P Mas Yudi ..!!!
Assalamu'alaikum ..... Selamat Datang di Blog Anak Desa ...

Beranda

Minggu, 31 Oktober 2021

Aaplikasi Analisis Soal berbasis excel

APLIKASI ANALISIS BUTIR SOAL PILIHAN GANDA DAN URAIAN 

Analisis Penilaian Hasil Belajar sering kurang mendapat perhatian yang serius. Analisis penilaian hasil belajar sesungguhnya  juga bagian yang sangat penting dalam RPP K2013. Coba rekan-rekan bayangkan, KI dan KD sudah direvisi, Indikator Pencapaian Kompetensi sudah optimal, Tujuan Pembelajaran sudah benar, materi pembelajaran sudah OK, proses pembelajaran OK, namun kompetensi siswa diukur dengan alat ukur yang tidak tepat … apa jadinya? Inilah alasannya mengapa kita perlu lakukan Analisis Penilaian Hasil Belajar.


Selasa, 19 Oktober 2021

BENTUK-BENTUK INTEGRASI SOSIAL

BENTUK-BENTUK INTEGRASI SOSIAL

Tujuan Pembelajaran

Setelah kegiatan pembelajaran 4 ini, diharapkan kalian dapat menjelaskan bentuk-bentuk integrasi sosial di masyarakat dengan benar.


Ada tiga bentuk integrasi sosial, yaitu integrasi normative, integrasi fungsional, dan integrasi koersif. Untuk lebih jelasnya, ayo pahami materi berikut.

1. Integrasi Normatif

Integrasi normatif merupakan bentuk-bentuk integrasi sosial yang ada di masyarakat. integrasi normatif dapat terjadi akibat adanya norma-norma yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini, norma merupakan pedoman untuk melakukan hubungan sosial dalam masyarakat yang berisi perintah, larangan dan anjuran agar seseorang dapat bertingkah laku dengan baik. Dengan adanya norma tersebut dapat mempersatukan masyarakat dan menciptakan kehidupan yang harmonis.

Seperti di Indonesia, bangsa Indonesia terdiri atas beberapa pulau dengan beragam, seperti budaya, suku, adat istiadat, dan sebagainya. Setiap daerah di Indonesia memiliki norma yang mengikat dan mengatur masyarakat. adanya peraturan yang mengikat di setiap daerah dapat disatukan dengan wadah Bhineka Tunggal Ika.

2. Integrasi Fungsional

Integrasi fungsional terbentuk karena adanya fungsi-fungsi dalam masyarakat. dalam integrasi dapat terbentuk dengan mengedepankan fungsi dari masing-masing pihak yang ada dalam sebuah masyarakat. sebagai contohnya, di Indonesia terdiri atas beberapa suku, kemudian mengintegrasikan dirinya dengan melihat fungsi dari masing-masing suku yang ada. Misalnya suku Bugis yang pandai melaut difungsikan sebagai pelaut yang menyediakan hasil-hasil laut. Selain itu, ada suku Minang yang pandai berdagang, maka difungsikan sebagai pedagang yang menjual hasil-hasil laut. Dengan demikian akan tercipta integrasi dalam masyarakat.

3. Integrasi Koersif

Integrasi koersif terbentuk karena adanya kekuasaan dari penguasa. Dalam hal ini penguasa menerapkan cara-cara koersif (kekerasan). Sebagai contohnya, polisi yang memberikan gas air mata untuk menghentikan demonstrasi, seperti gambar di bawah ini.

Gambar di atas, merupakan integrasi koersif dilakukan oleh polisi dengan memberikan gas air mata untuk membubarkan para demonstran. Hal ini dilakukan karena polisi mengalami kesulitan untuk membubarkan para demonstran.


Rangkuman

Integrasi normatif merupakan bentuk-bentuk integrasi sosial yang ada di masyarakat. integrasi normatif dapat terjadi akibat adanya norma-norma yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini, norma merupakan pedoman untuk melakukan hubungan sosial dalam masyarakat yang berisi perintah, larangan dan anjuran agar seseorang dapat bertingkah laku dengan baik. Dengan adanya norma tersebut dapat mempersatukan masyarakat dan menciptakan kehidupan yang harmonis.

Seperti di Indonesia, bangsa Indonesia terdiri atas beberapa pulau dengan beragam, seperti budaya, suku, adat istiadat, dan sebagainya. Setiap daerah di Indonesia memiliki norma yang mengikat dan mengatur masyarakat. adanya peraturan yang mengikat di setiap daerah dapat disatukan dengan wadah Bhineka Tunggal Ika.

Integrasi fungsional terbentuk karena adanya fungsi-fungsi dalam masyarakat. dalam integrasi dapat terbentuk dengan mengedepankan fungsi dari masing-masing pihak yang ada dalam sebuah masyarakat. sebagai contohnya, di Indonesia terdiri atas beberapa suku, kemudian mengintegrasikan dirinya dengan melihat fungsi dari masing-masing suku yang ada.

Integrasi koersif terbentuk karena adanya kekuasaan dari penguasa. Dalam hal ini penguasa menerapkan cara-cara koersif (kekerasan). Sebagai contohnya, polisi yang memberikan gas air mata untuk menghentikan demonstrasi, seperti gambar di bawah ini.

Rabu, 06 Oktober 2021

Tumbuh dan Berkembangnya Semangat Kebangsaan

 Pada masa penjajahan masyarakat Indonesia selalu gencar untuk melawannya. Namun perjuangan tersebut selalu berujung kegagalan. Pada masa menjelang kemerdekaanlah Indonesia akhirnya sadar penyebabnya, yakni perlawanan yang dilakukan selalu bersifat kedaerahan. Akhirnya semangat kebangsaan atau rasa nasionalisme mulai digaungkan.


Pada awal abad ke-20, corak perjuangan bangsa Indonesia berubah dari yang bersifat kedaerahan menuju perjuangan yang bersifat nasional. Bangsa Indonesia telah menemukan identitas kebangsaan sebagai pengikat perjuangan bersama. Paham kebangsaan dan nasionalisme telah tumbuh dan menjelma menjadi sarana perjuangan kemerdekaan yang sangat kuat.


Latar Belakang Munculnya Nasionalisme Indonesia

Faktor apa saja yang menjadi latar belakang terjadinya pergerakan nasional di Indonesia? Dari mana saja faktor-faktor tersebut muncul? Ditinjau dari asal pengaruhnya, pergerakan nasional dilatarbelakangi berbagai kejadian di dalam negeri dan di luar negeri.


Berbagai kejadian dari dalam negeri atau sering disebut faktor internal yang melatarbelakangi pergerakan nasional, adalah:


perluasan pendidikan,

kegagalan perjuangan di berbagai daerah,

rasa senasib sepenanggungan, dan

perkembangan berbagai organisasi etnik kedaerahan.

Sementara itu berbagai hal dari luar negeri (faktor eksternal) yang melatarbelakangi terjadinya pergerakan nasional, antara lain munculnya paham-paham baru di dunia seperti:


pan-Islamisme,

nasionalisme,

sosialisme,

liberalisme, dan

demokrasi.

Berikut adalah pemaparan dari masing-masing latar belakang munculnya rasa nasionalisme Indonesia menurut Tim Kemdikbud (2017, hlm. 234).


1. Perluasan Pendidikan

Politik kolonial liberal yang memeras rakyat Indonesia menimbulkan keprihatinan sebagian masyarakat Belanda. C. Theodore van Deventer menuangkan kritiknya mengenai perlakuan Belanda selama itu dalam sebuah majalah de Gids berjudul Een Eereschuld yang berarti “Hutang Budi/Hutang Kehormatan”.


Van Deventer mengusulkan agar Belanda melakukan balas budi untuk bangsa Indonesia.  Balas budi yang diusulkan adalah dengan melakukan educatie, emigratie, dan irrigatie (pendidikan, emigrasi/perpindahan penduduk, dan irigasi/pengairan).


Akhirnya Belanda menerapkan Politik Etis pada tahun 1901, yang meliputi tiga bidang usulan Van Deventer tersebut, yakni irigasi, emigrasi/transmigrasi, dan pendidikan. Tiga kebijakan tersebut sebenarnya bertujuan memperbaiki kondisi masyarakat Indonesia yang semakin terpuruk. Namun sayangnya pelaksanaan kebijakan politik Etis tetap lebih berpihak kepada penjajah.


Dalam pelaksanaan kebijakan Politik Etis, terdapat banyak penyelewengan yang terjadi, seperti:


Irigasi hanya untuk kepentingan perkebunan Belanda.

Emigrasi/transmigrasi hanya untuk mengirim orang-orang Jawa ke luar Jawa guna dijadikan buruh perkebunan dengan upah murah.

Pendidikan hanya sampai tingkat rendah, yang bertujuan memenuhi pegawai rendahan, sementara pendidikan tinggi hanya diberikan untuk orang Belanda dan sebagian anak pejabat.

Meskipun begitu, sisi positif yang paling dirasakan bangsa Indonesia adalah pendidikan. Hal itu karena mulai cukup banyak orang Indonesia berpendidikan modern, yang akhirnya mampu memelopori berbagai pergerakan pendidikan, sosial, dan politik.


Pengaruh pendidikan ini pula yang melahirkan para tokoh pemimpin pergerakan nasional  di Indonesia. Pendidikan sangat berpengaruh besar dalam menumbuhkan nasionalisme Indonesia, karena menyebabkan terjadinya transformasi ide dan pemikiran yang mendorong semangat pembaharuan pada masyarakat Indonesia.


2. Kegagalan Perjuangan di Berbagai Daerah

Bangsa Indonesia menyadari salah satu penyebab utama kegagalan perjuangan kemerdekaan pada masa lalu, yakni perlawanan yang bersifat kedaerahan. Indonesia mulai sadar bahwa sesungguhnya jika pada masa lalu para tokoh kemerdekaan seperti Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Pattimura, Sultan Hasanuddin, dan para tokoh lainnya bersatu, Belanda akan mudah ditaklukkan.


Memasuki abad 20, corak perjuangan bangsa Indonesia berubah dari bersifat kedaerahan, menuju perjuangan yang bersifat nasional. Paham kebangsaan atau nasionalisme telah tumbuh dan menjelma menjadi sarana perjuangan yang sangat kuat. Corak perjuangan nasional bangsa Indonesia ditandai dengan momentum penting, yaitu diikrarkannya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.


3. Rasa Senasib Sepenanggungan

Perluasan kekuasaan Barat di Indonesia telah memengaruhi perubahan politik, ekonomi, dan sosial bangsa Indonesia. Tekanan pemerintah Hindia Belanda pada bangsa Indonesia telah memunculkan perasaan kebersamaan rakyat nusantara sebagai bangsa terjajah.


Hal itu kemudian mendorong tekad bersama untuk menghimpun kebersamaan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia. Rasa senasib sepenanggungan tumbuh di nusantara dan menjadi tonggak utama untuk bersatu dan berjuang bersama agar dapat keluar dari keterpurukan penjajahan.


4. Perkembangan Organisasi Etnis, Kedaerahan, dan Keagamaan

Organisasi pergerakan nasional tidak muncul begitu saja. Awalnya, organisasi yang berdiri di Indonesia adalah organisasi etnis, kedaerahan, dan keagamaan. Berbagai organisasi tersebut sering melakukan pertemuan hingga akhirnya muncul ide untuk mengikatkan diri dalam organisasi yang bersifat nasional.


Organisasi etnis banyak didirikan para pelajar daerah yang merantau di kota-kota besar. Mereka membentuk perkumpulan berdasarkan latar belakang etnis. Beberapa contohnya antara lain:


Serikat Pasundan serta Perkumpulan Kaum Betawi yang dipelopori oleh M Husni Thamrin. Selain organisasi etnis, muncul juga beberapa organisasi kedaerahan, seperti Trikoro Dharmo (1915), Jong Java (1915), dan Jong Sumatranen Bond (1917).


Berbagai organisasi keagamaan yang muncul pada awal abad 20 juga sangat memengaruhi perkembangan rasa kebangsaan Indonesia. Beberapa organisasi keagamaan yang muncul pada masa awal abad 20 antara lain Jong Islamiten Bond, Muda Kristen Jawi, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, PERSIS (Persatuan Umat Islam), dan Al-Jamiatul Washiyah.


Kaum wanita juga aktif berperan dalam berbagai organisasi baik organisasi sosial maupun politik. Peran serta perempuan dalam memperjuangkan kemerdekaan telah ada sejak dahulu. Beberapa tokoh pejuang wanita zaman dulu adalah RA Kartini, Dewi Sartika, dan Maria Walanda Maramis.


RA Kartini adalah putri Bupati Jepara Jawa Tengah yang memperjuangkan emansipasi (persamaan derajat) antara laki-laki dan perempuan. Salah satu bentuknya adalah beliau mendirikan sekolah khusus untuk perempuan agar dapat bersaing dengan laki-laki di masa itu.


5. Berkembangnya Berbagai Paham Baru

Berkembangnya Berbagai Paham Baru Paham-paham baru seperti pan-Islamisme, nasoonalisme, liberalisme, sosialisme, dan demokrasi menjadi salah satu pendorong pergerakan nasional Indonesia.


Paham-paham tersebut mengajarkan bagaimana langkah-langkah memperbaiki kondisi kehidupan bangsa Indonesia. Berbagai paham itu juga memengaruhi cara pandang organisasi-organisasi pergerakan nasional Indonesia.


6. Berbagai Peristiwa dan Pengaruh dari Luar Negeri

Berbagai peristiwa di luar negeri atau faktor eksternal yang ikut menjadi pendorong pergerakan nasionalisme dan kebangsaan Indonesia adalah sebagai berikut.


Kemenangan Jepang atas Rusia pada tahun 1905.

Pada tahun 1904-1905 terjadi peperangan Jepang melawan Rusia. Rusia adalah bangsa Eropa, sedangkan Jepang adalah bangsa Asia. Tentara Jepang berhasil mengalahkan Rusia, dan menjadi inspirasi negara-negara lain bahwa orang Asia bisa mengalahkan bangsa Barat. Bangsa-bangsa Asia pun semakin yakin mampu melawan penjajah.

Berkembangnya nasionalisme di berbagai Negara.

Pada abad 20, negara-negara terjajah di Asia dan Afrika menunjukkan perjuangan pergerakan kebangsaan. Di India, wilayah jajahan Inggris, muncul pergerakan dengan tokoh-tokohnya Mahatma Gandhi dan Muhammad Ali Jinnah. Sementara itu di Filipina, Jose Rizal memimpin perlawanan terhadap penjajah Spanyol. Di Tiongkok, muncul dr. Sun Yat Sen, yang terkenal dengan gerakan pembaharuannya.

Organisasi Pergerakan Nasional Indonesia

Organisasi-organisasi pergerakan nasional Indonesia adalah pemicu utama bangkitnya semangat pergerakan nasional menuju kemerdekaan di Indonesia. Organisasi-organisasi apa saja yang turut membakar semangat kebangsaan Indonesia? Berikut adalah pemaparannya.


1. Budi Utomo

Pada awal abad 20 di Indonesia sudah mulai banyak mahasiswa di kota-kota besar, terutama di Pulau Jawa. Mahasiswa mulai banyak berogranisasi dengan mendirikan suatu perkumpulan. Salah satunya adalah para mahasiswa Sekolah kedokteran bernama STOVIA (School tot Opleideing van Inlandsche Artsen) yang berlokasi di Batavia (Jakarta).


Para tokoh mahasiswa kedokteran itu sepakat untuk memperjuangkan nasib rakyat Indonesia dengan memajukan pendidikan rakyat dengan cara mendirikan organisasi Budi Utomo (BU) pada tanggal 20 Mei 1908 dan memilih dr. Sutomo sebagai ketuanya. Tokoh lain pendiri Budi Utomo adalah Gunawan, Cipto Mangunkusumo, dan RT Ario Tirtokusumo.


2. Sarekat Islam (SI)

Pada masa penjajahan, terdapat Pasar Klewer di Solo atau Surakarta yang diramaikan oleh para pedagang Indonesia, Arab, dan Tiongkok. Akibat persaingan yang tidak sehat antara pedagang pribumi dan pedagang Tiongkok, pada tahun 1911 didirikan Serikat Dagang Islam (SDI) oleh KH Samanhudi dan RM Tirtoadisuryo di Solo.


Awalnya tujuan serikat itu adalah untuk melindungi kepentingan pedagang pribumi dari ancaman pedagang Tiongkok. Saat itu, para pedagang Tiongkok menguasai perdagangan di pasar, menggeser para pedagang lokal yang kurang pendidikan dan pengalaman.


Dalam Kongres di Surabaya tanggal 30 September 1912, SDI berubah menjadi Sarekat Islam (SI). Perubahan nama dimaksudkan agar kegiatan organisasi lebih terbuka ke bidang-bidang lain, tidak hanya perdagangan.


Pada tahun 1913, SI dipimpin oleh Haji Umar Said Cokroaminoto. Perjuangan SI sangat menarik rakyat karena kegiatannya yang membela rakyat. Pada tahun 1915, jumlah anggota SI mencapai 800.000. Pada tahun 1923, SI berubah nama menjadi Partai Sarekat Islam (SI) yang bersifat nonkooperatif terhadap Belanda.


3. Indische Partij (IP)

Indische Partij (IP) adalah partai politik pertama di Indonesia. IP didirikan oleh tiga serangkai, yakni E.F.E. Douwes Dekker (Danudirjo Setiabudi), R.M. Suwardi Suryaningrat, dan dr Cipto Mangunkusumo. Indische Partij dideklarasikan tanggal 25 Desember 1912.


Tujuan Indische Partij sangat jelas, yakni mengembangkan semangat nasionalisme bangsa Indonesia. Keanggotaannya pun terbuka bagi semua golongan tanpa memandang suku, agama, dan ras.


4. Perhimpunan Indonesia (PI)

Semula bernama Indische Vereeniging, Perhimpunan Indonesia (PI) didirikan oleh orang-orang Indonesia di Belanda pada tahun 1908. Pada tahun 1922, Indische Vereeniging berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging dengan kegiatan utama politik. Pada tahun 1925 berubah menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Nama majalahnya Hindia Putra, yang kemudian berubah menjadi Indonesia Merdeka.


Tujuan utama PI adalah mencapai Indonesia merdeka, memperoleh suatu pemerintahan Indonesia yang bertanggung jawab kepada seluruh rakyat. Tokoh-tokoh PI adalah Mohammad Hatta, Ali Sastroamijoyo, Abdulmajid Joyoadiningrat, Iwa Kusumasumantri, Sastro Mulyono, Sartono, Gunawan Mangunkusumo, dan Nazir Datuk Pamuncak.


Manifesto Perhimpunan Indonesia

Pada tahun 1925, PI secara tegas mengeluarkan manifesto arah perjuangan, yaitu:


Indonesia bersatu, menyingkirkan perbedaan, dapat mematahkan kekuasaan penjajah.

Diperlukan aksi massa yang percaya pada kekuatan sendiri untuk mencapai Indonesia Merdeka.

Melibatkan seluruh lapisan masyarakat merupakan sarat mutlak untuk perjuangan kemerdekaan.

Anasir yang berkuasa dan esensial dalam tiap-tiap masalah politik.

Penjajahan telah merusak dan demoralisasi jiwa dan fisik bangsa, sehingga normalisasi jiwa dan materi perlu dilakukan secara sungguh-sungguh.

Manifesto 1925 sangat menggugah kesadaran bangsa Indonesia, serta sangat memengaruhi pola pergerakan nasional bangsa Indonesia. Gagasan manifesto 1925 terealisasi saat Sumpah Pemuda diikrarkan pada 28 Oktober 1928.


Kongres Pemuda I dilaksanakan tanggal 30 April-2 Mei 1926 di Jakarta, dihadiri berbagai organisasi pemuda. Kongres ini berhasil membentuk jaringan yang lebih kokoh untuk mempersatukan diri, yang kemudian dilanjutkan dalam Kongres Pemuda II tahun 1928.


Beberapa keputusan penting Kongres Pemuda II 27-28 Oktober 1928 meliputi:


Ikrar Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.

Menetapkan lagu Indonesia Raya ciptaan WR Supratman sebagai lagu kebangsaan Indonesia.

Menetapkan bendera merah putih sebagai lambang negara Indonesia.

Pada Kongres III di Yogyakarta tahun 1938, tujuan kemerdekaan nusa dan bangsa diganti dengan menjunjung tinggi martabat nusa dan bangsa.


5. Partai Nasional Indonesia (PNI)

Partai Nasional Indonesia (PNI) didirikan tanggal 4 Juli 1927 di Bandung, dipimpin Ir Soekarno. Tujuan PNI adalah Indonesia merdeka, dengan ideologi nasionalisme. PNI mengadakan kegiatan konkret baik politik, sosial, maupun ekonomi.


Organisasi ini terbuka dan revolusioner, sehingga PNI cepat meraih anggota yang banyak. Pengaruh Soekarno sangat meresap dalam lapisan masyarakat. Keikutsertaan Hatta dalam kegiatan politik Soekarno semakin membuat PNI sangat kuat.


Kegiatan politik PNI dianggap mengancam pemerintah Belanda, sehingga para tokoh PNI ditangkap dan diadili tahun 1929. Soekarno, Maskoen, Gatot Mangkupraja, dan Supriadinata diadili Belanda. Pembelaan Soekarno di hadapan pengadilan diberi judul “Indonesia Menggugat”. Sukarno dan kawan-kawan dihukum penjara.


Tahun 1931, PNI dibubarkan. Selanjutnya Sartono membentuk Partindo. Adapun Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir mendirikan organisasi Pendidikan Nasional Indonesia. Para tokoh partai tersebut kemudian ditangkap Belanda dan diasingkan ke Boven Digul, Papua.


Pergerakan Nasional pada Masa Pendudukan Jepang

Selain dijajah oleh Belanda, Indonesia juga sempat jatuh ke tangan kekuasaan Jepang. Romusha atau kerja paksa “ala Jepang” merupakan salah satu bukti penderitaan rakyat Indonesia pada masa pendudukan Jepang. Kapan dan bagaimana Jepang menguasai Indonesia? Bagaimana kondisi bangsa Indonesia pada masa penjajahan Jepang? Berikut adalah pemaparannya.


Proses Penguasaan Indonesia oleh Jepang

Awal mula tujuan Jepang menguasai Indonesia ialah untuk kepentingan ekonomi dan politik. Jepang merupakan negara industri yang sangat maju dan sangat besar. Jepang sangat menginginkan bahan baku industri yang tersedia banyak di Indonesia untuk kepentingan ekonominya.


Untuk menyamakan jalur pelayaran bagi bahan-bahan mentah dan bahan baku dari ancaman Sekutu serta memuluskan ambisinya menguasai wilayah-wilayah baru, Jepang menggalang kekuatan pasukannya serta mencari dukungan dari bangsa-bangsa Asia.


Pada tanggal 8 Desember 1941, Jepang melakukan penyerangan terhadap pangkalan militer AS di Pearl Harbour. Setelah memborbardir Pearl Harbour, Jepang masuk ke negara-negara Asia dari berbagai pintu.


Pada tanggal 11 Januari 1942, Jepang mendaratkan pasukannya di Tarakan, Kalimantan Timur. Jepang menduduki kota minyak Balikpapan pada tanggal 24 Januari. Selanjutnya, Jepang menduduki kota-kota lainnya di Kalimantan.


Jepang berhasil menguasai Palembang pada tanggal 16 Februari 1942. Setelah menguasai Palembang, Jepang menyerang Pulau Jawa. Pulau Jawa merupakan pusat pemerintahan Belanda.


Batavia (Jakarta) sebagai pusat perkembangan Pulau Jawa berhasil dikuasai Jepang pada tanggal 1 Maret 1942. Setelah melakukan berbagai pertempuran, Belanda akhirnya menyerah tanpa syarat kepada Jepang pada tanggal 8 Maret 1942 di Kalijati, Subang-Jawa Barat.


Surat perjanjian serah terima kedua belah pihak ditandatangani oleh Letnan Jenderal Ter Poorten (Panglima Angkatan Perang Belanda) dan diserahkan kepada Letnan Jenderal Imamura (pimpinan pasukan Jepang). Sejak saat itulah seluruh Indonesia berada di bawah kekuasan Jepang.


Kebijakan Pemerintah Militer Jepang

Pada saat kependudukannya di Indonesia, Jepang melakukan pembagian tiga daerah pemerintahan militer di Indonesia, yakni:


Pemerintahan Angkatan Darat (Tentara XXV) untuk Sumatra, dengan pusat di Bukittinggi.

Pemerintah Angkatan Darat (Tentara XVI) untuk Jawa dan Madura dengan pusat di Jakarta.

Pemerintahan Angkatan Laut (Armada Selatan II) untuk daerah Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku dengan pusat di Makassar.

Jepang melakukan propaganda dengan semboyan “Tiga A” (Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia, Jepang Cahaya Asia) untuk menarik simpati rakyat Indonesia. Selain itu, Jepang menjanjikan kemudahan bagi bangsa Indonesia dalam melakukan ibadah, mengibarkan bendera merah putih yang berdampingan dengan bendera Jepang, menggunakan bahasa Indonesia, dan menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” bersama lagu kebangsaan Jepang “Kimigayo”.


Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh Jepang hanyalah janji manis saja. Sebagai penjajah, Jepang justru lebih kejam dalam menjajah bangsa Indonesia. Jepang melakukan beberapa kebijakan terhadap negara jajahan Indonesia. Program yang paling mendesak bagi Jepang adalah mengerahkan seluruh sumber daya yang ada di Indonesia untuk tujuan perang.


Beberapa kebijakan pemerintah Jepang lainnya adalah sebagai berikut.


1. Membentuk Organisasi- Organisasi Sosial

Organisasi-organisasi sosial yang dibentuk oleh Jepang di antaranya Gerakan 3A, Pusat Tenaga Rakyat, Jawa Hokokai, dan Masyumi. Gerakan 3A Dipimpin oleh Mr. Syamsudin, dengan tujuan meraih simpati penduduk dan tokoh masyarakat sekitar. Dalam perkembangannya, gerakan ini kurang berhasil sehingga Jepang membentuk organisasi yang lebih menarik.


2. Pembentukan Organisasi Semi Militer

Jepang menyadari pentingnya mengerahkan rakyat Indonesia untuk membantu perang menghadapi Sekutu. Oleh karena itu, Jepang membentuk berbagai organisasi semimiliter, seperti Seinendan, Fujinkai, Keibodan, Heiho, dan Pembela Tanah Air (Peta).


Organisasi-organisasi semi militer yang dibentuk pemerintah Jepang meliputi:


Organisasi Barisan Pemuda (Seinendan)

dibentuk pada 9 Maret 1943. Tujuannya adalah memberi bekal bela negara agar siap mempertahankan tanah airnya. Dalam kenyataannya, tujuan itu hanya untuk menarik minat rakyat Indonesia. Maksud sesungguhnya adalah untuk membantu menghadapi tentara Sekutu.

Fujinkai merupakan himpunan kaum wanita di atas 15 tahun untuk terikat dalam latihan semimiliter. Keibodan merupakan barisan pembantu polisi untuk laki-laki berumur 20-25 tahun.

Heiho yang didirikan tahun 1943 merupakan organisasi prajurit pembantu tentara Jepang. Pada saat itu, Jepang sudah mengalami kekalahan di beberapa front pertempuran.

Adapun Peta yang didirikan 3 Oktober 1943 merupakan pasukan bersenjata yang memperoleh pendidikan militer secara khusus dari Jepang. Kelak, para eks-Peta memiliki peranan besar dalam pertempuran melawan Jepang dan Belanda.

3. Pengerahan Romusha

Jepang melakukan rekruitmen anggota romusha dengan tujuan mencari bantuan tenaga yang lebih besar untuk membantu perang dan melancarkan aktivitas Jepang. Anggota-anggota romusha dikerahkan oleh Jepang untuk membangun jalan, kubu pertahanan, rel kereta api, jembatan, dan sebagainya.


Jumlah Romusha paling besar berasal dari Jawa, yang dikirim ke luar Jawa, bahkan sampai ke Malaya, Myanmar, dan Thailand. Sebagian besar romusha adalah penduduk yang tidak berpendidikan. Mereka terpaksa melakukan kerja rodi karena takut kepada Jepang.


Pada saat mereka bekerja sebagai romusha, makanan yang mereka dapat tidak terjamin, kesehatan sangat minim, sementara pekerjaan sangat berat. Ribuan rakyat Indonesia meninggal akibat romusha.


Mendengar nasib romusha yang sangat menyedihkan, banyak pemuda Indonesia meninggalkan kampungnya. Mereka takut akan dijadikan romusha. Akhirnya, sebagian besar desa hanya didiami oleh kaum perempuan, orang tua, dan anak-anak.


Penjajahan Jepang yang sangat menyengsarakan adalah pemaksaan wanita-wanita untuk menjadi Jugun Ianfu. Jugun Ianfu adalah wanita yang dipaksa Jepang untuk menjadi wanita penghibur Jepang di berbagai pos medan pertempuran. Banyak gadis-gadis desa diambil paksa tentara Jepang untuk menjadi Jugun Ianfu. Sebagian mereka tidak kembali walaupun Perang Dunia II telah berakhir.


4. Eksploitasi Kekayaan Alam

Jepang tidak hanya menguras tenaga rakyat Indonesia. Pengerukan kekayaan alam dan harta benda yang dimiliki bangsa Indonesia jauh lebih kejam daripada pengerukan yang dilakukan oleh Belanda. Semua usaha yang dilakukan di Indonesia harus menunjang semua keperluan perang Jepang.


Jepang mengambil alih seluruh aset ekonomi Belanda dan mengawasi secara langsung seluruh usahanya. Usaha perkebunan dan industri harus mendukung untuk keperluan perang, seperti tanaman jarak untuk minyak pelumas.


Rakyat wajib menyerahkan bahan pangan besar-besaran kepada Jepang. Jepang memanfaatkan Jawa Hokokai dan intansi-instansi pemerintah lainnya. Keadaan inilah yang semakin menyengsarakan rakyat Indonesia.


Pada masa panen, rakyat wajib melakukan setor padi sedemikian rupa sehingga mereka hanya membawa pulang padi sekitar 20% dari panen yang dilakukannya. Kondisi ini mengakibatkan musibah kelaparan dan penyakit busung lapar di Indonesia.


Sikap Kaum Pergerakan menghadapi Jepang

Propaganda Jepang sama sekali tidak memengaruhi para tokoh perjuangan untuk percaya begitu saja. Bagaimanapun, mereka sadar bahwa Jepang adalah penjajah. Bahkan, mereka sengaja memanfaatkan organisasi-organisasi pendirian Jepang sebagai ‘batu loncatan’ untuk meraih Indonesia merdeka.


Beberapa bentuk perjuangan pada zaman Jepang adalah sebagai berikut.


1. Memanfaatkan Organisasi Bentukan Jepang

Kelompok ini sering disebut kolaborator karena mau bekerja sama dengan penjajah. Sebenarnya, cara ini bentuk perjuangan diplomasi. Tokoh-tokohnya adalah para pemimpin Putera, seperti Sukarno, Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur. Mereka memanfaatkan Putera sebagai sarana komunikasi dengan rakyat.


Akhirnya, Putera justru dijadikan para pemuda Indonesia sebagai ajang kampanye nasionalisme. Pemerintah Jepang menyadari hal tersebut dan akhirnya membubarkan Putera dan digantikan Barisan Pelopor. Sama seperti Putera, Barisan Pelopor yang dipimpin Sukarno ini pun selalu mengampanyekan perjuangan kemerdekaan.


2. Gerakan Bawah Tanah

Larangan berdirinya partai politik pada zaman Jepang mengakibatkan sebagian tokoh perjuangan melakukan gerakan bawah tanah. Gerakan bawah tanah merupakan perjuangan melalui kegiatan-kegiatan tidak resmi, tanpa sepengetahuan Jepang (gerakan sembunyi-sembunyi).


Dalam melakukan perjuangan, mereka terus melakukan konsolidasi menuju kemerdekaan Indonesia. Mereka menggunakan tempat-tempat strategis, seperti asrama pemuda untuk melakukan pertemuan-pertemuan. Penggalangan semangat kemerdekaan dan membentuk suatu negara terus mereka kobarkan.


Tokoh-tokoh yang masuk dalam garis pergerakan bawah tanah adalah Sutan Sjahrir, Achmad Subarjo, Sukarni, A. Maramis, Wikana, Chairul Saleh, dan Amir Syarifuddin. Mereka terus memantau Perang Pasifik melalui radio-radio bawah tanah. Kelompok bawah tanah inilah yang sering disebut golongan radikal/ keras karena mereka tidak mengenal kompromi dengan Jepang.


3. Perlawanan Bersenjata

Di samping perjuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan organisasi bentukan Jepang dan gerakan bawah tanah, ada pula perlawanan-perlawanan bersenjata yang dilakukan bangsa Indonesia di antaranya sebagai berikut.


Perlawanan Rakyat Aceh

Dilakukan oleh Tengku Abdul Djalil, seorang ulama di Cot Plieng Aceh, menentang peraturan-peraturan Jepang. Pada tanggal 10 November 1942, ia melakukan perlawanan. Dalam perlawanan tersebut ia tertangkap dan ditembak mati.

Perlawanan Singaparna, Jawa Barat

Dipelopori oleh K.H. Zainal Mustofa, yang menentang seikerei yakni menghormati Kaisar Jepang. Pada tanggal 24 Februari 1944, meletus perlawanan terhadap tentara Jepang. Kiai Haji Zainal Mustofa dan beberapa pengikutnya ditangkap Jepang, lalu dihukum mati.

Perlawananan Indramayu, Jawa Barat

Pada bulan Juli 1944, rakyat Lohbener dan Sindang di Indramayu memberontak terhadap Jepang. Para petani dipimpin H. Madrian menolak pungutan padi yang terlalu tinggi. Akan tetapi, pada akhirnya perlawanan mereka dipadamkan Jepang.

Perlawanan Peta di Blitar, Jawa Timur

Perlawanan PETA merupakan perlawanan terbesar yang dilakukan rakyat Indonesia pada masa penjajahan Jepang. PETA ini dipimpin Supriyadi, seorang Shodanco (Komandan pleton). Peta tanggal 14 Februari 1945, perlawanan dipadamkan Jepang. Para pejuang Peta yang berhasil ditangkap kemudian diadili di mahkamah militer di Jakarta. Kebanyakan di antaranya dihukum mati, seperti dr. Ismail, Muradi, Suparyono, Halir Mangkudidjaya, Sunanto, dan Sudarmo. Supriyadi, sebagai pemimpin perlawanan tidak diketahui nasibnya. Kemungkinan ia dihukum mati bahkan sebelum sempat diadili.

Perubahan Masyarakat Indonesia pada Masa Penjajahan

Terjadinya kolonialisme dan imperialisme di Indonesia menyebabkan berbagai perubahan masyarakat Indonesia baik aspek geografis, ekonomi, budaya, pendidikan, maupun politik. Perubahan apa saja yang terjadi pada masyarakat Indonesia pada masa kolonial? Berikut adalah pemaparannya.


Perubahan pada Masa Kolonial Barat

Perluasan lahan

Pada masa pemerintah kolonial Hindia Belanda, banyak perusahaan asing yang menanamkan investasi di Indonesia. Berhektare-hektare hutan dibuka untuk pembukaan lahan perkebunan.

Persebaran penduduk dan urbanisasi

Pemerintah Belanda melakukan transmigrasi untuk menyebarkan tenaga kerja murah di berbagai perkebunan di Sumatra dan Kalimantan.

Pengenalan tanaman baru

Pengaruh pemerintah kolonial Barat di satu sisi memiliki pengaruh positif dalam mengenalkan berbagai tanaman dan teknologi dalam pertanian dan perkebunan.

Penemuan tambang-tambang

Pembukaan lahan pada masa kolonial Barat juga dilakukan untuk mencari dan membuka pertambangan minyak bumi, batu bara, dan logam.

Transportasi dan komunikasi

Pada zaman penjajahan Belanda, banyak dibangun jalan raya, rel kereta api, dan jaringan telepon.

Perkembangan kegiatan ekonomi

Kegiatan produksi dalam pertanian dan perkebunan semakin maju dengan ditemukannya berbagai teknologi pertanian yang bervariasi. Rakyat mulai mengenal tanaman yang tidak hanya untuk dipanen semusim. Masyarakat juga mulai mengenal kegiatan ekspor dan impor.

Mengenal uang

Pada masa kekuasaan kolonial Barat, uang mulai dikenalkan sebagai alat pembayaran jasa tenaga kerja. Keberadaan uang sebagai barang baru dalam kehidupan masyarakat menjadi daya tarik tersendiri karena dianggap lebih mudah untuk digunakan.

Perubahan dalam pendidikan

Pusat-pusat kekuasaan Belanda di Indonesia di berbagai kota di Indonesia menjadi pusat pertumbuhan berbagai sekolah di Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda juga telah berkembang perguruan tinggi seperti Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Institut Pertanian Bogor (IPB).

Perubahan dalam aspek politik

Kejayaan kerajaan-kerajaan pada masa sebelum kedatangan bangsa Barat satu per satu mengalami kemerosotan bahkan keruntuhan. Pada masa kerajaan, rakyat diperintah oleh raja yang merupakan bangsa Indonesia. Pada pemerintahan kolonial Barat, rakyat diperintah oleh bangsa asing.

Perubahan dalam aspek budaya

Seni bangunan dengan gaya Eropa kini dapat ditemukan di berbagai kota di Indonesia. Kebiasaan dansa dan minum-minuman yang dikenalkan para pejabat Belanda berpengaruh pada perilaku sebagian masyarakat Indonesia.

Perubahan pada Masa Penjajahan Jepang

Perubahan dalam Aspek Geografi

Lahan perkebunan yang ada pada masa Hindia Belanda merupakan lahan yang menghasilkan untuk jangka waktu yang lama, namun jepang mengubahnya menjadi tanaman yang dibutuhkan Jepang dalam jangka pendek, seperti tanaman jarak untuk kebutuhan minyak alat perang.

Perubahan dalam aspek ekonomi

Putusnya hubungan dengan perdagangan dunia mempersempit kegiatan perekonomian di Indonesia saat di bawa penjajahan jepang.

Perubahan dalam aspek pendidikan,

pada masa Jepang kegiatan pendidikan dan pengajaran menurun.

Perubahan dalam aspek politik,

Dengan alasan untuk membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda, Jepang mulai mendapat simpati rakyat.

Perubahan dalam aspek budaya,

Jepang berusaha “menjepangkan” Indonesia, ajaran Shintoisme diajarkan pada masyarakat Indonesia.

Selasa, 05 Oktober 2021

Kondisi Masyarakat Indonesia pada Masa Penjajahan

 Kondisi masyarakat Indonesia pada masa penjajahan mengalami perubahan dalam berbagai bidang. Pemerintah kolonial Belanda menerapkan banyak kebijakan yang merugikan bangsa Indonesia. Bahkan mereka melakukan agresi militer untuk merebut kekuasaan wilayah, memaksa rakyat untuk menjual hasil panen dengan murah, bahkan untuk menanamnya tanpa upah, dan lain sebagainya.


Bahkan sejak berdirinya kongsi perdagangan VOC saja, masyarakat sudah dirugikan oleh monopoli rempah-rempah yang mereka lakukan, karena harga jual rempah-rempah yang merupakan produk utama Bangsa Indonesia di masa itu menjadi sangat rendah. Dengan demikian kondisi masyarakat indonesia pada masa penjajahan dan berdirinya VOC adalah tertekan dan menderita dalam segala aspek kehidupan. Oleh karena itu, tidak heran apabila bangsa Indonesia sering kali melakukan perlawanan untuk mengusir penjajah.


Sebelumnya telah dijelaskan bahwa kedatangan bangsa-bangsa Barat ke Indonesia awalnya berjalan sebagai aktivitas perdagangan saja. Namun perubahan yang besar terjadi karena terjadinya monopoli Belanda semenjak Negara Inggris terpaksa hengkang. Hal tersebut karena Belanda berhasil membujuk Kerajaan Banten untuk mencabut izin kantor dagang Inggris. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah pemaparan mengenai pengaruh monopoli dalam perdagangan.


Pengaruh Monopoli dalam Perdagangan

Pengertian monopoli adalah penguasaan pasar yang dilakukan oleh satu atau sedikit perusahaan (Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 206). Bagi pelaku perusahaan, monopoli sangat menguntungkan karena mereka dapat menentukan harga beli dan harga jual. Namun sangat merugikan bagi perusahaan-perusahaan lain termasuk bagi para konsumen atau masyarakat umum.


Pada saat melakukan monopoli rempah-rempah di Indonesia, VOC membuat perjanjian dengan kerajaan-kerajaan di Indonesia. Isinya, setiap kerajaan hanya mengizinkan rakyat menjual hasil bumi kepada VOC. Karena produsen sudah dikuasai VOC, maka pada saat rempah-rempah dijual, harganya sangat turun. Sebaliknya, VOC menjualnya kembali ke Eropa dengan harga yang sangat tinggi.


Sebetulnya, pada awal kedatangannya, bangsa-bangsa Barat diterima dengan baik oleh rakyat Indonesia. Namun hubungan perdagangan tersebut kemudian berubah menjadi hubungan penguasaan atau penjajahan. Awalnya VOC hanya meminta keistimewaan hak-hak dagang. Akan tetapi, dalam perkembangannya menjadi penguasaan pasar (monopoli).


VOC menekan para raja untuk memberikan kebijakan perdagangan hanya dengan VOC. Akhirnya, VOC bukan hanya menguasai daerah perdagangan, tetapi juga menguasai politik atau pemerintahan. VOC terus berusaha memperoleh kekuasaan yang lebih dari sekedar jual beli. Itulah yang memicu kekecewaan, kebencian, dan perlawanan fisik dari rakyat Indonesia.


Politik Adu Domba

Lalu mengapa kerajaan-kerajaan di Indonesia membiarkan VOC memonopoli perdagangan? Semua itu terjadi karena keterpaksaan. Belanda memaksa kerajaan-kerajaan di Indonesia untuk menandatangani kontrak monopoli dengan berbagai cara.


Salah satu caranya adalah politik adu domba atau dikenal devide et impera. Adu domba yang dilakukan Belanda dapat terjadi terhadap kerajaan yang satu dengan kerajaan yang lain, atau antarpejabat kerajaan. Apa tujuan Belanda melakukan politik adu domba tersebut?


Tentunya, Belanda berharap akan terjadi permusuhan antarbangsa Indonesia, sehingga terjadi perang antarkerajaan. Belanda juga ikut terlibat dalam konflik internal yang terjadi di kerajaan Indonesia. Pada saat terjadi perang antarkerajaan, Belanda akan mendukung salah satu kerajaan yang berperang.


Demikian pula halnya saat terjadi konflik di dalam kerajaan, Belanda akan mendukung salah satu pihak. Setelah pihak yang didukung Belanda menang, Belanda akan meminta balas jasa. Seusai perang, Belanda biasanya meminta imbalan berupa monopoli perdagangan atau penguasaan atas beberapa lahan atau daerah. Akibat monopoli, rakyat Indonesia sangat menderita.


Pemerintahan Hinda Belanda

Selanjutnya, untuk memperluas kekuasaan, VOC mempersiapkan penguasaan dengan cara militer atau perang. Beberapa gubernur jenderal, seperti Antonio van Diemon (1635- 1645, Johan Maatsuyeker (1653-1678), Rijklof van Goens (1678-1681), Cornellis Janzoon Speelman (1681-1684), merupakan tokoh-tokoh peletak dasar dan awal politik ekspansi VOC di Nusantara (Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 207).


Namun, pada akhir abad XVIII VOC mengalami kebangkrutan. Korupsi dan manajemen perusahaan yang kurang baik menjadi penyebab utama kebangkrutan VOC. Karena hal tersebut, akhirnya pada tanggal 13 Desember 1799, VOC dibubarkan.


Mulai pada tanggal 1 Januari 1800, Indonesia akhirnya menjadi jajahan Pemerintah Belanda. Keadaan ini juga sering disebut sebagai masa Pemerintahan Hindia Belanda. Mulai periode inilah Belanda secara resmi menjalankan pemerintahan kolonial dalam arti yang sebenarnya.


Pengaruh Kebijakan Kerja Paksa

Melakukan pekerjaan karena dipaksa juga akan membuat seseorang menderita. Hal itulah yang dialami bangsa Indonesia pada masa penjajahan dahulu. Pemerintah Belanda menginginkan keuntungan sebanyak-banyaknya dari bumi Indonesia sehingga menerapkan kebijakan kerja paksa.


Rakyat Indonesia bekerja tanpa fasilitas yang memadai dan tidak memperoleh penghasilan yang layak. Para pekerja rodi juga tidak diperhatikan asupan makanannya, dan melakukan pekerjaan di luar batas-batas kemanusiaan.


Bagaimana kerja paksa yang terjadi pada masa pemerintah Hindia Belanda? Menurut Tim Kemdikbud (2017, hlm. 209) salah satu bentuk kerja paksa yang diterapkan pada masa pemerintah Hindia Belanda adalah pembangunan Jalan Anyer-Panarukan (Jalan Raya Pos).


Pembangunan Jalan Anyer-Panarukan (Jalan Raya Pos)

Gubernur Jenderal Daendels, yang memerintah tahun 1808-1811, melakukan berbagai kebijakan seperti pembangunan militer, jalan raya, perbaikan pemerintahan, dan perbaikan ekonomi. Salah satu kebijakan yang terkenal dan buktinya dapat disaksikan hingga masa sekarang adalah pembangunan jalan Anyer-Panarukan (Jalan Raya Pos).


Jalan Raya Pos (Anyer-Panarukan) sangat penting bagi pemerintah kolonial. Jalan tersebut dibangun dengan tujuan utama untuk kepentingan militer pemerintah kolonial. Dalam perkembangannya, jalan tersebut menjadi sarana transportasi pemerintahan dan mengangkut berbagai hasil bumi.


Pembangunan jalur Anyer-Panarukan sebagian besar dilakukan oleh tenaga manusia. Puluhan ribu penduduk dikerahkan untuk membangun jalan tersebut. Rakyat Indonesia dipaksa Belanda untuk membangun jalan. Mereka tidak digaji dan tidak menerima makanan yang layak.


Akibatnya, ribuan penduduk meninggal baik karena kelaparan maupun penyakit yang diderita. Pengerahan penduduk untuk mengerjakan berbagai proyek Belanda inilah yang disebut kerja rodi atau kerja paksa.


Kerja paksa pada masa pemerintah Belanda banyak ditemukan di berbagai tempat. Banyak penduduk yang dipaksa menjadi budak dan dipekerjakan di berbagai perusahaan tambang ataupun perkebunan. Kekejaman Belanda ini masih dapat kalian buktikan dalam berbagai kisah yang ditulis dalam buku-buku sejarah dan novel.


Pengaruh Sistem Sewa Tanah

Saat Inggris menguasai Indonesia pada sekitar abad XIX, Gubernur Jenderal Lord Minto membagi daerah jajahan Hindia Belanda menjadi empat gubernement, yakni Malaka, Sumatra, Jawa, dan Maluku. Lord Minto selanjutnya menyerahkan tanggung jawab kekuasaan atas seluruh wilayah itu kepada Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles.


Salah satu kebijakan terkenal pada masa Raffles adalah sistem sewa tanah atau landrent-system atau landelijk stelsel. Sistem tersebut memiliki ketentuan, antara lain sebagai berikut.


Petani harus menyewa tanah meskipun dia adalah pemilik tanah tersebut.

Harga sewa tanah tergantung kepada kondisi tanah.

Pembayaran sewa tanah dilakukan dengan uang tunai.

Bagi yang tidak memiliki tanah dikenakan pajak kepala (Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 213).

Pelaksanaan sistem sewa tanah tersebut dianggap memiliki banyak kelemahan sehingga gagal diterapkan di Indonesia. Menurut Tim Kemdikbud (2017, hlm. 214) beberapa penyebab kegagalan pelaksanaan sistem sewa tanah adalah sebagai berikut.


Sulit menentukan besar kecil pajak bagi pemilik tanah karena tidak semua rakyat memiliki tanah yang sama.

Sulit menentukan luas dan tingkat kesuburan tanah petani.

Keterbatasan jumlah pegawai.

Masyarakat desa belum mengenal sistem uang.

Sistem sewa tanah diberlakukan terhadap daerah-daerah di Pulau Jawa, kecuali daerah-daerah Batavia dan Parahyangan. Daerah-daerah Batavia umumnya telah menjadi milik swasta dan daerah-daerah Parahyangan merupakan daerah wajib tanaman kopi yang memberikan keuntungan besar kepada pemerintah.


Pengaruh Sistem Tanam Paksa

Pada tahun 1830,Johannes van den Bosch menerapkan sistem tanam paksa (cultuur stelsel). Kebijakan ini diberlakukan karena Belanda menghadapi kesulitan keuangan akibat perang Jawa atau Perang Diponegoro (1825-1830) dan Perang Belgia (1830- 1831).


Ketentuan kebijakan tanam paksa yang diberlakukan pemerintah Hindia Belanda sangat memberatkan masyarakat Indonesia. Apalagi, pelaksanaannya penuh dengan penyelewengan sehingga semakin menambah penderitaan rakyat Indonesia.


Sistem Tanam Paksa

Praktik-praktik penekanan dan pemaksaan terhadap rakyat tersebut antara lain sebagai berikut.


Menurut ketentuan, tanah yang digunakan untuk tanaman wajib hanya 1/5 dari tanah yang dimiliki rakyat. Namun kenyataannya, selalu lebih bahkan sampai ½ bagian dari tanah yang dimiliki rakyat.

Kelebihan hasil panen tanaman wajib tidak pernah dibayarkan.

Waktu untuk kerja wajib melebihi dari 66 hari, dan tanpa imbalan yang memadai.

Tanah yang digunakan untuk tanaman wajib tetap dikenakan pajak.

Korban Tanam Paksa

Penderitaan rakyat Indonesia akibat kebijakan Tanam Paksa ini dapat dilihat dari jumlah angka kematian rakyat Indonesia yang tinggi akibat kelaparan dan penyakit kekurangan gizi.


Pada tahun 1848-1850, karena paceklik, 9/10 penduduk Grobogan, Jawa Tengah mati kelaparan. Dari jumlah penduduk yang semula 89.000 orang, yang dapat bertahan hanya 9.000 orang.

Penduduk Demak yang semula berjumlah 336.000 orang hanya tersisa sebanyak 120.000 orang.

Data ini belum termasuk data penduduk di daerah lain, yang menunjukkan betapa mengerikannya masa penjajahan saat itu. Tentu saja, tingginya kematian tersebut bukan semata-mata disebabkan sistem Tanam Paksa, melainkan akumulasi dari berbagai hal lainnya dari pengaruh penjajahan pula.


Sistem ini membuat banyak pihak bersimpati dan mengecam praktik Tanam Paksa. Kecaman tidak hanya datang dari bangsa Indonesia, tetapi juga orang-orang Belanda. Mereka menuntut agar Tanam Paksa dihapuskan.


Kecaman dari berbagai pihak tersebut membuahkan hasil dengan dihapusnya sistem Tanam Paksa pada tahun 1870. Orang-orang Belanda yang menentang adanya Tanam Paksa tersebut di antaranya Baron van Hoevel, E.F.E. Douwes Dekker (Multatuli), dan L. Vitalis.


Pada tahun 1870, keluar Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) yang mengatur tentang prinsip-prinsip politik tanah di negeri jajahan yang menegaskan bahwa pihak swasta dapat menyewa tanah, baik tanah pemerintah maupun tanah penduduk.


Pada tahun yang sama juga (1870) keluar Undang-undang Gula (Suiker Wet), yang berisi larangan mengangkut tebu keluar dari Indonesia. Tebu harus diproses di Indonesia. Pabrik gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap dan diambil alih oleh pihak swasta.


Melalui UU Gula, perusahaan-perusahaan swasta Eropa mulai berinvestasi di Hindia-Belanda di bidang perkebunan. Sejak UU Agraria dan UU Gula dikeluarkan, pihak swasta semakin banyak memasuki tanah jajahan di Indonesia.


Mereka memainkan peranan penting dalam mengeksploitasi tanah jajahan. Tanah jajahan di Indonesia berfungsi sebagai tempat untuk mendapatkan bahan mentah, penanaman modal asing, tempat pemasaran barang-barang hasil industri dari Eropa, serta penyedia tenaga kerja yang murah.


Perlawanan terhadap Kolonialisme dan Imperialisme

Selama masa penjajahan, rakyat Nusantara secara aktif mencoba menentang dan mengusir penjajah. Meskipun sering kali mengalami kegagalan, berbagai perlawanan ini muncul terus-menerus, baik kepada Portugis, persekutuan dagang VOC, maupun pemerintah Hindia Belanda.


Menurut Tim Kemdikbud (2017, hlm. 217) beberapa bentuk perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialisme di Indonesia adalah sebagai berikut.


Perlawanan terhadap Persekutuan Dagang

Sultan Baabullah Mengusir Portugis

Pada tahun 1575, Kerajaan Tidore dibawah pimpinan Sultan Baabullah bersama dengan rakyat Maluku berhasil mengusir Portugis berhasil diusir dari Ternate. Selanjutnya, Portugis melarikan diri dan menetap di Ambon. Pada tahun 1605, Portugis berhasil diusir oleh VOC dari Ambon. Portugis kemudian menyingkir ke Timor Timur/Timor Leste dan melakukan kolonisasi di tempat itu.

Perlawanan Aceh

Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1639), armada Aceh telah disiapkan untuk menyerang kedudukan Portugis di Malaka. Saat itu, Aceh telah memiliki armada laut yang mampu mengangkut 800 prajurit. Pada tahun 1629, Aceh mencoba menaklukkan Portugis, tetapi penyerangan yang dilakukan Aceh ini belum berhasil mendapat kemenangan. Meskipun demikian, Aceh masih tetap berdiri sebagai kerajaan yang merdeka.

Ketangguhan “Ayam Jantan dari Timur”

Suatu ketika, Kerajaan Gowa yang dipimpin Sultan Hasanuddin atau yang dijuluki “Ayam Jantan dari Timur” oleh Belanda, berselisih paham dengan kerajaan Bone (Arung Palaka). Hal ini dimanfaatkan VOC dengan mengadu domba kedua kerajaan tersebut. VOC memberikan dukungan, sehingga Bone menang saat perang dengan Gowa tahun 1666. Sultan Hassanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667. Perjanjian Bongaya telah memangkas kekuasaan Kerajaan Gowa sebagai kerajaan terkuat di Sulawesi. Tinggal kerajaan-kerajaan kecil, yang sulit melakukan perlawanan terhadap VOC.

Serangan Mataram terhadap VOC

Perselisihan antara Mataram dan Belanda terjadi karena nafsu monopoli Belanda. Raja Mataram Sultan Agung segera mempersiapkan penyerangan terhadap kedudukan VOC di Batavia. Serangan pertama dilakukan pada tahun 1628. Pasukan Mataram dipimpin Tumenggung Baurekso, yang tiba di Batavia tanggal 22 Agustus 1628. Serangan pertama yang dilakukan oleh Mataram gagal sehingga terpaksa pasukan ditarik kembali ke Mataram tanggal 3 Desember 1628. Serangan kedua dimulai pada tanggal 1 Agustus dan berakhir 1 Oktober 1629. Namun, serangan kedua ini pun gagal, karena faktor kelemahan yang sama seperti pada serangan pertama.

Perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda

Perlawanan terhadap pemerintah Hindia Belanda terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Abad XIX merupakan puncak perlawanan rakyat Indonesia di berbagai daerah menentang Pemerintah Hindia Belanda. Menurut Tim Kemdikbud (2017, hlm. 222) berikut adalah proses perlawanan rakyat Indonesia terhadap pemerintah Hindia Belanda pada abad XIX.


Perang Saparua di Ambon

Pattimura memimpin perlawanan di Saparua dan berhasil merebut benteng Belanda serta membunuh Residen van den Berg. Dalam perlawanan tersebut, turut serta pula seorang pahlawan wanita bernama Christina Martha Tiahahu yang merupakan putri tunggal dari Paulus Tiahahu, teman dari Kapten Pattimura.


Perang Paderi di Sumatra Barat (1821-1838)

Perlawanan kaum Padri dengan sasaran utama Belanda meletus tahun 1821. Kaum Padri dipimpin Tuanku Imam Bonjol (M Syahab), Tuanku nan Cerdik, Tuanku Tambusai, dan Tuanku nan Alahan. Perlawanan kaum Padri berhasil membuat Belanda terpojok. Di saat yang sama, Belanda juga sedang menghadapi perlawanan Pangeran Diponegoro (1825-1830).


Belanda sadar apabila pertempuran dilanjutkan, Belanda akan kalah. Belanda pun mengajak kaum Padri berdamai, yang diwujudkan di Bonjol tanggal 15 November 1825. Selanjutnya, Belanda berkonsentrasi ke Perang Diponegoro dan berhasil memadamkan perlawanan Diponegoro.


Namun, setelah itu, Belanda kembali melakukan penyerangan terhadap Padri dan pada akhirnya berhasil membuat kekuasaan Belanda di Minangkabau semakin besar.


Perang Diponegoro (1825-1830)

Perang Diponegoro merupakan salah satu perang besar yang dihadapi Belanda. Perlawanan Pangeran Diponegoro tidak lepas dari kegelisahan dan penderitaan rakyat akibat penindasan yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda.


Campur tangan pemerintah Hindia Belanda dalam urusan Keraton Yogyakarta merupakan salah satu penyebab kegelisahan rakyat. Pajak-pajak yang diterapkan pemerintah Hindia Belanda dan kebijakan ekonomi lainnya menjadi sumber penderitaan rakyat, yang ikut juga melatarbelakangi Perang Diponegoro.


Perang Aceh

Traktat London tahun 1871 menyebut Belanda menyerahkan Sri Lanka kepada Inggris, dan Belanda mendapat hak atas Aceh. Berdasarkan traktat tersebut, Belanda mempunyai alasan untuk menyerang istana Aceh.


Saat itu, Aceh masih merupakan negara merdeka. Belanda melakukan penyerangan hingga membakar Masjid Baiturrahman yang menjadi benteng pertahanan Aceh 5 April 1873. Semangat perang membela agama Islam menggerakkan perlawanan rakyat Aceh. Jendral besar Belanda, yakni Kohler terbunuh saat pertempuran di depan Masjid Baiturrahman, Banda Aceh.


Kohler meninggal dekat dengan pohon yang sekarang diberi nama Pohon Kohler. Siasat konsentrasi stelsel dengan sistem bertahan dalam benteng besar oleh Belanda tidak berhasil. Belanda semakin terdesak, korban semakin besar, dan keuangan terus terkuras.


Belanda sama sekali tidak mampu menghadapi secara fisik perlawanan rakyat Aceh. Menyadari hal tersebut, Belanda mengutus Dr. Snouck Hurgronje yang memakai nama samaran Abdul Gafar. Sebagai seorang ahli bahasa, sejarah, dan sosial Islam, ia dimintai masukan atau rekomendasi tentang cara-cara mengalahkan rakyat Aceh.


Taktik yang paling mujarab adalah dengan mengadu domba antara golongan Uleebalang (bangsawan) dan kaum ulama. Belanda menjanjikan kedudukan pada Uleebalang yang bersedia damai. Taktik ini berhasil, banyak Uleebalang yang tertarik pada tawaran Belanda.


Belanda memberikan tawaran kedudukan kepada para Uleebalang apabila kaum ulama dapat dikalahkan. Sejak tahun 1898, kedudukan Aceh semakin terdesak. Banyak pahlawan-pahlawan Aceh yang gugur dalam peperangan melawan Belanda.


Teuku Umar gugur dalam pertempuran di Meulaboh pada 1899. Sultan Aceh Mohammad Daudsyah ditawan pada tahun 1903 dan diasingkan hingga meninggal di Batavia. Panglima Polem Mohammad Daud juga menyerah pada tahun 1903. Cut Nyak Dien, tokoh pemimpin perempuan, ditangkap tahun 1906, kemudian diasingkan ke Sumedang.


Pahlawan perempuan Cut Meutia gugur pada tahun 1910. Perlawanan Aceh pun terus menyusut. Hingga tahun 1917, Belanda masih melakukan pengejaran terhadap sisa-sisa perlawanan Aceh. Belanda mengumumkan berakhirnya Perang Aceh pada tahun 1904. Padahal, perlawanan seporadis rakyat Aceh masih berlangsung hingga tahun 1930an.


Perlawanan Sisingamangaraja, Sumatra Utara

Perlawanan terhadap Belanda di Sumatra Utara dilakukan oleh Sisingamangaraja XII. Perjuangan perlawanan ini disebut juga denganPerang Batak, dan berlangsung selama 29 tahun. Pertempuran diawali dari Bahal Batu, yang menjadi pusat pertahanan Belanda tahun 1877.


Untuk menghadapi Perang Batak, Belanda menarik pasukan dari Aceh. Pasukan Sisingamangaraja dapat dikalahkan setelah Kapten Christoffel berhasil mengepung benteng terakhir Sisingamangaraja di Pakpak. Kedua putra beliau Patuan Nagari dan Patuan Anggi ikut gugur, sehingga seluruh Tapanuli dapat dikuasai Belanda.


Perang Banjar

Perang Banjar berawal ketika Belanda campur tangan dalam urusan pergantian raja di Kerajaan Banjarmasin. Belanda memberi dukungan kepada Pangeran Tamjidillah yang tidak disukai rakyat.


Perlawanan dilakukan oleh Prabu Anom dan Pangeran Hidayat. Pada tahun 1859, Pangeran Antasari memimpin perlawanan setelah Prabu Anom ditangkap Belanda. Pasukan Pangeran Antasari dapat didesak. Pada tahun 1862, Pangeran Hidayat menyerah, dan berakhirlah perlawanan Banjar di Pulau Kalimantan. Perlawanan benar-benar dapat dipadamkan pada tahun 1905


Perang Jagaraga di Bali

Perang Jagaraga berawal ketika Belanda dan Kerajaan di Bali bersengketa tentang hak tawan karang. Hak tawan karang menyatakan bahwa setiap kapal yang kandas di perairan Bali menjadi hak penguasa di daerah tersebut. Pemerintah Belanda memprotes raja Buleleng yang menyita 2 (dua) kapal milik Belanda. Raja Buleleng tidak menerima tuntutan Belanda untuk mengembalikan kedua kapalnya.


Persengketaan ini menyebabkan Belanda melakukan serangan terhadap Kerajaan Buleleng pada tahun 1846. Belanda berhasil menguasai Kerajaan Buleleng, sementara Raja Buleleng menyingkir ke Jagaraga dibantu oleh Kerajaan Karangasem.


Setelah berhasil merebut Benteng Jagaraga, Belanda melanjutkan ekspedisi militer tahun 1849. Dua kerajaan Bali, yaitu Gianyar dan Klungkung menjadi sasaran Belanda pada tahun 1906. seluruh kerajaan di Bali pun jatuh ke pihak Belanda setelah rakyat melakukan perang habis-habisan sampai mati, yang dikenal dengan perang puputan jagaraga.

Kedatangan Bangsa-Bangsa Barat ke Indonesia

 I. Pendahuluan

Pada bab ini, kita akan memahami tujuan dan kepentingan dari pembelajaran tentang kedatangan bangsa-bangsa Barat ke Indonesia. Ini akan memberikan landasan yang kuat untuk memahami konteks sejarah global pada saat itu.


II. Bangsa-Bangsa Barat yang Datang ke Indonesia

Di bab ini, kita akan menjelajahi berbagai bangsa Barat yang berinteraksi dengan Indonesia:


Portugis: Penjelajahan awal mereka dan hubungan perdagangan dengan Indonesia, khususnya di Maluku.

Spanyol: Pengaruh mereka di Filipina dan bagaimana itu terkait dengan Indonesia.

Belanda: Penjajahan dan eksploitasi rempah-rempah, serta kolonialisasi yang berdampak besar.

Inggris: Peran mereka di India dan hubungannya dengan Indonesia.

III. Motivasi Kedatangan Bangsa-Bangsa Barat

Pada bagian ini, kita akan membahas mengapa bangsa Barat datang ke Indonesia:


Perdagangan: Penjelajahan untuk mencari jalur perdagangan baru dan sumber daya alam.

Agama: Penyebaran agama Kristen dan tujuan misionaris.

Eksplorasi: Keingintahuan ilmiah dan eksplorasi geografis.

IV. Rempah-Rempah dan Perdagangan

Di bab ini, kita akan menjelaskan pentingnya rempah-rempah dalam perdagangan dunia dan bagaimana Indonesia menjadi pusat perdagangan rempah-rempah. Ini akan mencakup:


Peran rempah-rempah dalam perdagangan global.

Daya tarik Indonesia sebagai sumber rempah-rempah.

Dampak ekonomi dan perubahan sosial akibat perdagangan rempah-rempah.

V. Kolonialisme dan Penjajahan

Pada bagian ini, kita akan membahas periode penjajahan dan kolonialisasi oleh bangsa Belanda serta dampaknya:


Proses kolonisasi dan pengendalian Belanda atas Indonesia.

Dampak sosial, ekonomi, dan politik penjajahan pada masyarakat Indonesia.

Perlawanan dan pemberontakan yang muncul terhadap penjajahan Barat.

VI. Interaksi Budaya dan Agama

Bab ini akan membahas pertukaran budaya dan agama antara bangsa Barat dan masyarakat Indonesia:


Pengaruh budaya, bahasa, dan agama yang diperkenalkan oleh bangsa Barat.

Adaptasi dan perubahan dalam budaya dan agama masyarakat Indonesia.

VII. Dampak Jangka Panjang

Di sini, kita akan mengevaluasi dampak jangka panjang kedatangan bangsa Barat:


Evaluasi dampak positif dan negatif dari interaksi dengan bangsa Barat.

Perbandingan dampak sosial, ekonomi, dan politik dari perspektif berbeda.

VIII. Pembelajaran dari Sejarah

Bab ini akan merangkum pelajaran yang dapat diambil dari kedatangan bangsa Barat ke Indonesia:


Bagaimana pengalaman sejarah ini memberikan wawasan tentang hubungan antarbangsa dan globalisasi.

Relevansi pemahaman sejarah dalam konteks modern.

IX. Penutup

Pada bab terakhir, kita akan merangkum kembali inti dari materi ajar ini dan mengajak peserta untuk mengapresiasi warisan sejarah Indonesia dan dampaknya dalam membentuk identitas nasional.


X. Referensi dan Sumber Bacaan

Daftar pustaka yang mencakup buku, artikel, dan sumber-sumber lain yang dapat dijadikan bahan bacaan tambahan untuk lebih mendalami topik ini.


Dengan materi ajar ini, peserta akan memahami secara lebih rinci tentang kedatangan bangsa-bangsa Barat ke Indonesia, termasuk motivasi mereka, dampaknya terhadap masyarakat dan budaya, serta pelajaran yang dapat diambil dari pengalaman sejarah ini. Materi ini dapat disesuaikan dengan tingkat pengetahuan dan kebutuhan peserta dalam rangka mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang peristiwa sejarah yang signifikan ini.





Penguatan Ekonomi dan Agrikultur di Indonesia


Penguatan Ekonomi dan Agrikultur di Indonesia Kelas 8 SMP/MTs

Penguatan Ekonomi Maritim

Untuk mendukung ketersediaan komoditas perdagangan antarnegara/internasional perlu upaya peningkatan ekonomi maritim. Sebab, sektor ini merupakan unggulan yang dimiliki Indonesia.

Potensi Ekonomi Maritim Indonesia

Ekonomi kelautan (marine economy) merupakan kegiatan ekonomi yang dilakukan di wilayah pesisir dan lautan serta di darat yang menggunakan sumber daya alam (SDA) dan jasa-jasa lingkungan kelautan untuk menghasilkan barang dan jasa.

Ekonomi maritim (maritime economy) merupakan kegiatan ekonomi yang mencakup transportasi laut, industri galangan kapal dan perawatannya, pembangunan dan pengoperasian pelabuhan beserta industri dan jasa terkait.

Salah satu contoh kekayaan bawah laut negara kita adalah rumput laut. Rumput laut merupakan kekayaan sekaligus keindahan bawah laut untuk menarik wisatawan, baik asing maupun lokal.

Beberapa daerah memiliki keindahan bawah laut yang sudah sangat mendunia dan menjadi spot menyelam yang wajib dikunjungi para penyelam (divers), seperti:

  1. Bunaken
  2. Raja Ampat
  3. Labuan Bajo
  4. Wakatobi

Kondisi Ekonomi Maritim di Indonesia

Pembangunan di bidang kelautan diarahkan untuk mencapai empat tujuan, yakni:

  1. Pertumbuhan ekonomi tinggi secara berkelanjutan.
  2. Peningkatan kesejahteraan seluruh pelaku usaha, khususnya para nelayan, pembudidaya ikan, dan masyarakat kelautan lainnya yang berskala kecil.
  3. Terpeliharanya kelestarian lingkungan dan sumber daya kelautan.
  4. Menjadikan laut sebagai pemersatu dan tegaknya kedaulatan bangsa.

Kondisi ekonomi maritim di Indonesia, dilihat dari:

  1. Sektor Pelayaran
  2. Sektor Perikanan
  3. Sektor Pariwisata Bahari

Strategi dan Kebijakan Pengembangan Ekonomi Maritim di Indonesia

Strategi dan kebijakan pengembangan ekonomi maritim di Indonesia mengalami kemajuan yang ditandai dengan perubahan paradigma pembangunan nasional, dari pembangunan berbasis daratan (land-based development) menjadi pembangunan berbasis kelautan (ocean-based development).

Hal ini akan memacu berbagai produk kebijakan publik, infrastruktur, dan sumber daya finansial yang terintegrasi menunjang pembangunan kelautan.

Bentuk kebijakan lain di bidang ekonomi maritim adalah dalam menyambut ASEAN Connectivity, Indonesia menyiapkan lima pelabuhan besar. Lima pelabuhan yang dimaksud adalah:

  1. Pelabuhan Belawan di Sumatra Utara
  2. Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta
  3. Pelabuhan di Surabaya
  4. Pelabuhan di Makassar
  5. Pelabuhan di Kalimantan 

Penguatan Agrikultur di Indonesia

Pengertian

Agrikultur adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, sumber energi, atau untuk mengelola lingkungan hidupnya.

Ekonomi agrikultur adalah upaya peningkatan perekonomian dengan memberdayakan sektor pertanian.

Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam agrikultur biasa dipahami orang sebagai budidaya tanaman, bercocok tanam, atau pembesaran hewan ternak.

Potensi Agrikultur di Indonesia

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang banyak untuk produk pertanian. Di bidang tanaman pangan, Indonesia memiliki tanaman unggul, seperti:

  • padi
  • kedelai
  • kacang tanah
  • ubi kayu
  • dll

Sektor pertanian menyerap 35.9% dari total angkatan kerja di Indonesia dan menyumbang 14.7% bagi pendapatan nasional Indonesia (BPS: 2012).

Peran Agrikultur di Indonesia

Pembangunan agrikultur atau pertanian di Indonesia mempunyai peranan penting, antara lain:

  • potensi sumber daya alam yang besar dan beragam
  • pangsa terhadap pendapatan nasional yang cukup besar
  • besarnya pangsa terhadap ekspor nasional
  • besarnya penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini
  • perannya dalam penyediaan pangan masyarakat dan menjadi basis pertumbuhan di pedesaan

Hambatan Pengembangan Agrikultur di Indonesia

Pengembangan di bidang agrikultur di Indonesia mempunyai beberapa hambatan, antara lain sebagai berikut:

  1. Skala usaha pertanian pada umumnya relatif kecil;
  2. Modal terbatas;
  3. Penggunaan teknologi masih sederhana;
  4. Sangat dipengaruhi musim;
  5. Pada umumnya berusaha dengan tenaga kerja keluarga;
  6. Akses terhadap kredit, teknologi, dan pasar rendah;
  7. Pasar hasil pertanian sebagian besar dikuasai oleh pedagang-pedagang besar sehingga akan merugikan petani;
  8. Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian;
  9. Kurangnya penyediaan benih yang bermutu bagi petani.

Beberapa strategi yang dapat dilakukan pemerintah dalam mengembangkan agrikultur di Indonesia antara lain:

  1. Ekofarming
  2. Distribusi Pupuk Secara Merata
  3. Perbaikan Irigasi