P November 2013 ~ Mas Yudi ..!!!
Assalamu'alaikum ..... Selamat Datang di Blog Anak Desa ...

Beranda

Kamis, 21 November 2013

Upaya Membantu Siswa/ Siswi Mengatasi Masalah Belajar

Upaya Membantu Siswa/ Siswi Mengatasi Masalah Belajar

Para  ahli  telah  mengajukan  langkah-langkah  yang ditempuh  untuk melaksanakan pemecahan  masalah  belajar. Ross  dan  Stanley  (dalam depdikbud,1985:38)  menyatakan bahwa  tahapan  dalam pemecahan  masalah  belajar sebagai berikut:  (1) who are the pupils  having  trouble?(2)where are  the errors located?(3) why do the errors  located?(4) what  remidies are suggested ?(5) how can errors  be  pre­vented? Sedangkan Burton (dalam Depdikbud, 1985:38) menya­takan langkah-langkah pemecahan masalah belajar  meliputi: (1) general diagnosis, (2)Analytic diagnosis,(3) Psycolog­ical diagnosis.
Setelah  ditemukan siswa  atau  individu  yang diduga  mengalami  kesulitan belajar,  maka   selanjutnya adalah  melakukan  diagnosa yaitu upaya  untuk menentukan letak  dan jenis kesulitan serta latar belakangnya.  Untuk itu  di bawah ini secara berturut-turut akan dibahas  per­tanyaan  sbb : (a) Dalam mata pelajaran manakah  kesulitan itu terjadi? (b) Pada kawasan tujuan belajar yang  manakan kesulitan itu terjadi?(3) Pada bagian ruang lingkup  bahan yang manakah kesulitan itu terjadi? Apa yang  melatarbela­kangi terjadinya kesulitan itu.
Sebenarnya  tidaklah terlalu sukar untuk menjawab  per­tanyaan,  apakah  kesulitan itu terjadi  pada  beberapa atau  hanya salah satu mata pelajaran tertentu.  Dengan jalan membandingkan angka nilai prestasi tiap  individu yang  bersangkutan  dari semua mata  pelajaran  dengan nilai rata-rata dari setiap mata pelajaran, maka dengan mudah dapat ditemukan pada mata pelajaran  manakah siswa mengalami kesulitan. sebagai berikut:
Penetapan  tehnik  yang  akan  ditempuh  disesuaikan dengan jenis, sifat dan latar belakang kesulitan, misalnya ;  a) Jika berlatarbelakang pada  masalah-masalah pribadi seperti konflik, rendah diri, kurang kepercayaan pada diri sendiri, maka diberi bantuan konseling, b) Jika berlatar   belakang karena gangguan mental atau  gangguan  kesehatan  fisik,  bantuannya  ialah  dengan   melimpahkan kepada petugas yang berwenang, c) Jika berlatar  belakang  sosial  dapat  diberi  pendekatan dengan  group  guidance (bimbingan kelompok) serta penempatan pada kelompok-kelom­pok  tertentu dan sebagainya, d) Jika masalah yang  timbul karena  proses belajar mengajar  maka diberi bantuan  bim­bingan belajar.
 Jika terdapat kasus kesulitan belajar seperti tersebut di atas, maka hendaknya (1) menarik kesimpulan umum; (2) membuat perkiraan, apakah masalah itu mungkin untuk diatasi, dan; (3) memberikan saran tentang kemungkinan cara mengatasinya.
Untuk Kasus Kelompok
Jika mayoritas siswa nilai prestasinya tidak dapat mencapai batas lulus (minimum acceptable performance), kita dapat menyimpulkan bahwa kelas yang bersangkutan patut diduga sebagai kelas yang mengalami kesulitan belajar. Begitu juga dengan kelas yang bernilai prestasi kelas di bawah kelas yang setaraf, kelas ini juga patut diduga sebagai kelas yang mengalami kesulitan belajar.
Jika fakta di atas ternyata terjadi pada banyak bidang studi, dapat diduga bahwa letak kelemahannya bersifat integral (menyeluruh) yang menyangkut keseluruhan aspek kurikulum dan system pengajaran di kelas atau sekolah yang bersangkutan, tetapi kalau kasus tersebut hanya terjadi pada bidang studi tertentu maka kelemahannya dapat dilokalisasikan pada sistem instruksional khusus yang digunakan oleh guru bidang studi.
Estimasi (perkiraan) dan saran kemungkinan cara mengatasi kasus di atas dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mendefinisikan jenis dan sumber penyebab masalahnya dan karakteristik berat atau ringannya masalah. Pada kasus kelompok penyebab masalah dapat dikatakan dari luar diri diri siswa karena yang mengalami kesulitan hampir semua siswa dalam satu kelas, sedangkan karakteristik masalahnya sangat mungkin diatasi, berdasarkan gejala-gejala khas yang berkaitan dengan kelompok.
Jika kelemahannya bersumber dari kurikulum, maka kemungkinan cara mengatasi adalah dengan program pengajaran khusus (pengayaan). Jika kelemahannya bersumber dari sistem evaluasi, maka kemungkinan cara mengatasinya dengan pengembangan sistem penilaian yang memotivasi siswa. Sedangkan jika kelemahan terdapat pada faktor kondisional, kemungkinan dapat diatasi dengan melengkapi buku, laboratorium, dan sarana-prasarana belajar lainnya.
Untuk Kasus Individu
Jika ternyata hanya sebagaian kecil dari siswa (sekitar 5-25%) yang angka prestasinya tidak mencukup batas lulus dan atau lebih kecil dari rata-rata nilai prestasi kelas, kita dapat menyimpulkan bahwa letak kelemahan bersifat individual. Permasalahan dapat disimpulkan lebih lanjut sebagai berikut.
  1. Bersifat menyeluruh, jika ternyata kelemahannya terjadi pada seluruh atau sebagaian besar bidang studi yang diikutinya.
  2. Bersifat segmental atau sektoral, jika ternyata kelemahannya terjadi pada sebagaian bidang studi yang diikutinya.
  3. Bersifat personal, jika ternyata kelemahan itu bukan dalam segi prestasi studi tetapi segi proses atau penyesuaian dirinya.
Sedangkan sumber dan faktor penyebabnya dapat berupa faktor individu siswa yang bersangkutan. Misalnya sifat sukar mengubah diri dengan pola-pola kebiasaan belajar yang lebih sesuai, sikap menyepelekan sistem penilaian partisipasi, dan belum menguasai pengetahuan dasar. Faktor dari luar diri siswa juga dapat berpengaruh pada hal ini, contohnya hampir sama pada kasus kelompok yang sebelumnya telah dijelaskan.
Untuk mengatasi kasus individu ini, sebelumnya harus kita bedakan dahulu, mana yang lebih muda diatasi dan mana yang lebih sulit. Jika faktor yang lebih berpengaruh adalah faktor hereditas atau genetik, maka usaha penyembuhan secara metodologis sangat kecil kemungkinannya untuk berhasil. Siswa semacam ini dapat dibantu dengan penyaluran atau penjurusan program pendidikan tertentu yang sesuai dengan kemampuannya. Jika kelemahan itu bersumber dari aspek individual lainnya, seperti kebiasaan belajar, minat dan lingkungan, maka penyembuhan secara metodologis dapat diterapkan meskipun hasilnya baru dapat dilihat dalam waktu yang relatif lama.
Beberapa alternatif yang dapat dilakukan dalam membantu masalah belajar  siswa yaitu : Remidial  teaching  atau pengajaran perbaikan, kegiatan pengayaan, peningkatan motivasi belajar, peningkatan ketrampilan belajar, pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang baik (Kartadinata, 1999; 75-79).
Di bawah ini diuraikan beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam membantu siswa yang mengalami masalah belajar.
Pengajaran Perbaikan
Pengajaran perbaikan merupakan bentuk khusus pengajaran yang bermaksud untuk menyembuhkan, membetulkan atau membuat menjadi baik. pengajaran perbaikan dapat dilakukan kepada seorang atau sekelompok siswa yang menghadapi masalah belajar dengan maksud untuk memperbaiki kesalahan dalam proses dan hasil belajar mereka. Pengajaran perbaikan sifatnya lebih khusus, karena bahan, metode, dan pelaksanaannya disesuaikan dengan jenis, sifat dan latar belakang masalah yang dihadapi siswa.   Wujud dari pengajaran perbaikan dapat berupa; pengajaran ulang baik sebagian maupun keseluruhan suatu unit, pemecahan masalah sosial, emosional maupun psikologis siswa.
Kegiatan pengayaan
Kegiatan pengayaan merupakan suatu bentuk layanan yang diberikan kepada seorang atau beberapa siswa yang sangat cepat dalam belajar. layanan ini dapat berupa tugas-tugas tambahan yang terencana untuk menambah atau memperluas pengetahuan dan ketrampilan yang telah dimiliki. Siswa yang cepat belajar hamper selalu dapat mengerjakan tugas-tugas lebih cepat dibandingkan dengan teman-temannya dalam waktu yang telah ditetapkan.
Peningkatan motivasi belajar
Prosedur yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar adalah sebagai berikut:
  1. Memperjelas tujuan-tujuan belajar. Melalui peneguhan tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang yang akan dicapai, akan mendorong siswa giat belajar.
  2. Menciptakan suasana pembelajaran yang menantang, merangsang dan menyenangkan.
  3. Memberi hadiah (penguatan) baik secara verbal dan non verbal.
  4. Memberikan hukuman (hukuman yang bersifat membimbing, yaitu yang menimbulkan efek peningkatan perilaku kearah yang lebih baik).
  5. Menciptakan interaksi yang hangat dan dinamis antara guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa.
  6. Menghindari suasana yang mengancam dan menimbulkan tekanan-tekanan seperti suasana yang menakutkan, mengecewakan, membingungkan dan menjengkelkan.
  7. Melengkapi sumber dan peralatan belajar.
  8. Peningkatan ketrampilan belajar
Ketrampilan belajar sangat dibutuhkan siswa untuk dapat mencapai hasil belajar yang optimal.  Untuk meningkatkan ketrampilan belajar siswa dapat dilakukan dengan cara memberikan informasi dan pelatihan ketrampilan belajar. Materi pelatihan ketrampilan belajar dapat  meliputi: cara membuat catatan yang baik, cara menhadapi ujian, cara membuat ringkasan, cara menghafal materi pelajaran dan sebagainya.
Pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang baik
Sikap dan kebiasaan yang baik tidak tumbuh secara kebetulan, melainkan perlu ditumbuhkan melalui bantuan yang terencana, terutama oleh guru-guru dan orang tua siswa. untuk itu siswa hendaknya dibantu dalam hal;
  1. menemukan motif-motif yang tepat dalam belajar
  2. memelihara kondisi kesehatan yang baik
  3. mengatur waktu belajar baik di sekolah maupun di luar sekolah
  4. memilih tempat belajar yang baik
  5. belajar dengan menggunakan berbagai sumber belajar
  6. membaca dengan cara yang baik
  7. tak segan-segan bertanya untuk hal-hal yang belum diketahui.

CARA MENENTUKAN SISWA YANG MENGALAMI MASALAH BELAJAR



CARA MENENTUKAN SISWA YANG MENGALAMI MASALAH BELAJAR


  1. Definisi Masalah Belajar
Masalah adalah ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang melihat sebagai tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan adapula yang mengartikannya sebagai suatu hal yang tidak mengenakan. Prayitno (1985) mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya, menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau perlu dihilangkan. Sedangkan menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian belajar dapat didefinisikan “Belajar ialah sesuatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
“Belajar adalah dengan mengalami; dan dalam mengalami itu si pelajar mempergunakan panca indranya.” ( Cronbach, 1954: 47 ).

Menurut ( Spears, Harold, 1955: 94 ) “Learning is to observe,to read, to imitate,to try something themselves, to listen, to follow direction”. Senada dengan apa yang dikemukakan Cronbach di atas itu ialah pendapat McGeoh yang menyatakan bahwa “Learning is a change in performance as a result of practice (dalam Skinner, 1958: 109).”
Dari definisi masalah dan belajar maka masalah belajar dapat diartikan atau didefinisikan sebagai berikut :
“Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan”.
Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas.
Dalam interaksi belajar mengajar siswa merupakan kunci utama keberhasilan belajar selama proses belajar yang dilakukan. Proses belajar merupakan aktivitas psikis berkenaan dengan bahan belajar.
 2.  Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar
a. Faktor-faktor internal belajar
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis.
1) Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam. Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terha­dap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.
Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar, terutama panca indra. Panca indra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam proses belajar, pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat mengenal dunia luar.
2)Faktor psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Bebera­pa faktor psikologis yang utama memengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat.
-        Kecerdasan/inteligensi siswa
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampu­an psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh yang lain. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sendiri sebagai pengendali tertinggi (executive control) dari hampir seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menenentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi tingkat inteli­gensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat inteligensi individu, semakin sulit indivi­du itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru, orangtua, dan lain sebagainya. Sebagai faktor psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru atau guru profesional, sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasan siswanya.
Pemahaman tentang tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orangtua dan guru atau pihak-pihak yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater. Sehingga dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan yang mana, amat superior, superior, rata­rata, atau mungkin lemah mental. Informasi tentang taraf kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berhar­ga untuk memprediksi kemampuan belajar seseorang. ­Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan peserta didik akan membantu mengarahkan dan merencanakan bantuan yang akan diberikan kepada siswa.
Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendo­rong siswa inginn melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang. Dari sudut sumbernya, motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motiva­si intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena memba­ca tidak hanya menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah menjadi kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang lebih efektif, karena motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak tergan­tung pada motivasi dari luar (ekstrinsik).
Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk belajar antara lain adalah:
  1. Dorongan ingin tahu dan ingin menyelediki dunia yang lebih luas;
  2. Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;
  3. Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting, misal­kan orangtua, saudara, guru, atau teman-teman, dan lain sebagainya;
  4. Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengeta­huan yang berguna bagi dirinya, dan lain-lain.
Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru dan orangtua, dan lain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungan secara positif akan memengaruhi semangat belajar siswa menjadi lemah.
Minat
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003), minat bukanlah istilah yang populer dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi penga­ruh terhadap aktivitas belajar. Karena jika seseorang tidak memiliki minat untuk belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dipelajarinya.
Untuk membangkitkan minat belajar siswa tersebut, banyak cara yang bisa digunakan. Antara lain, pertama, dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa untuk mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.
Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat memeng­aruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Syah, 2003). Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang profesional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas, seorang guru akan berusaha membe­rikan yang terbaik bagi siswanya; berusaha mengembangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan pelajar­an yang diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkan siswa bahwa bidang srudi yang dipelajari bermanfaat bagi diri siswa.
Bakat
Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum, bakat(aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisi­kan bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemam­puan seseorang yang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.
Pada dasarnya, setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melaku­kan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah memiliki bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap segala informasi yang berhubung­an dengan bakat yang dimilikinya. Misalnya, siswa yang berbakat di bidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa lain selain bahasanya sendiri.
b. Faktor faktor eksternal
Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor internal, faktor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa. Dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa faktor faktor eksternal yang memengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
1) Lingkungan sosial
a.Lingkungan sosial masyarakat. 
Kondisi lingkungan masya­rakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengang­guran dan anak terlantar juga dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memer­lukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.
b.Lingkungan sosial keluarga. 
Orang tua yang memiliki keahlian dan keterampilan khusus dapat membantu mengajar seni, musik, atau computer. Orang tua juga dapat menjadi staf sukarela yang membantu dengan berperan sebagai tutor, mengusahakan transportasi untuk karya wisata dan mengawali anak pada kunjungan ke tempat-tempat khusus, dan dengan demikian meluaskan kesempatan yang dapat diberikan sekolah kepada anak berbakat (Munandar, Utami, 1999;97). Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
c.  Lingkungan sosial sekolah.
Seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memperhatikan dan memahami bakat yang dimili­ki oleh anaknya atau peserta didiknya, antara lain dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakat­nya.

2) Lingkungan nonsosial.
            Faktor faktor yang termasuk lingkung­an nonsosial adalah:
a.   Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupa­kan faktor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terhambat.
b.   Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapang­an olahraga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi, dan lain sebagainya.
Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembang­an siswa, begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus mengua­sai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.
3. Menentukan Siswa yang mengalami masalah belajar
Untuk menentukan atau melihat siswa yang mengalami masalah belajar menurut terminologi medis ada beberapa karakteristik sebagai berikut :
  1. Kurang perhatian, paling sedikit mencakup beberapa karakteristik
dibawah ini :
  1. Sering gagal menyelesaikan pekerjaan yang sudah dimulai
    1. Sering tampak seperti tidak mendengarkan
    2. Mudah bingung
    3. Masalah untuk memusatkan perhatian pada pekerjaan
sekolah atau tugas-tugas lain
2. Impulsif,  paling sedikit mencakup beberapa karakteristik dibawah
ini :
  1. masalah untuk mengikuti suatu aktifitas permainan
  2. sering bertindak sebelum berfikir
  3. mengubah-ubah aktifitas dari yang satu ke yang lain
  4. masalah untuk mengorganisasikan pekerjaan (bukan karena gangguan kognitif)
  5. memerlukan banyak pengawasan
  6. sering keluar kelas
  7. sulit menunggu giliran dalam permainan atau dalam situasi belajar kelompok3. Hiperaktifitas, paling sedikit mencakup beberapa karakteristik
dibawah ini :
  1. Berlari-lari dan memanjat-manjat secara berlebihan
  2. Gelisah secara berlebihan                                                                                                                   4. Menentukan dan Mengatasi Siswa yang mengalami masalah
Siswa yang mengalami masalh belajar biasanya menunjukan gejala-gejalayang mudah diamati oleh guru. Beberapa tanda adanya masalah belajar pada siswa, misalnya :
  1. Menunjukan prestasi yang rendah/ di bawah rata-rata prestasi yang      dicapai oleh kelompok kelas
  2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Ia berusaha belajar dengan keras tetapi nilainya selalu rendah
  3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar. Ia selalu tertinggal dari kawan-kawannya dalam segala hal, misalnya dalam mengerjakan soal, mengerjakan pekerjaan rumah, dan tugas-tugas lainnya.
  4. Menunjukan sifat yang kurang wajar seperti acuh tak acuh, berpura-pura, dusta, dll.
  5. Menunjukan tingkah laku yang berlainan, seperti : mudah tersinggung, murung, pemarah, bingung, cemberut, kurang gembira, selalu sedih.
Dari gejala-gejala yang nampak tersebut dapat disimpulkan bahwa kemungkinan besar siswa tersebut mengalami maslah belajar.
Mengatasi Siswa yang Mengalami Masalah Belajar
Siswa yang mengalami masalah belajar perlu mendapatkan bantuan agar masalahnya tidak berlarut-larut yang nantinya dapat mempengaruhi proses perkembangan siswa. Beberapa upaya yang dapat dilakukan guru adalah (a) pengajaran perbaikan, (b) kegiatan pengayaan, (c) peningkatan motivasi belajar, dan (d) pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang efektif.
  1. Pengajaran perbaikan
Pengajaran perbaikan merupakan suatu bentuk bantuan yang diberikan kepada seorang atau sekelompok siswa yang menghadapi masalah belajar dengan maksud memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam proses dan hasil belajar mereka. Dalam hal ini bentuk kesalahan yang paling pokok berupa kesalahan pengertian, dan tidak menguasai konsep-konsep dasar. Guru harus berupaya memperbaiki kesalahan-kesalahan tersebut, sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk mencapai hasil belajar yang optimal.
2. Kegiatan Pengayaan
Kegiatan pengayaan merupakan suatu bentuk layanan yang diberikan guru kepada seorang atau beberapa orang siswa yang sangat cepat dalam belajar. Mereka memerlukan tugas-tugas tambahan yang terencana untuk menambah, memperluas pengetahuan dan keterampilan yang telah dimilikinya dalam kegiatan belajar sebelumnya.
3. Peningkatan Motifasi Belajar
Salah satu bantuan yang dapat diberikan guru dalam mengatasi masalah belajar siswa adalah dengan memberikan motivasi belajar. Prosedur-prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1)   Memperjelas tujuan-tujuan belajar. Siswa .akan terdorong untuk lebih giat belajar apabila ia mengetahui tujuan–tujuan atau sasaran yang hendak dicapai
2)   Menyesuaikan pengajaran dengan bakat, kemampuan dan minat siswa
3)   Menciptakan suasana pembelajaran yang menantang, merangsang dan menyenangkan .
4)   Memberikan hadiah ( penguatan ) dan hukuman bila mana perlu.
5)   Menciptakan suasana hubungan yang hangat dan dinamis antara guru dan murid, serta antara murid dan murid.
6)   Melengkapi sumber dan peralatan belajar.
Guru memiliki tugas sebagai pemimpin dalam kegiatan belajar, ia berperan strategis dalam menghasilkan lulusan yang berprestasi, baik secara akademik maupun nonakademik. Dalam pelaksanaan tugas pembelajaran, guru tidak hanya berkewajiban menyajikan materi pelajaran dan mengevaluasi siswa, akan tetapi juga beranggung jawab terhadap pelaksanaan bimbingan belajar.
Sebagai pemimpin pembelajaran , guru harus memiliki fungsi sebagai motivator dan inovator, yakni seorang guru harus mampu membimbing dan memberi semangat kepada siswa agar dapat meraih sukses. ia harus mampu membesarkan hati peserta didik agar tidak mudah putus asa. Sebagai motivator berperan  menjadi pendorong agar peserta didik mau melakukan hal-hal baru (A.Z., Mulyana.2010: 201).
Oleh sebab itu, guru harus mengadakan pendekatan bukan saja melalui pendekatan intruksional, akan tetapi dibarengi dengan pendekatan yang bersifat pribadi (personal approach) dalam setiap proses belajar mengajar berlangsung. Dalam hal ini seorang guru yang kreatif yang memiliki sifat mudah bergaul, biasanya akan lebih mudah melakukan pendekatan kepada siswanya. Bukan hanya secara instruksional, akan tetapi juga secara pendekatan pribadi. Guru seakan menjadi teman bagi siswa sehingga fungsi guru bukan hanya sekedar pengajar di kelas, akan tetapi bisa bertukar pikiran atau mencurahakan kegelisahan (A.Z, Mulyono.2010:104).
Melalui pendekatan pribadi, guru akan secara langsung mengenal dan memahami siswa secara lebih mendalam sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang optimal. Dengan demikian,dapat disimpulkan bahwa setiap guru adalah sebagai pengajar sekaligus berperan sebagai pembimbing (motivatir dan inovator) dalam proses belajar mengajar. Abdillah(2008), mengemukakan bahwa sebagai pembimbing dalm proses belajar mengajar, seorang guru diharapkan mampu :
  1. Memberikan informasi yang diperlukan dalam proses belajar mengajar
  2. Membantu setiap siswa dalam mengatasi setiap masalah pribadi yang dihadapinya
  3. Mengevaluasi hasil setiap langkah kegiatan yang telah dilakukannya
  4. Memberiakn setiap kesempatan yang memadai agar setiap murid dapat belajar sesuai dengan karakteristik pribadinya
  5. Mengenal dan memahami setiap murid baik secara individual maupun secara kelompok.
Sebagai seorang pendidik, guru diharapkan dapat membimbing dan mendorong siswa auntuk mengatasi berbagai masalah belajar yang dialami siswa. Agar bimbingan belajar lebih terarah dalam upaya membantu siswa dalam mengatasi masalah belajar, maka perlu diperhatikan langkah-langkah berikut :
  1. Identifikasi
Identifikasi adalah suatu kegiatan yang diarahkan untuk menemukan siswa yang mengalami kesulitan belajar, yaitu mencari informasi tentang siswa dengan melakukan kegiatan berikut :
1)     Data dokumen hasil belajar siswa
2)     Menganalisis absensi siswa di dalam kelas
3)     Mengadakan wawancara dengan siswa
4)     Menyebar angket untuk memperoleh data tentang permasalahn belajar
5)     Tes untuk memperoleh dat tentang kesulitan belajar atau permasalahan yang sedang dihadapi
2. Diagnosis
Diagnosis adalah keputusan atau penentuan mengenai hasil dari pengolahan data tentang siswa yang mengalami kesulitan belajar dan jenis kesuliatn yang dialami siswa. Diagnosis ini dapat berupa hal-hal sebagai berikut :
1)     Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar siswa
2)     Keputusan mengenai faktor-faktor yang menjadi sumber sebab-sebab kesulitan belajar.
3)     Keputusan mengenai jenis mata pelajaran apa yang mengalami kesulitan belajar
Kegiatan diagnosis dapat dilakukan dengan cara :
a)     Membandingkan nilai prestasi individu untuk setiap mata pelajaran dengan rata-rata nilai seluruh individu.
b)     Membandingkan prestasi dengan potensi yang dimiliki oleh siswa tersebut.
c)     Membandingkan nilai yang diperoleh dengan batas minimal tujuan yang diharapkan.
3. Prognosis
Prognosis merujuk pada aktivitas penyusunan rencana atau program yang diharapkan dapt membantu mengatasi masalah kesulitan belajar siswa . prognosis ini dapat berupa :
1)     Bentuk treatmen yang harus diberikan
2)     Bahan atau materi yang diperlukan
3)     Metode yang akan digunakan
4)     Alat bantu belajar mengajar yang diperlukan
5)     Waktu kegiatan dilaksanakan
4. Terapi atau pemberian bantuan
Terapi disini adalah pemeberian bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar sesuai dengan program yang telah disusun pada tahap prognosis . Bentuk terapi yang dapat diberikan antara lain melalui :
1)     Bimbingan belajar kelompok
2)     Bimbingan belajar individual
3)     Pengajaran remedial
4)     Pemberian bimbingan pribadi
5)     Alih tangan kasus
5. Tindak lanjut atau follow up
Tindak lanjut atau follow up adalah usaha untuk mengetahui keberhasilan batuna yang telah diberikan kepada siswa dan tindak lanjutnya yang didasari haisl evaluasi terhadap tindakan yang dilakukan dalam upaya pemeberian bimbingan .

Kamis, 14 November 2013

KONTEMPLASI SEORANG SANTRI

Santri adalah sebutan bagi pelajar yang mengikuti pendidikan di pondok pesantren. Sementara pondok pesantren itu sendiri adalah sebuah tempat belajar agama Islam yang memiliki asrama untuk para santrinya.

ARTI DAN MAKNA SANTRI
Santri sendiri sebenarnya memiliki makna. Bukan hanya plesetan dari kata “pesantren” menjadi “pesantri” yang kemudian pelakunya disebut “santri”.
20-279x300Menurut bahasa arti kata Santri adalah “Sastri” (sansekerta) yang berarti orang yang melek huruf. Kemudian arti kedua adalah “Cantrik” (jawa) yang berarti seseorang yang mengikuti Kiai kemanapun dia pergi dan menetap untuk menguasai suatu keahlian tertentu. Namun konon ada beberapa ‘Ulama yang memaknai kata Santri menjadi beberapa huruf arab yang dipilah. Santri terdiri dari empat huruf, yaitu SIN, NUN, TA, RO.
SIN. SIN bermakna Satrul ‘Auroh (Menutup Aurat). Makna ini menjelaskan bahwa Santri adalah orang yang senantiasa menutup auratnya. Aurat yang dimaksud disini ada dua macam, yaitu aurat lahiriah dan aurat batiniah. Seorang santri harus bisa menutup aurat lahiriah yang sudah ditentukan dalam syari’at. Kalau laki-laki dari pusar sampai lutut, dan perempuan seluruh tubuh kecuali telapak tangan. Begitupun seorang santri harus bisa menutup aurat batiniah. Hatinya terjaga dari hal-hal yang mengundang dosa. Bertakwa kepada Alloh dimanapun santri berada. Salah satunya adalah dengan memiliki rasa malu. Budaya malu ini kalau boleh saya bilang sangat kental sekali di lingkungan pesantren. Memang itulah yang seharusnya dijaga oleh seorang santri. Karena malu adalah sebagian dari iman.
NUN. NUN bermakna Naibul ‘Ulama (Wakil dari ‘Ulama). Makna ini menjelaskan bahwasanya santri harus memiliki pengetahuan yang luas. Baik dalam ilmu agama maupun dalam ilmu dunia. Kemudian dengan ilmu tersebut santri dapat mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari. Bagaimana berinteraksi dengan masyarakat, bagaimana bersikap bijak dalam menghadapai persoalan masyarakat, bagaimana terus mengikuti perkembangan masyarakat. Oleh itu, salah jika seandainya ada yang beranggapan bahwa santri adalah kaum yang termarjinalkan. Karena santri dituntut untuk terus berhubungan dengan masyarakat sebagai bagian dari misi sang ‘Ulama, yaitu berdakwah, karena ‘Ulama adalah pewaris para nabi.
TA. TA bermakna Tarkul Ma’siyah (Meninggalkan Maksiat). Makna ini menegaskan bahwa santri harus senantiasa menjaga perilakunya. Dengan ilmu agama yang dimilikinya, seorang santri harus bisa menjaga idealismenya dalam berislam. Tetap memegang teguh syari’at islam yang menjadi dasar dari setiap pengambilan keputusan dikehidupannya.
RO. RO bermakna Roisul Ummah (Pelayan Ummat). Makna ini menekankan bahwa santri harus peduli kepada urusan Ummat Islam. Seperti yang kita ketahui, Pelayan memiliki dua tugas, yaitu pertama bagaimana dia beribadah kepada Alloh baik secara individu maupun sosial dan kedua bagaimana dia mengelola kepentingan Ummat. Disini santri yang berlabel sebagai pelayan harus memiliki kecakapan pribadi dan kecakapan sosial. Kecakapan pribadi bisa berbentuk kemampuan untuk mentarbiyah dirinya sendiri agar tetap memiliki motivasi untuk beribadah. Kemudian kecakapan sosial bisa berbentuk kepiawaian dalam berpolitik, keramahan dalam berkomunikasi dengan lingkungan, dan bisa berlaku adil terhadap suatu perkara.
Betapa berat sekali makna santri bagi kehidupannya sendiri dan kehidupan masyarakat. Sama beratnya dengan tanggung jawab yang harus dipikul oleh santri. Seorang santri diharuskan memiliki perangai yang terpuji (Menutup Aurat, Meninggalkan Maksiat) dan mampu melayani Ummat (Wakil ‘Ulama, Pelayan Ummat). Melalui lembaga pesantrenlah santri ditempa dan dididik.
SEJARAH PESANTREN
Pesantren sebagai wadah yang menempa kehidupan santri agar tercapai apa yang yang menjadi makna dari kata santri itu sendiri, tentulah memiliki sejarahnya tersendiri. Berdirinya pesantren sebenarnya memiliki latar belakang yang beragam. Tapi jika ingin ditarik garis lurus, maka pesantren itu ada untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan ilmu pengetahuan. Masyarakat memiliki kepercayaan kepada Kiai setempat akan keluasan ilmu dan budi pekertinya yang baik. Pada ujungnya berakhir dengan datangnya masyarakat secara berbondong-bondong untuk menuntut ilmu kepada Kiai tersebut.
Biasanya, pesantren terkenal di pulau Jawa-Madura, karena awal berdirinya pesantren bermula di Pulau Jawa-Madura. Ada dua pendapat yang menyebutkan seputar berdirinya pesantren.
Pertama, pesantren muncul dari tarekat-tarekat. Pada zaman dulu, syiar Islam bergerak melalui tarekat-tarekat. Tarekat ini senantiasa mengamalkan dzikir dan wirid tertentu dengan panduan seorang Kiai. Biasanya tarekat ini bergerak dari masjid ke masjid dan berdiam diri di masjid tersebut dalam kurun waktu tertentu. Seperti ber ‘Itikaf. Saat berdiam diri di masjid tersebut, Kiai mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam disamping dzikir dan wiridan. Seiring dengan perkembangan zaman, tarekat ini membentuk sebuah lembaga pendidikan Islam yang dikenal dengan pesantren.
Pendapat kedua menyebutkan bahwa pesantren sudah ada sejak zaman kerajaan Hindu-Budha eksis di Nusantara. Kerajaan Hindu-Budha membentuk sebuah lembaga-lembaga syiar agama Hindu-Budha dan membina kader-kadernya untuk penyebaran ideologi. Sistemnya sama seperti pesantren yang dikenal saat ini. Fakta ini diperkuat dengan tidak ditemukannya lembaga pesantren di negeri Islam yang lain. Sementara ditemukan dalam masyarakat Hindu-Budha di Myanmar, Thailand. Nurcholis Madjid juga menyebutkan bahwa Islam masuk ke Nusantara dengan memanfaatkan sistem dari lembaga (pesantren) yang sudah ada. Islam datang tinggal hanya mengIslamkan. Sehingga pesantren ini tidak hanya diidentikkan dengan Islam, melainkan juga mengandung makna keaslian Indonesia.
SEDIKIT POTRET DARI DALAM PESANTREN
Saya mengambil sudut pandang dari pengalaman saya sendiri tentang kehidupan di pesantren. Walau cukup singkat saya berada di dalam sebuah wadah penempaan santri ini, tiga tahun, tetapi secara garis besar mungkin bisa merepresentasikan apa yang terjadi di pesantren-pesantren lain di seantero Pulau Jawa.
Pesantren yang terletak di kaki Gunung Gede-Pangrango, Jln. SPN Lido, Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kab.Bogor, Jawa Barat, bisa dikatakan memiliki latar belakang budaya masyarakat yang unik, yaitu masyarakat Sunda. Kenapa saya bilang unik, karena saya berasal dari Kota Depok, Jawa Barat, yang masyarakatnya memiliki beragam latar belakang budaya. Saya tidak terbiasa dengan pengajaran berbahasa Sunda. Ini terasa aneh manakala ada pengejaan huruf “F” menjadi “P” di beberapa pengajar asli daerah sekitar pesantren. Atau mengartikan bahasa Arab kedalam bahasa sunda dengan logat-logat yang khas. Sangat menarik, walau sewaktu SD saya pernah belajar bahasa sunda di muatan lokal, tapi tetap saja saya tidak terlalu memahaminya.
Pesantren yang saya tempati bisa terbilang pesantren modern. Parameter modern bukan berarti fasilitasnya yang serba canggih, ada alat fitness, gedung asrama yang berlantaikan keramik dan berdindingkan semen. Tetapi parameter modern yang dimaksud adalah berupa pelajaran-pejaran ilmu dunia yang masuk ke dalam kurikulum pesantren. Jangan dikira di pesantren tidak ada pelajaran Biologi, Fisika, Matematika. Satu hal yang diingat, pesantren telah mengalami perubahan penyuguhan ilmu kepada santrinya. Kalau dulu terkenal istilah “Pesantren Tradisional” karena kurikulum yang ada di pesantren hanya memuat pelajaran ilmu agama dan ilmu tasawuf. Sedangkan sekarang, terjadi yang disebut Nurcholis Madjid sebagai “modernisasi”. Bagi Nurcholis Madjid, modernisasi identik dengan “rasionalisasi”, karena rasionalisasi adalah sebuah kemestian agar apa yang para santri sampaikan terkait Islam, bisa diterima oleh masyarakat secara rasional/logis.
Oleh karenanya, ilmu-ilmu dunia seperti Matematika, Fisika, Biologi itu sangat diperlukan oleh santri dalam merasionalisasikan hubungan agama dengan realita alam semesta. Dalam contoh kasus penciptaan alam semesta, bagaimana santri bisa menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan penciptaan alam semesta jika santri tidak memiliki pengetahuan Fisika yang cukup ? Atau pada proses penciptaan manusia, bagaimana santri bisa mengerti maksud ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang proses penciptaan manusia jika santri tidak menguasai ilmu Biologi ? Itulah bentuk modernisasi pesantren yang bisa kita lihat saat ini.
Dalam kondisi pesantren yang bisa dibilang “modern”, tentunya tidak melupakan begitu saja ilmu agama yang dari awal kemunculannya menjadi corak khas pesantren. Seperti misalnya Fiqh, Siroh Nabawiyah. Kemudian untuk meningkatkan keahlian dalam berbahasa Arab (salah satu ciri khas lain pesantren) santri juga belajar bahasa Arab. Kitab yang dipakai saya lupa, hanya saja dari informasi yang didapat kitab tersebut adalah kitab untuk masa ‘Idad (persiapan) untuk berkuliah di LIPIA, Jakarta. Selain itu, santri juga diharuskan menghafal mufrodat (kosa kata bahasa Arab), muhadatsah (percakapan) dengan menggunakan bahasa Arab, atau kegiatan besarnya yang dilaksanakan satu kali setiap seminggu adalah muhadhoroh. Pada momen ini, biasanya santri akan berpidato dalam tiga bahasa, yakni Inggris, Arab, dan Indonesia. Tak terlewatkan juga santri ditingkatkan kemampuannya dalam penguasaan gramatikal bahasa Arab. Kitab yang digunakan adalah kita Jurumiyah.
FIQH
Kitab Fiqh yang dikaji dan dipelajari adalah Fiqh Sunnah (Sayyid Sabiq). Kitab Fiqh ini kira-kira berukuran setengah kertas A4. Semua bertuliskan huruf Arab. Dengan dibimbing oleh Kiai, satu persatu kalimat-kalimat Arab diartikan kedalam bahasa Indonesia. Selain menambah wawasan keislaman, tentunya ini dimaksudkan agar kosa kata bahasa Arab yang diketahui santri akan bertambah.
SIROH NABAWIYAH
Kitab Siroh Nabawiyah yang menceritakan sejarah kehidupan Nabi Muhammad semenjak kelahiran sampai wafatnya beliau. Ukuran kitabnya sama dengan kitab Fiqh. Bahasa tulisannya pun sama, yaitu tulisan Arab. Metode yang dipakai sama dengan pengajaran pada kitab Fiqh. Pengejaan satu per satu kata bahasa Arab kemudian diartikan kedalam bahasa Indonesia.
MUFRODAT & MUHADATSAH
Biasanya agenda ini dilakukan selepas subuh sampai jam 6 pagi di lapangan. Tiap santri berpasang-pasangan dengan kawannya sambil menggenggam kertas yang berisi kosa kata dan percakapan berbahasa Arab. Itu semua dihafalkan, kemudian percakapan tersebut didemokan tanpa melihat kertas. Yang sudah hafal dan lancar bisa pulang duluan ke asrama.
MUHADHOROH
Agenda ini dilakukan satu kali dalam rentang waktu satu minggu. Isi agendanya berupa pidato bahasa Inggris, Arab, dan Indonesia. Setelah itu ada agenda tambahan berupa hiburan teatrikal persembahan santri. Dan digilir tiap kamar di dalam asrama.
KITAB JURUMIYAH
Ini adalah kitab yang digunakan untuk belajar gramatikal bahasa Arab. Ukurannya sama seperti kertas Folio. Berwarna kuning. Berisi tulisan Arab, hanya saja tulisan Arab yang tidak ada tanda bacanya alias Arab gundul. Kiai yang mengajari mengeja kata per kata kemudian diartikan kedalam bahasa Indonesia sekalian para santri belajar menambahkan tanda baca pada tulisan Arab yang ada. Sangat kental sekali istilah Na’at Man’ut, Jar Majrur, Itsim Mutsanna, Itsim Muannas, Itsim Mudzakkar.
HARI BERBAHASA ARAB & HARI BERBAHASA INGGRIS
Ada suatu hari yang ditentukan kepada semua santri untuk berbahasa Arab. Begitupun berbahasa Inggris. Sangat berguna sekali untuk memperlancar kemampuan santri dalam berkomunikasi menggunakan bahasa non-Indonesia.
RUTINITAS HARIAN
Untuk rutinitas harian, santri laki-laki (santriwan) dan santri perempuan (santriwati) selalu dipisah dalam segala aktifitasnya, begitupun asrama dan ruang kelas. Pagi-pagi berangkat sekolah untuk belajar ilmu agama dan ilmu dunia. Selepas dzuhur istirahat sampai ashar. Selepas ashar sampai maghrib baru kembali beraktifitas dengan segudang pilihan olah tubuh. Tak lupa pula sesaat menjelang maghrib diisi dengan wirid alma’tsurat. Dulunya memang terlihat seperti tidak mungkin alma’tsurat itu di hafalkan. Dan pada kenyataannya memang saya tidak pernah menghafalnya. Dengan sendirinya bacaan wirid itu melekat di kepala seiring dengan bertambahnya tingkat kerutnan dalam membacanya.
Ada hal yang sangat berkesan diantara waktu maghrib dan isya’. Begitupun selepas subuh jika tidak ada agenda Muhadatsah. Yaitu para santri menghafal Al-Qur’an. Tak terasa juz demi juz berhasil dihafal. Cita-cita yang terpatri di diri santri pada waktu itu adalah “Aku harus menjadi seorang hafidz”. Dengan cita-cita yang begitu mulia serta lingkungan yang sangat kondusif, santri terus termotivasi untuk mengembangkan dirinya. Walau memang ada sedikit penyimpangan-penyimpangan gejolak kaum muda, tapi itu bisa terkondisikan. Tidak terlalu berlarut-larut. Kadang saya berfikir, dengan lingkungan yang kondusif dan interaksi antara santriwan-santriwati yang minim, ternyata bisa meningkatkan ghiroh beramal. Setelah bertahun lamanya saya berpisah dari dunia kepesantrenan, mungkin hal inilah yang terlupakan. Bisa jadi berkurangnya ghiroh beramal kita dikarenakan terlalu banyak memikirkan tentang materil serta terlalu sibuk menata hati yang sedang diliputi syahwat sesaat hingga lupa terhadap tugas pokok sebagai seorang muslim.
SANTRI DAN GLOBALISASI
Globalisasi adalah sebuah masa dimana manusia terhubung tanpa melihat batas territorial Negara. Hubungan yang terjalin biasanya hubungan dagang antar Negara, hubungan karena adanya perjalanan melintasi benua, hubungan karena penyebaran budaya, dan bentuk hubungan lainnya yang membuat batas Negara seakan tidak terlihat.
Menurut Thomas L. Friedman, Globlisasi memiliki dimensi ideologi dan teknlogi. Dimensi ideologi yaitu kapitalisme dan pasar bebas, sedangkan dimensi teknologi adalah teknologi informasi yang telah menyatukan dunia. Seperti yang diketahui, pertengahan abad 20 menjadi momen penting dimana globalisasi sebagai proses bisa berkembang dengan cepat. Melirik definisi globalisasi yang diutarakan Thomas, bahwa telah terjadi ledakan dalam dimensi teknologi, ditandai dengan kemunculan internet sebagai suatu hal yang membuat arus informasi dari seluruh penjuru dunia mengalir sangat cepat, disamping dimensi ideologi kapitalis yang dibawa sehingga sangat menguntungkan para pemodal. Hal ini tentunya juga berpengaruh terhadap kehidupan santri.
Salah satu contohnya adalah kurikulum pesantren yang tentunya langsung berhubungan dengan proses belajar santri. Kalau ingin dikaitkan dengan bahasan sebelumnya, modernisasi pesantren dalam tataran kurikulum rupanya termasuk dari dampak globalisasi. Dimana ummat islam harus mencari cara agar anak mudanya tidak menjadi kuno di eranya. Maka dari itu ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu pasti mulai dimunculkan dan dimasukkan ke dalam satuan pembelajaran dengan tetap diiringi ilmu agama. Tujuan dan harapannya tak lain agar santri lebih mudah beradaptasi dan mampu menjalankan amanat huruf “RO” yang menyusunnya, yaitu Roisul Ummah.
Dilihat dari segi komunikasi, sudah mulai bertebaran alat komunikasi di genggaman santri era global ini. Dengan adanya alat komunikasi tentunya semakin mudah santri untuk berhubungan dengan orang lain, termasuk dengan lawan jenisnya. Karenanya, mungkin sekarang tak asing lagi jika komunikasi antara santriwan dan santriwati bisa terlihat sangat cair. Biasanya, suasana cair tersebut terlihat di media-media sosial, tapi gagap ketika bertemu tatap muka. Tapi hal tersebut cenderung terjadi kepada santriwan-santriwati di masa-masa awal proses globalisasi, menuju proses globalisasi yang lebih matang, bermunculanlah VCD/CD film yang mempertontonkan ketidak canggungan interaksi lawan jenis, wal hasil, santriwan dan santriwati pun semakin pintar dalam berkomunikasi. Seperti itulah santri di era global ini. Walau saya tidak menafikan bahwa masih ada santri yang menjaga imunitasnya dan terus memperkuat imunitasnya. Apakah itu semua terjadi hanya kepada santri ? Tentu tidak. Banyak kalangan muda yang non-santri mengalami hal serupa. Tetapi setidaknya dengan menjadi santri sudah terminimalisirlah resiko-resiko negatif yang ada.
MASIH ADAKAH SIN, NUN, TA, RO ?
Duhai kawan-kawan yang pernah merasakan nikmat dan indahnya kehidupan pesantren, bahwa sesungguhnya Alloh pasti menguji orang yang dicintainya. Saya teringat kepada sebuah syair yang ditulis oleh seorang Mujahidin Iraq, Abu Mush’ab Az-Zarqawi.
Bersabarlah dalam mengahadapi kengerian !
Karena kelak engkau akan memetik buahnya
Sabar hanyalah milik orang-orang yang mulia
Dan dari sabar itu Alloh tumbuhkan ketenangan
“Sungguh, kami telah menguji orang-orang sebelum mereka. Maka Alloh pasti menegetahui orang-orang yang jujur (benar) dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al-Ankabut : 3)
Memang sangat berat tantangan globalisasi yang menghampiri kita. Segalanya bisa berubah dengan cepat jika imunitas yang telah ditancapkan oleh para Asatidz semakin hari semakin melemah dan semakin diperlemah dengan kebodohan karena ketidaktahuan kita terhadap suatu perkara dunia dalam sudut pandang syari’at Islam.
Memang berat manakala diri kita menanggung keterasingan sebagai cap dari masyarakat sekitar dikala kita mengamalkan sikap kesantrian kita yang telah dibentuk oleh para Asatidz di pesantren. Ibnu Taimiyah pun berkata tentang keterasingan, “bisa jadi keterasingan itu terjadi pada sebagian syari’atNya, atau pada sebagian wilayah. Misalnya saja di sebuah wilayah, syariat-syariat Alloh tidak diketahui banyak orang, sehingga para pengamalnya pun merasa terasingdi tengah-tengah masyarakat tersebut. Tidak ada yang mengerti disyariatkannya amal tersebut kecuali satu atau dua orang saja.”
Duhai kawan-kawan ku sesama santri. Ternyata baru ku sadari bahwa sang penanggung keterasingan adalah sang penghidup zaman. Keterasingan, bahkan kesendirian, merupakan jalan hidup para nabi dan rosul sejak dulu kala. Sebagaimana sabda Rosul, “Islam datang dalam keadaan terasing dan akan kembali asing sebagaimana datangnya. Maka berbahagialah orang-orang yang terasing.” (HR. Muslim).
Duhai kawan-kawan ku sesama santri. Imun yang bisa kita gunakan di era ini dan saat ini juga adalah kesabaran. Sama seperti yang dulu nabi-nabi gunakan. Tanpa sabar, mustahil agama seseorang bisa selamat. Itulah kenapa Nabi SAW menyebut hari-hari keterasingan sebagai hari-hari kesabaran.
Setalah bersabar, maka perkuatlah kesabaran itu dengan keyakinan. Karena dengan sabar dan yakin, akan membuat hati kita menjadi tenang. Dengan kayakinan bahwa Alloh yang memerintahkan kita untuk mengerjakan amal-amal soleh, insya Alloh, akan ditambahkan olehNya keyakinan kita akan apa yang kita lakukan sehingga hati kita pun menjadi semakin tenang. Seperti yang Alloh sampaikan, “Dialah yang telah menurunkan ketenangan kedalam hati orang-orang mukmin, supaya keimanan mereka bertambah, disamping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Alloh lah tentara langit dan bumi, dan Alloh maha mengetahui lagi maha bijaksana.” (Al-Fath :4).
Terakhir, saya ingat kepada sebuah ayat yang sering dibacakan oleh Ustadz saya di sebuah bilik bambu yang berdiri tegak dipinggir empang dan ditengah rimbunnya pepohonan, “Hai ornag-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan solat sebagai penolong mu, sesungguhnya Alloh beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqoroh : 153).
Harapan bagi santri untuk menjadi SIN, NUN, TA, RO tetap terbuka lebar, ketika santri menjadikan sabar sebagai tamengnya dan selalu memperkuat kesabarannya dalam menghadapi perubahan zaman dengan segala likunya.
Teringatkah kita dengan kisah perang Uhud, dimana tentara pemanah tidak sabar menahan dirinya untuk ikut membantu pasukan dalam mengumpulkan Ghanimah ?
Sabar dalam memulai, sabar dalam pelaksanaannya, dan sabar setelah semuanya usai dilaksanakan.

Daftar Pustaka . http://doupafia.wordpress.com/2013/04/04/kontemplasi-seorang-santri/

Jumat, 08 November 2013

Pengertian Evaluasi (Penilaian), Pengukuran, Tes, dan Asesmen

Pengertian Evaluasi (Penilaian), Pengukuran, Tes, dan  Asesmen

Kali ini blog mencoba menyajikan kembali mengangkat topik penilaian, setelah sebelum menulis tentang Prinsip-Prinsip Penilaian, kemudian tentang Penilaian Afektif, dan juga Penilaian Psikomotor. Topik kali ini bersifat mendasar sekali, yaitu tentang pengertian evaluasi, pengertian penilaian, pengertian pengukuran, pengertian tes, dan pengertian asesmen. Topik ini tampaknya sangat menarik dan perlu untuk dibahas karena begitu simpang siurnya definisi istilah-istilah tersebut di internet. Setelah melakukan kajian terhadap berbagai definisi tentang evaluasi, penilaian, tes, pengukuran, hingga asesmen, maka dapatlah dibuat artikel ini yang tujuannya untuk mendudukkan kembali semua istilah itu pada tempatnya yang tepat. Pada tulisan ini kami hanya mengambil definisi-definisi dari para ahli  yang telah diakui kredibilitasnya di bidang pendidikan dan psikologi pendidikan.

Pengertian Evaluasi (Penilaian) Menurut Para Ahli

  • Sudiono, Anas (2005) mengemukakan bahwa secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation, dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Akar katanya adalah value yang artinya nilai. Jadi istilah evaluasi menunjuk pada suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.
  • Frey, Barbara A., and Susan W. Alman. (2003): Evaluation The systematic process of collecting, analyzing, and interpreting information to determine the extent to which pupils are achieving instructional objectives. (Artinya: Evaluasi adalah proses sistematis pengumpulan, analisis, dan interpretasi informasi untuk menentukan sejauh mana siswa yang mencapai tujuan instruksional).
  • Mardapi, Djemari (2003), penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan hasil pengukuran.
  • Zainul, Asmawi dan Noehi Nasution (2001), mengartikan penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun nontes.

Kesimpulan Tentang Pengertian Evaluasi:

  • Evaluasi berasal dari akar kata bahasa Inggris value yang berarti nilai, jadi istilah evaluasi sinonim dengan penilaian.
  • Evaluasi merupakan proses sistematis dari mengumpulkan, menganalisis, hingga interpretasi (menafsirkan) data atau informasi yang diperoleh.
  • Data atau informasi diperoleh melalui pengukuran (measurement) hasil belajar.melalui tes atau nontes.
  • Evaluasi bersifat kualitatif.

Pengertian Pengukuran (Measurement) Menurut Para Ahli

  • Alwasilah et al.(1996), measurement (pengukuran) merupakan proses yang mendeskripsikan performa siswa dengan menggunakan suatu skala kuantitatif (sistem angka) sedemikian rupa sehingga sifat kualitatif dari performa siswa tersebut dinyatakan dengan angka-angka
  • Arikunto dan Jabar (2004) menyatakan pengertian pengukuran (measurement) sebagai kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya menjadi kuantitatif.
  • Cangelosi, James S. (1995), pengukuran adalah proses pengumpulan data secara empiris yang digunakan untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan.
  • Sridadi (2007) pengukuran adalah suatu prose yang dilakukan secara sistematis untuk memperoleh besaran kuantitatif dari suatu obyek tertentu dengan menggunakan alat ukur yang baku.

Kesimpulan Tentang Pengertian Pengukuran:

  • Kegiatan pengukuran dilakukan dengan membandingkan hasil belajar dengan suatu ukuran tertentu. 
  • Dilakukan dengan proses sistematis. 
  • Hasil pengukuran berupa besaran kuantitatif (sistem angka). 
  • Pengukuran menggunakan alat ukur yang baku.

Pengertian Asesmen Menurut Para Ahli

  • Angelo T.A.(1991): Classroom Assessment is a simple method faculty can use to collect feedback, early and often, on how well their students are learning what they are being taught. (Artinya: asesmen Kelas adalah suatu metode yang sederhana dapat digunakan untuk mengumpulkan umpan balik, baik di awal maupun setelah pembelajaran tentang seberapa baik siswa mempelajari apa yang telah diajarkan kepada mereka.)
  • Kizlik, Bob (2009): Assessment is a process by which information is obtained relative to some known objective or goal. Assessment is a broad term that includes testing. A test is a special form of assessment. Tests are assessments made under contrived circumstances especially so that they may be administered. In other words, all tests are assessments, but not all assessments are tests. (Artinya : asesmen adalah suatu proses dimana informasi diperoleh berkaitan dengan tujuan pembelajaran. Asesmen adalah istilah yang luas yang mencakup tes (pengujian). Tes adalah bentuk khusus dari asesmen. Tes adalah salah satu bentuk asesmen. Dengan kata lain, semua tes merupakan asesmen, namun tidak semua asesmen berupa tes)
  • Overton, Terry (2008): Assesment is a process of gathering information to monitor progress and make educational decisions if necessary. As noted in my definition of test, an assesment may include a test, but also include methods such as observations, interview, behavior monitoring, etc. (Artinya: sesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi untuk memonitor kemajuan dan bila diperlukan pengambilan keputusan dalam bidang pendidikan. Sebagaimana disebutkan dalam definisi saya tentang tes, suatu asesmen bisa saja terdiri dari tes, atau bisa juga terdiri dari berbagai metode seperti observasi, wawancara, monitoring tingkah laku, dan sebagainya).
  • Palomba and Banta(1999), Assessment is the systematic collection , review , and use of information about educational programs undertaken for the purpose of improving student learning and development (Artinya: asesmen adalah pengumpulan, reviu, dan penggunaan informasi secara sistematik tentang program pendidikan dengan tujuan meningkatkan belajar dan perkembangan siswa).

Kesimpulan Tentang Pengertian Asesmen:

  • Asesmen merupakan metode dan proses yang digunakan untuk mengumpulkan umpan balik tentang seberapa baik siswa belajar.
  • Dapat dilakukan di awal, di akhir (sesudah), maupun saat pembelajaran sedang berlangsung.
  • Asesmen dapat berupa tes atau nontes.
  • Asesmen berupa nontes misalnya penggunaan metode observasi, wawancara, monitoring tingkah laku, dsb.
  • Hasilnya dapat digunakan untuk pengambilan keputusan.
  • Bertujuan meningkatkan belajar (pembelajaran) dan perkembangan siswa.

Pengertian Tes Menurut Para Ahli

  • Wayan Nurkencana (1993), tes adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas yang harus dikerjakan anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut yang kemudian dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau standar yang telah ditetapkan
  • Overton, Terry (2008): test is a method to determine a student’s ability to complete certain tasks or demontstrate mastery of a skill or knowledge of content. Some types would be multiple choice tests or a weekly spelling test. While it commonly used interchangeably with assesment, or even evaluation, it can be distinguished by the fact  that a test is one form of an assesment. (Tes adalah suatu metode untuk menentukan kemampuan siswa menyelesaikan sejumlah tugas tertentu atau mendemonstrasikan penguasaan suatu keterampilan atau pengetahuan pada suatu materi pelajaran. Beberapa tipe tes misalnya tes pilihan ganda atau tes mengeja mingguan. Seringkali penggunaannya tertukar dengan asesmen, atau bahkan evaluasi (penilaian), yang mana sebenarnya tes dapat dengan mudah dibedakan berdasarkan kenyataan bahwa tes adalah salah satu bentuk asesmen.)

Kesimpulan Tentang Pengertian Tes:

  • Tes adalah cara atau metode untuk menentukan kemampuan siswa menyelesaikan tugas tertentu atau mendemonstrasikan penguasaan suatu keterampilan atau pengetahuan.
  • Beberapa tipe tes misalnya tes pilihan ganda atau tes mengeja mingguan.
  • Tes adalah salah satu bentuk asesmen

Diagram Kedudukan Istilah Evaluasi, Penilaian, Pengukuran, Asesmen, dan Tes. 

Perhatikan Gambar berikut, yang merupakan diagram kedudukan istilah evaluasi, penilaian, pengukuran, asesmen, dan tes yang seringkali membingungkan. Diagram dibuat berdasarkan induksi dari pengertian evaluasi (penilaian), penegertian pengukuran, pengertian asesmen, dan pengertian tesmenurut para ahli di atas.
kedudukan istilah evaluasi di antara istilah sejenis
Diagram yang menunjukkan kedudukan istilah-istilah "Evaluasi", "Penilaian", "Pengukuran", "Asesmen", dan "Tes"

Referensi:

  • Alwasilah, et al. (1996). Glossary of educational Assessment Term. Jakarta: Ministry of Education and Culture.
  • Anas sudiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta:PT.Grafindo persada, 2001.
  • Angelo, T.A., (1991). Ten easy pieces: Assessing higher learning in four dimensions. In Classroom research: Early lessons from success. New directions in teaching and learning (#46), Summer, 17-31.
  • Arikunto, S & Jabar. 2004. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
  • Calongesi, James S. 1995. Merancang Tes untuk Menilai Prestasi Siswa. Bandung : ITB
  • Frey, Barbara A., and Susan W. Alman. (2003). Formative Evaluation Through Online Focus Groups, in Developing Faculty to use Technology, David G. Brown (ed.), Anker Publishing Company: Bolton, MA.
  • Kizlik, Bob. (2009). Measurement, Assessment, and Evaluation in Education. Online : http://www.adprima.com/measurement.htm diakses tanggal 20-01-2013.
  • Mardapi, Djemari (2003). Desain Penilaian dan Pembelajaran Mahasiswa. Makalah Disajikan dalam Lokakarya Sistem Penjaminan Mutu Proses Pembelajaran tanggal 19 Juni 2003 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
  • Overton, Terry. (2008). Assessing Learners with Special Needs: An Applied Approach (7th Edition). University of Texas - Brownsville
  • Palomba, Catherine A. And Banta, Trudy W. (1999). Assessment Essentials: Planning, Implementing, Improving. San Francisco: Jossey-Bass
  • Sridadi. (2007). Diktat Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Penjas. Yogyakarta: FIK UNY.
  • Wayan Nurkencana. (1993). Evaluasi Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional.
  • Zainul, Asmawi dan Noehi Nasution. 2001. Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Metode Pembelajaran IPS "Mendadak Kliping" (Masa Pra Aksara)

Penjelasan umum
Kliping adalah kumpulan artikel yang didapatkan dari media massa, misalnya : majalah, koran maupun tabloid. Dalam sebuah pembelajaran biasanya sebuah kliping dibuat oleh siswa di luar kelas atau biasanya manjadi tugas kelompok ataupun pekerjaan rumah. Dalam metode pembelajaran ini kliping dikerjakan di kelas dengan batas waktu tertentu  sehingga guru dapat langsung melihat kinerja siswanya. Makanya dinamakan metode "Mendadak kliping".
Persiapan
1. Pada minggu sebelumnya kepada siswa, guru menyampaikan agar siswa membawa peralatan berupa : gunting dan lem kertas. Tugas ini bisa dilakukan untuk tugas kelompok.
2. Guru mencari gambar atau materi di internet khusus lewat mesin pencari "google".
3. Pilih salah satu gambar tersebut yang kemudian dicopy ke program microsoft word yang terdiri atas gambar menhir, dolmen, sarkofagus, punden berundak dan kubur batu seperti gambar di bawah ini.
Pelaksanaan 
1. Print gambar yang kita buat di MS Word tadi. 
2. Sedia beberapa kertas HVS kosong yang nanti diberikan kepada tiap kelompok.
3. Siswa mengunting gambar yang tadi disediakan dan menempelnya ke lembar kertas yang kosong tadi.
 
4. Tugas untuk isi kliping adalah gambar, nama benda itu dan fungsi gambar tersebut.
5. Semua tugas dikerjakan dengan tulisan tangan deang menggunakan spidol warna-warni agar lebih menarik.
Penyelesaian
Penilaian didasarkan pada ketepatan informasi dalam kliping dan keindahan dari kliping tersebut.
Semoga ini bermanfaat terima kasih.