik sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Oleh karena itu, keadaan ini bersifat semu dan tidak realistis.
  5. Tolerance (toleransi) yaitu sikap menahan diri, menerima keadaan, dan tidak menyerang pihak lain. Akan tetapi, kerukunan yang dihasilkan masih bersifat dangkal dan tidak akan berkembang.
  6. Solidarity (kesetiakawanan) yaitu kondisi yang lebih baik daripada toleransi. Kondisi ini ditandai dengan adanya sikap saling membantu dan bersatu dalam kerukunan masyarakat.
  7. Conformity (keteraturan) yaitu kepatuhan anggota masyarakat sehingga menimbulkan suasana rukun.
  8. Peace (kedamaian) yaitu kondisi tidak berselisih dan bersifat rukun, tetapi bersifat pasif.
  9. Cohesion (kohesi) yaitu kondisi kesatuan yang kuat, terdapat kerja sama, dan kekompakan. Akan tetapi, dalam kondisi ini terdapat nuansa fanatik kelompok.
  10. Compromise (kompromi) yaitu keadaan saling mengalah untuk menghindari konflik.
  11. Harmony (harmoni) yaitu keadaan yang menunjukkan adanya perbedaan sosial budaya, namun bersifat serasi.
  12. Solidity (kekukuhan/kekuatan) yaitu keadaan rukun yang memiliki daya tahan sehingga tidak mudah goyah atau dipengaruhi oleh pihak lain.
  13. Sinergy (sinergi) yaitu bersepakat dan bersatu dalam perbedaan. Semua pihak berlawanan menggabungkan kekuatan untuk menghasilkan kekuatan berlipat ganda. Sinergi ini bersifat win-win solution.

d.   Faktor Pendorong dan Penghambat Integrasi Sosial

Proses integrasi sosial dipengaruhi oleh beberapa faktor pendorong dan penghambat sebagai berikut:

1)      Faktor Pendorong Integrasi Sosial

Berikut beberapa faktor pendorong integrasi sosial.

a)      Rasa ingin memiliki.

b)      Konsensus.

c)       Cross-cutting affiliations.

d)      Cross-cutting loyalities.

e)      Kesediaan berkorban demi kebaikan bersama.

2)      Faktor Penghambat Integrasi Sosial

Faktor penghambat integrasi sosial sebagai berikut:

a)      Kondisi masyarakat yang terisoIasi.

b)      Masyarakat kurang memiliki ilmu pengetahuan.

c)       Terdapat perasaan superior salah satu kelompok.

e.   Bentuk-bentuk Integrasi Sosial

  1. Integrasi normatif, akibat adanya norma yang berlaku di masyarakat seperti prinsip Bhineka Tunggal Ika
  1. Integrasi fungsional, terbentuk karena fungsi- fungsi tertentu dalam masyarakat. Misalnya suku bugis yang suka melaut difungsikan sebagai penyedia hasil-hasil laut.
  1. Integrasi koersif, terbentuk berdasarkan kekuasaan yang dimiliki penguasa. Dalam hal ini penguasa melakukan cara-cara kekerasan (koersif).

Masyarakat Multikultural

Masyarakat multikultural dapat diartikan sebagai masyarakat yang memiliki beraneka ragam kebudayaan. Masyarakat multikultural menekankan pada keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan atau kesetaraan. Artinya, tidak ada posisi superior dan inferior antaretnik, ras, jenis kelamin, serta agama.

a.     Latar Belakang Terbentuknya Masyarakat Multikultural

 Terbentuknya masyarakat multikultural dilatarbelakangi oleh berbagai faktor berikut.

1)             Bentuk Wilayah dan Kenampakan Alam

Indonesia merupakan negara kepulauan. Pulau-pulau yang menjadi tempat tinggal masyarakat Indonesia dihubungkan oleh selat dan laut. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya kemajemukan masyarakat Indonesia. Adapun kenampakan alam merupakan segala sesuatu yang tampak di permukaan bumi atau alam. Kenampakan alam, misalnya daerah dataran tinggi dan dataran rendah.

2)              Perbedaan Iklim

Setiap daerah memiliki iklim berbeda-beda. Iklim di suatu daerah dipengaruhi letak geografis dan topografi daerah tersebut. Iklim berpengaruh besar terhadap pola kehidupan dan kebudayaan masyarakat. Perbedaan iklim menyebabkan perbedaan pola kehidupan antarmasyarakat di setiap daerah. Sebagai contoh, pola kehidupan masyarakat yang tinggal di daerah tropis berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daerah subtropis.

3)             Letak Geografis

Letak geografis merupakan letak suatu negara atau wilayah di permukaan bumi. Sebagai contoh, Indonesia terletak pada posisi silang di antara dua benua dan dua samudra. Letak strategis ini menyebabkan banyak bangsa asing singgah di Kepulauan Indonesia. Akibatnya, terjadi proses akulturasi, asimilasi, atau amalgamasi sehingga budaya di Indonesia semakin beragam.

b.       Ciri-Ciri Masyarakat Majemuk dan Masyarakat Multikultural

Pembentukan masyarakat multikultural didahului dengan terbentuknya masyarakat majemuk. Adapun ciri-ciri masyarakat majemuk sebagai berikut.

1)        Mengalami       segmentasi        dalam       kelompok-kelompok        dengan subkebudayaan berbeda.

2)        Memiliki     struktur     sosial     yang     terbagi     dalam     lembaga-lembaga nonkomplementer atau tidak memiliki hubungan keterkaitan.

3)        Kurang mengembangkan konsensus di antara anggotanya terhadap nilai- nilai yang bersifat mendasar.

4)        Relatif sering terjadi konflik antarsatu kelompok dengan kelompok lain.

5)        Integrasi dapat terjadi meskipun melalui proses paksaan.

6)        Terjadi dominasi politik suatu kelompok terhadap kelompok lain atau alienasi terhadap kelompok lain yang dianggap lemah.

Ciri-ciri masyarakat multikultural cenderung berupa ciri positif dari masyarakat majemuk seperti memiliki rasa toleransi dan menghargai perbedaan yang tinggi, bersifat inklusif, serta tingginya kesadaran dalam berintegrasi.

c.       Bentuk-Bentuk Keanekaragaman dalam Masyarakat Multikultural

 Berdasarkan proses pembentukannya, keanekaragaman masyarakat dapat tercipta dari proses alami serta proses buatan. Adapun keanekaragaman yang dimaksud sebagai berikut.

1)        Keanekaragaman etnik/suku bangsa menunjukkan kelompok manusia yang memiliki kesamaan latar belakang budaya dan terikat oleh kesadaran serta identitas. Faktor yang membedakan antara suku bangsa satu dan suku bangsa lain, yaitu daerah asal, adat istiadat, sistem kekerabatan, bahasa daerah, serta kesenian daerah.

2)        Keanekaragaman agama merujuk pada berbagai agama yang dianut oleh masyarakat. Pemerintah Indonesia mengakui enam agama yang dianut masyarakat yaitu Hindu, Buddha, Islam, Katolik, Kristen, dan Konghucu. Selain itu, pemerintah mengakui terdapat beragam aliran kepercayaan lokal yang dianut oleh beberapa suku bangsa di Indonesia.

3)        Keanekaragaman ras menunjukkan pengelompokan manusia berdasarkan perbedaan segi fisik dan ciri-ciri tubuh. Ras dapat dibedakan atas dasar ciri kualitas dan kuantitas. Ciri kualitas meliputi warna kulit, bentuk rambut, ada atau tidaknya lipatan mata, dan bentuk bibir. Ciri-ciri ras berdasarkan kuantitas meliputi tinggi badan, berat badan, dan indeks ukuran kepala.

4)        Keanekaragaman profesi/mata pencaharian. Profesi berkaitan dengan pekerjaan yang membutuhkan kemampuan dan pengetahuan khusus. Adapun mata pencaharian me- rupakan pekerjaan masyarakat berkaitan

dengan aktivitas mengolah potensi alam. Profesi dan mata pencaharian merupakan kegiatan individu untuk mencari nafkah dengan tujuan memenuhi kebutuhan hidup. Seiring perkembangan zaman, profesi baru semakin banyak bermunculan.

Berdasarkan konfigurasi dan komunitas etnik, J.S. Furnivall (Nasikun, 2004) membedakan masyarakat majemuk dalam empat kategori/bentuk sebagai berikut:

1)     Masyarakat majemuk dengan fragmentasi, terdiri atas kelompok etnik kecil sehingga tidak memiliki posisi dominan dalam aspek kehidupan masyarakat seperti aspek politik dan ekonomi.

2)     Masyarakat majemuk dengan kompetisi seimbang, terdiri atas sejumlah kelompok sosial yang mempunyai kekuatan kompetitif dan seimbang.

3)     Masyarakat majemuk dengan minoritas dominan, artinya kelompok minoritas memiliki keunggulan kompetitif sehingga mendominasi beberapa aspek kehidupan seperti aspek politik dan ekonomi masyarakat.

4)     Masyarakat majemuk dengan mayoritas dominan terdiri atas sejumlah kelompok yang mendominasi, baik dari segi jumlah maupun pengaruh terhadap kelompok lain dengan kekuatan kompetitif tidak seimbang.

d.   Hubungan Antar kelompok dalam Masyarakat Multikultural

 Hubungan antarkelompok dalam masyarakat multikultural bersifat dinamis. Hubungan sosial antarkelompok dalam masyarakat multikultural dapat diibaratkan seperti puzzle atau permainan bongkar pasang. Setiap bagian terlihat banyak perbedaan, tetapi ketika disatukan dapat membentuk satu kesatuan utuh dan saling melengkapi.

Hubungan sosial antarkelompok dalam masyarakat multikultural menghasilkan berbagai konsekuensi sosial yang dapat diamati dan dipelajari. Adapun konsekuensi tersebut sebagai berikut:

1.       Asimilasi

 Asimilasi adalah proses pembauran dua kebudayaan disertai dengan hilangnya ciri khas tiap-tiap kebudayaan sehingga membentuk/ menghasilkan kebudayaan baru.

2.     Interseksi

 Interseksi yaitu suatu titik potong atau pertemuan keanggotaan kelompok sosial dari berbagai seksi meliputi agama, suku bangsa, jenis kelamin, dan kelas sosial. Interseksi dapat terjadi melalui kerja sama dalam bidang ekonomi, politik, dan sosial.

Interseksi terbentuk melalui interaksi sosial melalui sarana pergaulan dalam kebudayaan masyarakat antara lain antara bahasa, kesenian, sarana transpor, pasar, sekolah dan Iain-Iain, yang berbeda latar belakang ras, agama, suku, jenis kelamin, tingkat ekonomi, pendidikan, yang bersama-sama menjadi anggota kelompok sosial tertentu atau penganut agama tertentu. Perbedaan tersebuat saling menyilang satu sama lain Mempunyai akibat: 1) Meningkatkan solidaritas; Memperkuat hubungan anatar anggota dengan mengabaikan perbedaan vertikal dan horizontal di antara mereka. Misalnya; perkumpulan penggemar bola yang mengabaikan perbedaan suku, ras, agama yang mereka anut ketika berkumpul dengan kelompoknya; 2) Menimbulkan potensi konflik; Perbedaan yang mereka miliki lebih menonjol dan semakin tajam. Contohnya: contoh konflik yang terjadi dalam kompleks perumahan. Mereka berasal dari latar belakang dan sosial budaya yang berbeda-beda.

3.       Integrasi

 Integrasi adalah proses penyatuan unsur-unsur berbeda dalam masyarakat multikultural. Ciri integrasi yaitu setiap anggota saling mengisi kebutuhan satu sama lain serta mampu menciptakan kesepakatan nilai dan norma sosial dalam masyarakat.

4.     Konsolidasi

 Konsolidasi adalah upaya meningkatkan solidaritas masyarakat dengan mempertegas status keanggotaan seseorang. Dampak positif dari konsolidasi ialah menguatkan indentitas antarindividu sebagai bagian dari kelompok/masyarakat. Meskipun demikian, konsolidasi juga dapat berpotensi menimbulkan konflik apabila penegasan yang membedakan satu kelompok dengan kelompok lain menyebabkan etnosentrisme secara berlebihan. Struktur sosial yang terkonsolidasi berfungsi menghambat

terjadinya penguatan identitas dalam batas-batas tertentu yang akan mempertajam prasangka antara ras, suku, agama yang berbeda. Prasangka semakin tajam dengan perbedaan peluang dalam kesempatan ekonomi dan poiitik.

5.     Mutual Akulturasi

 Mutual akulturasi merupakan keterbukaan suatu kelompok terhadap kebudayaan baru dari kelompok lain. Mutual akulturasi merupakan tahap awal terjadinya integrasi sosial. Masyarakat bersikap terbuka dan menerima berbagai perbedaan. Mutual alkulturasi diawali dari proses interseksi yang berjalan terus-menerus sehingga menimbulkan perasaan menyukai, menghargai, dan menghormati kebudayaan kelompok lain. Mutual akulturasi dapat mempercepat proses modernisasi.

6.     Dominasi

 Dominasi adalah proses penguasaan suatu kelompok sosial terhadap kelompok sosial lain. Bentuk dominasi tidak hanya terbatas pada jumlah. Dominasi juga dapat berbentuk pengaruh kebudayaan.

e.           Pemecahan Masalah sebagai Dampak Keanekaragaman

 Masalah-masalah sosial terkadang muncul dalam kehidupan masyarakat multikultural. Masalah sosial cenderung muncul karena perbedaan yang tidak disikapi secara bijak. Oleh karena itu, diperlukan upaya tepat untuk mengatasi permasalahan sosial. Upaya mengatasi masalah-masalah sosial dalam masyarakat multikultural sebagai berikut:

1)           Mengembangkan Sikap Simpati

Simpati merupakan perasaan tertarik yang timbul dari diri seseorang terhadap orang lain. Simpati diberikan karena faktortertentu seperti, sikap, penampilan, perbuatan, prestasi individu/kelompok lain. Sikap simpati Sikap simpati dapat menyebabkan terjalinnya interaksi lintas budaya, lintas etnik, lintas agama, hingga lintas generasi.

2)           Mengembangkan Sikap Empati

Sikap empati merupakan kelanjutan dari sikap simpati yang iebih mendalam. Empati adalah kemampuan merasakan diri seolah-olah

dalam keadaan orang lain dan ikut merasakan hal-hal yang dirasakan orang lain. Melalui sikap empati, seseorang dapat tergerak untuk membantu orang lain.

3)           Menghargai Perbedaan

Istilah menghargai perbedaan digunakan untuk menyikapi bentuk- bentuk perbedaan dalam masyarakat seperti perbedaan jenis kelamin, ras, suku bangsa, pemikiran, dan pendapat. Menghargai perbedaan berarti menerima realitas takdir, tidak menganggap sebagai sesuatu yang buruk atau harus disingkirkan, serta menyadari perbedaan sebagai suatu yang wajar. Sikap menghargai perbedaan dapat  menjadi sarana mengembangkan toleransi dalam diri.

4)           Mengembangkan Toleransi

Toleransi diartikan sebagai sikap tenggang rasa (menghargai, membiarkan, dan membolehkan) terhadap pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan perilaku yang berbeda atau bertentangan. Toleransi menitikberatkan pada bentuk tindakan atau praktik kebudayaan yang berbeda dari setiap kelompok sosial.

5)           Menerapkan Sikap Inklusif

Inklusif merupakan kesediaan menerima dan mengakui kehadiran individu lain yang memiliki latar belakang sosial budaya berbeda dengan dirinya. Sikap inklusif mendorong masyarakat memiliki pandangan positif terhadap perbedaan. Sikap ini tidak fokus mencari perbedaan tetapi mencari kesamaan untuk dapat menciptakan kondisi yang saling menguntungkan. Penerapan sikap inklusif dapat dilakukan dengan cara mengembangkan sikap toleransi, demokrasi, dan antidiskriminasi dalam masyarakat multikultural.

6)           Mengembangkan Sikap Demokratis dan Antidiskriminasi

Sikap demokratis dan antidiskriminasi merupakan perwujudan dari pemenuhan hak asasi setiap individu atau kelompok. Sikap demokratis dan antidiskriminasi dapat mencegah pertentangan akibat perbedaan latar belakang primordial. Demokrasi dalam masyarakat tidak dapat tercapai apabila masih terdapat diskriminasi. Kondisi tersebut terjadi karena demokrasi mengutamakan persamaan hak dan perlakuan bagi setiap individu/kelompok dalam masyarakat multikultural

7)           Mengembangkan Upaya Akomodatif

Upaya akomodatif bertujuan menghindari adanya pihak atau kelompok yang merasa direndahkan atau dikalahkan. Upaya akomodatif untuk menjaga integrasi dalam masyarakat multikultural dapat dilakukan dengan menjunjung pengakuan HAM, mengembangkan wawasan kebudayaan, menggelar berbagai pertunjukan kebudayaan di berbagai daerah, dan membangun forum komunikasi antargolongan.

8)           Mengembangkan Semangat Nasionalisme

Semangat nasionalisme dapat menjadi landasan masyarakat untuk bersatu dalam perbedaan. Semangat nasionalisme ditandai dengan kesediaan mengesampingkan berbagai perbedaan demi keutuhan bangsa.

9)           Mengembangkan Pendidikan Multikultural

Sosialisasi pendidikan multikultural merupakan upaya yang dilakukan secara sadar mengajarkan sifat-sifat masyarakat multikultural dalam memandang derajat kedudukan yang sama. Sosialisasi pendidikan multikultural dapat dilakukan oleh berbagai pihak misalnya melalui sosialisasi keluarga, sekolah, masyarakat, pemerintah, dan media massa.

10)        Mengembangkan Sikap Kerja Sama

Sikap saling membantu dan memahami dalam kerja sama dapat menjaga harmoni sosial. Pelaksanaan kerja sama antarkelompok dalam masyarakat tanpa memandang sifat-sifat primordial dalam pembangunan nasional dapat memajukan bangsa dan menciptakan keteraturan sosial.

f.             Masyarakat Multikultural dalam Bingkai NKRI

 Kekayaan alam dan keragaman budaya Indonesia merupakan potensi unik yang harus dijaga. Kekayaan alam dapat dilihat dari banyaknya sumber daya alam di Indonesia. Sementara itu, keberagaman budaya dilihat dari banyaknya budaya dan agama di Indonesia. Potensi bangsa Indonesia tersebut hendaknya menjadi kekuatan untuk membentuk integrasi sosial, bukan sebagai pemicu masalah dalam NKRI.

Berbagai suku bangsa di Indonesia dan hasil kebudayaannya merupakan

satu kesatuan yang menunjukkan identitas bangsa secara utuh. Akan tetapi, realitas kehidupan dalam masyarakat multikultural dapat berpotensi menimbulkan gesekan atau konflik antargolongan. Setiap anggota masyarakat wajib menjaga hubungan harmonis demi mewujudkan cita-cita NKRI yang tertuang dalam Pancasila sila ke-3. Berbagai perbedaan dalam masyarakat tersebut sebaiknya dipandang dari sisi positif seperti menjadi alat pemersatu untuk mempertahankan NKRI, menjadi identitas bangsa, dan menjadi fondasi sikap nasionalisme.

Apabila setiap individu/kelompok dapat memahami perbedaan suku bangsa, budaya, golongan, dan agama, integrasi sosial akan tercipta. Selain itu, perselisihan dan pertentangan antarindividu/kelompok akibat perbedaan secara horizontal tidak akan terjadi. Dengan demikian, semboyan "BhinnekaTunggal Ika” dapat terealisasi dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

g.           Berbagai Permasalahan Sosial dalam Masyarakat Multikultural

Permasalahan sosial yang muncul di tengah-tengah masyarakat multikultural merupakan hal yang wajar. Masalah sosial tidak dapat dihilangkan tetapi dapat diminimalisasi agar tidak bertambah besar. Ragam permasalahan sosial dalam masyarakat multikultural sebagai berikut:

1.                    Konflik Sosial

 Konflik merupakan proses sosial yang menunjukkan ketika antarindividu/antarkelompok saling menentang disertai ancaman atau kekerasan untuk mencapai tujuannya. Pada umumnya, konflik terjadi akibat perbedaan kepentingan, perbedaan antargolongan, perbedaan pandangan, dan perubahan sosial yang terjadi terlalu cepat. Antarkelompok yang berkonflik cenderung tidak dapat menyikapi perbedaan dengan baik sehingga menganggap perbedaan tersebut sebagai ancaman.

2.     Kesenjangan Sosial

Kesenjangan sosial terjadi akibat perbedaan yang timpang antarkelompok masyarakat dalam mencapai kesejahteraan. Perbedaan tersebut terlihat mencolok. Kenyataan ini berkaitan dengan beragamnya mata pencaharian penduduk dengan penghasilan berbeda-beda. Akibatnya, tingkat

kesejahteraan antarindividu pun berbeda-beda.

3.      Stereotip

 Stereotip merupakan persepsi terhadap seseorang, budaya, dan sifat khas dalam masyarakat berdasarkan prasangka subjektif yang belum tentu tepat. Stereotip dapat bersifat positif ataupun negatif. Stereotip yang terdapat dalam masyarakat cenderung bersifat negatif sehingga menyebabkan diskriminasi sosial.

4.      Diskriminasi Sosial

 Diskriminasi sosial merupakan sikap membeda-bedakan golongan sosial satu dengan lainnya. Diskriminasi sosial dapat terjadi karena sikap membeda-bedakan terhadap ras, agama, suku bangsa, etnik, golongan, kelas sosial, jenis kelamin, dan kondisi fisik tubuh. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta memperoleh pelayanan kesehatan. Ketentuan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

5.      Primordialisme

Primordialisme ialah paham yang mengutamakan kepentingan suatu kelompok masyarakat sebagai bentuk kesetiaan atau loyalitas. Primordialisme dapat berfungsi melestarikan budaya kelompoknya sendiri. Akan tetapi, primordialisme yang berlebihan dapat menyebabkan perpecahan dalam masyarakat multikultural.

6.      Disintegrasi

 Disintegrasi menunjukkan adanya perpecahan. Disintegrasi bangsa dapat terjadi akibat konflik vertikal atau horizontal. Untuk menghindari terjadinya disintegrasi bangsa, hendaknya masyarakat mengedepankan sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan suku bangsa/etnik, agama, ras, serta golongan.

7.      Etnosentrisme

 Etnosentrisme dapat diartikan sebagai paham yang memandang masyarakat dan budaya milik sendiri lebih baik daripada

masyarakat/budaya lain. Etnosentrisme dapat menghambat hubungan antarsuku bangsa, proses asimilasi, dan integrasi sosial.

8.     Poiitik aliran (sektarian).

 Konsep sekterian ini pertama kali dikemukakan Clifford Geertz (1964) dalam kajiannya di Mojokuto, Pare, Jawa Timur ada tiga golongan masyarakat yaitu priyayi, santri dan abangan. Dari pemikiran Geetz ini, Herbert Feith (1980) kemudian menjabarkan ada lima aliran poiitik di Indonesia yaitu: Pemikiran poiitik yang dipengaruhi campuran hindu, tradisionalisme Jawa, Islam serta barat ke dalam idiologi komunisme, nasionalisme radikal, sosialisme, Islam, dan Tradisionalisme Jawa.

B.       Rangkuman

 Konflik merupakan suatu proses sosial ketika seseorang atau sekelompok orang berusaha mencapai tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan disertai ancaman atau kekerasan. Faktor penyebab konflik sosial di antaranya karena adanya perbedaan keyakinan dan pendirian, perbedaan kebudayaan antarkelompok masyarakat, perbedaan kepentingan antarindividu/ kelompok, kesenjangan sosial mengenai tingkat kesejahteraan, dan ketidaksiapan masyarakat menerima perubahan sosial.

Akomodasi dapat dilakukan melalui berbagai metode penyelesaian konflik. Penggunaan metode penyelesaian konflik disesuaikan dengan tipe konflik, besarnya konflik, dan dampak yang ditimbulkan. Beberapa metode penyelesaian konflik di antaranya: koersi, kompromi, arbitrase, mediasi, negosiasi, konsiliasi, rekonsiliasi, stalemate, transformasi konflik, ajudikasi, segregasi, eliminasi, subjugasi atau dominasi, serta keputusan mayoritas.

Kekerasan (violence) merupakan penggunaan kekuatan fisik secara paksa terhadap orang atau benda. Selain penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, kekerasan juga bisa berupa ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak. Bentuk kekerasan dapat terbagi menjadi 3 besaran, yaitu: kekerasan langsung (kekerasan fisik/psikis), kekerasan struktural, dan kekerasan kultural.

Integrasi sosial terjadi ketika unsur-unsur dalam masyarakat saling berhubungan secara intensif di berbagai bidang kehidupan. Akibatnya, terjadi pembauran beberapa unsur berbeda dan setiap unsur dalam masyarakat dapat bekerja sama dengan unsur lain. Integrasi sosial dibedakan menjadi  tiga sifat, yaitu integrasi normatif, integrasi fungsional, dan integrasi koersif.

Masyarakat multikultural dapat diartikan sebagai masyarakat yang memiliki beraneka ragam kebudayaan yang menekankan pada keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan atau kesetaraan. Artinya, tidak ada posisi superior dan inferior antaretnik, ras, jenis kelamin, serta agama. Terbentuknya masyarakat multikultural dilatarbelakangi oleh berbagai faktor-faktor antara lain: bentuk wilayah dan kenampakan alam, perbedaan iklim, dan letak geografis.

Hubungan sosial antarkelompok dalam masyarakat multikultural menghasilkan berbagai konsekuensi sosial yang dapat diamati dan dipelajari. Adapun konsekuensi tersebut sebagai berikut: asimilasi, interseksi, integrasi, konsolidasi, mutual akulturasi, hingga dominasi.

Permasalahan sosial yang muncul di tengah masyarakat multikultural tidak dapat dihilangkan tetapi dapat diminimalisasi agar tidak bertambah besar. Ragam permasalahan sosial dalam masyarakat multikultural sebagai berikut: konflik sosial, kesenjangan sosial, stereotip, diskriminasi sosial, primordialisme, ancaman disintegrasi, etnosentrisme, dan poiitik aliran (sektarian).

Masalah sosial cenderung muncul karena perbedaan yang tidak disikapi secara bijak. Oleh karena itu, diperlukan upaya tepat untuk mengatasi permasalahan sosial. Adapun upaya mengatasi masalah-masalah sosial dalam masyarakat multikultural sebagai berikut: 1) mengembangkan sikap simpati; 2) mengembangkan sikap empati; 3) menghargai perbedaan; 4) mengembangkan toleransi; 5) menerapkan sikap inklusif; 6) mengembangkan sikap demokratis dan antidiskriminasi; 7) mengembangkan upaya akomodatif;

8) mengembangkan semangat nasionalisme; 9.) mengembangkan pendidikan multikultural; dan 10) mengembangkan sikap kerja sama.

Pengaruh perubahan ruang dan Interaksi antarruang terhadap kehidupan

Pengaruh perubahan ruang dan Interaksi antarruang terhadap kehidupan

I. Pendahuluan

Negara-negara di ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) mengalami perubahan dan interaksi keruangan yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat dan lingkungan. Materi ini akan mengulas secara detail bagaimana perubahan dan interaksi keruangan mempengaruhi aspek sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan di negara-negara ASEAN.

II. Perubahan Keruangan di Negara-Negara ASEAN

Urbanisasi: Perkembangan kota-kota besar dan urbanisasi menyebabkan pertumbuhan populasi di pusat-pusat perkotaan, dengan dampak pada infrastruktur, transportasi, dan pola kehidupan masyarakat.

Pengembangan Wilayah Pesisir: Pesisir di negara-negara ASEAN merupakan wilayah penting untuk industri, perdagangan, dan pariwisata. Pengembangan wilayah pesisir dapat mempengaruhi ekosistem dan keberlanjutan lingkungan.

Pertumbuhan Ekonomi: Pertumbuhan ekonomi di beberapa negara ASEAN telah menyebabkan perubahan ekonomi struktural, seperti peralihan dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa.

III. Interaksi Keruangan di Negara-Negara ASEAN

Perdagangan Antar Negara: Interaksi perdagangan antarnegara dalam ASEAN mempengaruhi ekonomi dan keragaman produk dan layanan yang tersedia di pasar regional.

Pertukaran Budaya: Interaksi budaya antara negara-negara anggota ASEAN melalui pariwisata, seni, musik, dan pertemuan internasional membawa kekayaan budaya dan saling memperkaya pemahaman antarbudaya.

Kerjasama Lingkungan: Interaksi dan kerjasama lingkungan di ASEAN membahas isu-isu lingkungan seperti perubahan iklim, keanekaragaman hayati, dan pengelolaan sumber daya alam.

IV. Dampak Perubahan dan Interaksi Keruangan

Sosial: Perubahan dan interaksi keruangan dapat mempengaruhi pola migrasi, keberagaman budaya, dan integrasi sosial di antara masyarakat di negara-negara ASEAN.

Ekonomi: Dampaknya terlihat dalam pertumbuhan ekonomi, peluang kerja, dan distribusi kekayaan di antara negara-negara anggota.

Budaya: Interaksi budaya dan pertukaran budaya membawa perubahan dalam gaya hidup, seni, dan kebiasaan masyarakat di negara-negara ASEAN.

Lingkungan: Perubahan dan interaksi keruangan dapat mempengaruhi kualitas lingkungan, mengancam keanekaragaman hayati, dan menyebabkan masalah lingkungan seperti polusi dan perubahan iklim.

V. Upaya Penyesuaian dan Peningkatan Kesadaran

Pengelolaan Pertumbuhan Kota: Negara-negara ASEAN perlu mengelola pertumbuhan kota dengan bijaksana untuk menghadapi urbanisasi yang cepat dan menjamin infrastruktur dan kualitas hidup yang baik bagi penduduk.

Pengelolaan Wilayah Pesisir: Menjaga keseimbangan antara pengembangan wilayah pesisir dan pelestarian lingkungan serta keberlanjutan sumber daya alam.

Pendekatan Ekonomi Berkelanjutan: Memperkuat sektor ekonomi berkelanjutan dan mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dan sosial dalam kebijakan ekonomi.

Pendidikan dan Kesadaran: Peningkatan kesadaran tentang pentingnya pelestarian lingkungan, perlindungan budaya, dan kerjasama regional melalui pendidikan dan kampanye publik.

VI. Kesimpulan

Perubahan dan interaksi keruangan di negara-negara ASEAN memiliki dampak yang signifikan pada kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan. Menerapkan pendekatan berkelanjutan dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kerjasama regional akan membantu mencapai keberlanjutan dan kesejahteraan di kawasan ini. Interaksi yang bijaksana dan saling menghormati antara negara-negara ASEAN menjadi kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan bagi semua.





Senin, 02 Agustus 2021

MASYARAKAT MULTIKULTURAL

 


Apakah kamu tinggal di lingkungan dengan masyarakat yang beragam? Keberagaman masyarakat yang dimaksud di sini tidak hanya secara fisik, tapi juga dari segi budaya, ya. Tinggal di lingkungan masyarakat yang beragam ternyata sangat menyenangkan, lho! Kamu bisa belajar banyak hal dari lingkungan tempat tinggalmu. Seru banget, kan? Tahukah kamu, ada sebutan khusus untuk masyarakat yang beragam ini, namanya masyarakat multikultural. Supaya lebih paham, yuk kita mengenal masyarakat multikultural dan karakteristiknya!  

Pengertian Masyarakat Multikultural

Tahukah kamu, masyarakat multikultural merupakan masyarakat yang memiliki perbedaan suku bangsa, bahasa, agama, dan adat-istiadat. Menurut J.S. Furnivall, masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari dua tau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam satu kesatuan politik.

Selain definisi yang diungkapkan oleh J.S. Furnivall, Nasikun juga mengungkapkan definisi multikulturalisme. Menurut Nasikun, masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih dari tatanan sosial, masyarakat, atau kelompok yang secara kultural, ekonomi, dan politik dipisahkan (diisolasi), dan memiliki struktur kelembagaan dan berbeda satu sama lain. 

Dalam konteks Indonesia, corak masyarakat Indonesia yang “Bhinneka Tunggal Ika” bukan lagi hanya berkutat pada keanekaragaman suku bangsa, melainkan keanekaragaman kebudayaan yang ada dalam masyarakat Indonesia. Acuan utama bagi terwujudnya masyarakat Indonesia yang multikultural adalah multikulturalisme, yaitu sebuah pandangan yang mengakui dan mengagumkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individual maupun secara kebudayaan. Multikulturalisme dapat berkembang ketika didukung adanya toleransi dan kesediaan untuk saling menghargai. Oleh karena itu, kita harus saling menghargai satu sama lain, ya! 

Karakteristik Masyarakat Multikultural

Squad, sebenarnya, seperti apa sih masyarakat multikultural itu? Menurut Van Den Berghe, ada 6 karakteristik yang dimiliki oleh masyarakat multikultural. Apa saja, ya? Yuk, kita simak penjelasannya di bawah ini! 

1. Terjadinya segmentasi ke dalam bentuk-bentuk kelompok sosial

Keberagaman yang terdapat dalam masyarakat dapat membuat masyarakat membentuk kelompok tertentu berdasarkan identitas yang sama sehingga menghasilkan sub kebudayaan berbeda satu dengan kelompok lain. Misalnya, di pulau Jawa terdapat suku Jawa, Sunda, dan Madura di mana ketiga suku tersebut hidup di pulau Jawa dan memiliki kebudayaan yang berbeda.

2. Memiliki pembagian struktur sosial ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat non-komplementer

Masyarakat yang beragam membuat struktur masyarakat pun mengalami perbedaan antara masyarakat satu dengan masyarakat lain. Perbedaan struktur masyarakat itu  dapat dilihat melalui lembaga-lembaga sosial yang bersifat tidak saling melengkapi. Misalnya, pada lembaga agama di Indonesia yang menaungi beberapa agama memiliki stuktur yang berbeda. Lembaga-lembaga agama tersebut tidak saling melengkapi karena karakteristik dari keberagaman masyarakat (agama) pun berbeda.

3. Kurang mengembangkan konsensus (kesepakatan bersama)

Masyarakat yang beragam memiliki standar nilai dan norma berbeda yang diwujudkan melalui perilaku masyarakat. Hal itu disebabkan karena karakteristik masyarakat yang berbeda kemudian disesuaikan dengan kondisi lingkungan fisik dan sosial. Karena kondisi masyarakat yang beragam tersebut, kesepakatan bersama cenderung susah untuk dikembangkan. 

4. Relatif sering terjadi konflik

Perbedaan-perbedaan yang ada di masyarakat menjadi salah satu pemicu terjadinya konflik. Konflik yang terjadi bisa sangat beragam, mulai dari konflik antar individu sampai konflik antar kelompok. Hal ini bisa disebabkan oleh minimnya toleransi satu sama lain, baik antar individu maupun antar kelompok. 

5. Secara relatif, integrasi sosial tumbuh karena paksaan dan saling ketergantungan di bidang ekonomi

Jika masyarakat multikultural bisa terkoordinasi dengan baik, maka integrasi sosial sangat mungkin terjadi. Akan tetapi, integrasi sosial di masyarakat timbul bukan karena kesadaran, melainkan paksaan dari luar diri atau luar kelompok. Contoh : aturan tentang anti-diskriminasi dalam penggunaan fasilitas publik.

Selain itu, masyarakat memiliki ketergantungan dalam bidang ekonomi yang dapat mendorong terjadinya integrasi karena kebutuhannya. Contohnya adalah individu yang bekerja pada individu atau perusahaan lain membuat dirinya harus mematuhi segala aturan yang dibuat. Terjadinya kondisi patuh dan integrasi timbul karena adanya aturan yang mengikat individu dalam melaksanakan pekerjaannya dan hal tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ekonominya.

6. Adanya dominasi politik

Kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat multikultural dapat memiliki kekuatan politik yang mengatur kelompok lain. Hal ini menjadi bentuk penguasaan (dominasi) dari suatu kelompok kepada kelompok lain yang tidak memiliki kekuatan politik.