Pada masa penjajahan masyarakat Indonesia selalu gencar untuk melawannya. Namun perjuangan tersebut selalu berujung kegagalan. Pada masa menjelang kemerdekaanlah Indonesia akhirnya sadar penyebabnya, yakni perlawanan yang dilakukan selalu bersifat kedaerahan. Akhirnya semangat kebangsaan atau rasa nasionalisme mulai digaungkan.
Pada awal abad ke-20, corak perjuangan bangsa Indonesia berubah dari yang bersifat kedaerahan menuju perjuangan yang bersifat nasional. Bangsa Indonesia telah menemukan identitas kebangsaan sebagai pengikat perjuangan bersama. Paham kebangsaan dan nasionalisme telah tumbuh dan menjelma menjadi sarana perjuangan kemerdekaan yang sangat kuat.
Latar Belakang Munculnya Nasionalisme Indonesia
Faktor apa saja yang menjadi latar belakang terjadinya pergerakan nasional di Indonesia? Dari mana saja faktor-faktor tersebut muncul? Ditinjau dari asal pengaruhnya, pergerakan nasional dilatarbelakangi berbagai kejadian di dalam negeri dan di luar negeri.
Berbagai kejadian dari dalam negeri atau sering disebut faktor internal yang melatarbelakangi pergerakan nasional, adalah:
perluasan pendidikan,
kegagalan perjuangan di berbagai daerah,
rasa senasib sepenanggungan, dan
perkembangan berbagai organisasi etnik kedaerahan.
Sementara itu berbagai hal dari luar negeri (faktor eksternal) yang melatarbelakangi terjadinya pergerakan nasional, antara lain munculnya paham-paham baru di dunia seperti:
pan-Islamisme,
nasionalisme,
sosialisme,
liberalisme, dan
demokrasi.
Berikut adalah pemaparan dari masing-masing latar belakang munculnya rasa nasionalisme Indonesia menurut Tim Kemdikbud (2017, hlm. 234).
1. Perluasan Pendidikan
Politik kolonial liberal yang memeras rakyat Indonesia menimbulkan keprihatinan sebagian masyarakat Belanda. C. Theodore van Deventer menuangkan kritiknya mengenai perlakuan Belanda selama itu dalam sebuah majalah de Gids berjudul Een Eereschuld yang berarti “Hutang Budi/Hutang Kehormatan”.
Van Deventer mengusulkan agar Belanda melakukan balas budi untuk bangsa Indonesia. Balas budi yang diusulkan adalah dengan melakukan educatie, emigratie, dan irrigatie (pendidikan, emigrasi/perpindahan penduduk, dan irigasi/pengairan).
Akhirnya Belanda menerapkan Politik Etis pada tahun 1901, yang meliputi tiga bidang usulan Van Deventer tersebut, yakni irigasi, emigrasi/transmigrasi, dan pendidikan. Tiga kebijakan tersebut sebenarnya bertujuan memperbaiki kondisi masyarakat Indonesia yang semakin terpuruk. Namun sayangnya pelaksanaan kebijakan politik Etis tetap lebih berpihak kepada penjajah.
Dalam pelaksanaan kebijakan Politik Etis, terdapat banyak penyelewengan yang terjadi, seperti:
Irigasi hanya untuk kepentingan perkebunan Belanda.
Emigrasi/transmigrasi hanya untuk mengirim orang-orang Jawa ke luar Jawa guna dijadikan buruh perkebunan dengan upah murah.
Pendidikan hanya sampai tingkat rendah, yang bertujuan memenuhi pegawai rendahan, sementara pendidikan tinggi hanya diberikan untuk orang Belanda dan sebagian anak pejabat.
Meskipun begitu, sisi positif yang paling dirasakan bangsa Indonesia adalah pendidikan. Hal itu karena mulai cukup banyak orang Indonesia berpendidikan modern, yang akhirnya mampu memelopori berbagai pergerakan pendidikan, sosial, dan politik.
Pengaruh pendidikan ini pula yang melahirkan para tokoh pemimpin pergerakan nasional di Indonesia. Pendidikan sangat berpengaruh besar dalam menumbuhkan nasionalisme Indonesia, karena menyebabkan terjadinya transformasi ide dan pemikiran yang mendorong semangat pembaharuan pada masyarakat Indonesia.
2. Kegagalan Perjuangan di Berbagai Daerah
Bangsa Indonesia menyadari salah satu penyebab utama kegagalan perjuangan kemerdekaan pada masa lalu, yakni perlawanan yang bersifat kedaerahan. Indonesia mulai sadar bahwa sesungguhnya jika pada masa lalu para tokoh kemerdekaan seperti Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Pattimura, Sultan Hasanuddin, dan para tokoh lainnya bersatu, Belanda akan mudah ditaklukkan.
Memasuki abad 20, corak perjuangan bangsa Indonesia berubah dari bersifat kedaerahan, menuju perjuangan yang bersifat nasional. Paham kebangsaan atau nasionalisme telah tumbuh dan menjelma menjadi sarana perjuangan yang sangat kuat. Corak perjuangan nasional bangsa Indonesia ditandai dengan momentum penting, yaitu diikrarkannya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
3. Rasa Senasib Sepenanggungan
Perluasan kekuasaan Barat di Indonesia telah memengaruhi perubahan politik, ekonomi, dan sosial bangsa Indonesia. Tekanan pemerintah Hindia Belanda pada bangsa Indonesia telah memunculkan perasaan kebersamaan rakyat nusantara sebagai bangsa terjajah.
Hal itu kemudian mendorong tekad bersama untuk menghimpun kebersamaan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia. Rasa senasib sepenanggungan tumbuh di nusantara dan menjadi tonggak utama untuk bersatu dan berjuang bersama agar dapat keluar dari keterpurukan penjajahan.
4. Perkembangan Organisasi Etnis, Kedaerahan, dan Keagamaan
Organisasi pergerakan nasional tidak muncul begitu saja. Awalnya, organisasi yang berdiri di Indonesia adalah organisasi etnis, kedaerahan, dan keagamaan. Berbagai organisasi tersebut sering melakukan pertemuan hingga akhirnya muncul ide untuk mengikatkan diri dalam organisasi yang bersifat nasional.
Organisasi etnis banyak didirikan para pelajar daerah yang merantau di kota-kota besar. Mereka membentuk perkumpulan berdasarkan latar belakang etnis. Beberapa contohnya antara lain:
Serikat Pasundan serta Perkumpulan Kaum Betawi yang dipelopori oleh M Husni Thamrin. Selain organisasi etnis, muncul juga beberapa organisasi kedaerahan, seperti Trikoro Dharmo (1915), Jong Java (1915), dan Jong Sumatranen Bond (1917).
Berbagai organisasi keagamaan yang muncul pada awal abad 20 juga sangat memengaruhi perkembangan rasa kebangsaan Indonesia. Beberapa organisasi keagamaan yang muncul pada masa awal abad 20 antara lain Jong Islamiten Bond, Muda Kristen Jawi, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, PERSIS (Persatuan Umat Islam), dan Al-Jamiatul Washiyah.
Kaum wanita juga aktif berperan dalam berbagai organisasi baik organisasi sosial maupun politik. Peran serta perempuan dalam memperjuangkan kemerdekaan telah ada sejak dahulu. Beberapa tokoh pejuang wanita zaman dulu adalah RA Kartini, Dewi Sartika, dan Maria Walanda Maramis.
RA Kartini adalah putri Bupati Jepara Jawa Tengah yang memperjuangkan emansipasi (persamaan derajat) antara laki-laki dan perempuan. Salah satu bentuknya adalah beliau mendirikan sekolah khusus untuk perempuan agar dapat bersaing dengan laki-laki di masa itu.
5. Berkembangnya Berbagai Paham Baru
Berkembangnya Berbagai Paham Baru Paham-paham baru seperti pan-Islamisme, nasoonalisme, liberalisme, sosialisme, dan demokrasi menjadi salah satu pendorong pergerakan nasional Indonesia.
Paham-paham tersebut mengajarkan bagaimana langkah-langkah memperbaiki kondisi kehidupan bangsa Indonesia. Berbagai paham itu juga memengaruhi cara pandang organisasi-organisasi pergerakan nasional Indonesia.
6. Berbagai Peristiwa dan Pengaruh dari Luar Negeri
Berbagai peristiwa di luar negeri atau faktor eksternal yang ikut menjadi pendorong pergerakan nasionalisme dan kebangsaan Indonesia adalah sebagai berikut.
Kemenangan Jepang atas Rusia pada tahun 1905.
Pada tahun 1904-1905 terjadi peperangan Jepang melawan Rusia. Rusia adalah bangsa Eropa, sedangkan Jepang adalah bangsa Asia. Tentara Jepang berhasil mengalahkan Rusia, dan menjadi inspirasi negara-negara lain bahwa orang Asia bisa mengalahkan bangsa Barat. Bangsa-bangsa Asia pun semakin yakin mampu melawan penjajah.
Berkembangnya nasionalisme di berbagai Negara.
Pada abad 20, negara-negara terjajah di Asia dan Afrika menunjukkan perjuangan pergerakan kebangsaan. Di India, wilayah jajahan Inggris, muncul pergerakan dengan tokoh-tokohnya Mahatma Gandhi dan Muhammad Ali Jinnah. Sementara itu di Filipina, Jose Rizal memimpin perlawanan terhadap penjajah Spanyol. Di Tiongkok, muncul dr. Sun Yat Sen, yang terkenal dengan gerakan pembaharuannya.
Organisasi Pergerakan Nasional Indonesia
Organisasi-organisasi pergerakan nasional Indonesia adalah pemicu utama bangkitnya semangat pergerakan nasional menuju kemerdekaan di Indonesia. Organisasi-organisasi apa saja yang turut membakar semangat kebangsaan Indonesia? Berikut adalah pemaparannya.
1. Budi Utomo
Pada awal abad 20 di Indonesia sudah mulai banyak mahasiswa di kota-kota besar, terutama di Pulau Jawa. Mahasiswa mulai banyak berogranisasi dengan mendirikan suatu perkumpulan. Salah satunya adalah para mahasiswa Sekolah kedokteran bernama STOVIA (School tot Opleideing van Inlandsche Artsen) yang berlokasi di Batavia (Jakarta).
Para tokoh mahasiswa kedokteran itu sepakat untuk memperjuangkan nasib rakyat Indonesia dengan memajukan pendidikan rakyat dengan cara mendirikan organisasi Budi Utomo (BU) pada tanggal 20 Mei 1908 dan memilih dr. Sutomo sebagai ketuanya. Tokoh lain pendiri Budi Utomo adalah Gunawan, Cipto Mangunkusumo, dan RT Ario Tirtokusumo.
2. Sarekat Islam (SI)
Pada masa penjajahan, terdapat Pasar Klewer di Solo atau Surakarta yang diramaikan oleh para pedagang Indonesia, Arab, dan Tiongkok. Akibat persaingan yang tidak sehat antara pedagang pribumi dan pedagang Tiongkok, pada tahun 1911 didirikan Serikat Dagang Islam (SDI) oleh KH Samanhudi dan RM Tirtoadisuryo di Solo.
Awalnya tujuan serikat itu adalah untuk melindungi kepentingan pedagang pribumi dari ancaman pedagang Tiongkok. Saat itu, para pedagang Tiongkok menguasai perdagangan di pasar, menggeser para pedagang lokal yang kurang pendidikan dan pengalaman.
Dalam Kongres di Surabaya tanggal 30 September 1912, SDI berubah menjadi Sarekat Islam (SI). Perubahan nama dimaksudkan agar kegiatan organisasi lebih terbuka ke bidang-bidang lain, tidak hanya perdagangan.
Pada tahun 1913, SI dipimpin oleh Haji Umar Said Cokroaminoto. Perjuangan SI sangat menarik rakyat karena kegiatannya yang membela rakyat. Pada tahun 1915, jumlah anggota SI mencapai 800.000. Pada tahun 1923, SI berubah nama menjadi Partai Sarekat Islam (SI) yang bersifat nonkooperatif terhadap Belanda.
3. Indische Partij (IP)
Indische Partij (IP) adalah partai politik pertama di Indonesia. IP didirikan oleh tiga serangkai, yakni E.F.E. Douwes Dekker (Danudirjo Setiabudi), R.M. Suwardi Suryaningrat, dan dr Cipto Mangunkusumo. Indische Partij dideklarasikan tanggal 25 Desember 1912.
Tujuan Indische Partij sangat jelas, yakni mengembangkan semangat nasionalisme bangsa Indonesia. Keanggotaannya pun terbuka bagi semua golongan tanpa memandang suku, agama, dan ras.
4. Perhimpunan Indonesia (PI)
Semula bernama Indische Vereeniging, Perhimpunan Indonesia (PI) didirikan oleh orang-orang Indonesia di Belanda pada tahun 1908. Pada tahun 1922, Indische Vereeniging berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging dengan kegiatan utama politik. Pada tahun 1925 berubah menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Nama majalahnya Hindia Putra, yang kemudian berubah menjadi Indonesia Merdeka.
Tujuan utama PI adalah mencapai Indonesia merdeka, memperoleh suatu pemerintahan Indonesia yang bertanggung jawab kepada seluruh rakyat. Tokoh-tokoh PI adalah Mohammad Hatta, Ali Sastroamijoyo, Abdulmajid Joyoadiningrat, Iwa Kusumasumantri, Sastro Mulyono, Sartono, Gunawan Mangunkusumo, dan Nazir Datuk Pamuncak.
Manifesto Perhimpunan Indonesia
Pada tahun 1925, PI secara tegas mengeluarkan manifesto arah perjuangan, yaitu:
Indonesia bersatu, menyingkirkan perbedaan, dapat mematahkan kekuasaan penjajah.
Diperlukan aksi massa yang percaya pada kekuatan sendiri untuk mencapai Indonesia Merdeka.
Melibatkan seluruh lapisan masyarakat merupakan sarat mutlak untuk perjuangan kemerdekaan.
Anasir yang berkuasa dan esensial dalam tiap-tiap masalah politik.
Penjajahan telah merusak dan demoralisasi jiwa dan fisik bangsa, sehingga normalisasi jiwa dan materi perlu dilakukan secara sungguh-sungguh.
Manifesto 1925 sangat menggugah kesadaran bangsa Indonesia, serta sangat memengaruhi pola pergerakan nasional bangsa Indonesia. Gagasan manifesto 1925 terealisasi saat Sumpah Pemuda diikrarkan pada 28 Oktober 1928.
Kongres Pemuda I dilaksanakan tanggal 30 April-2 Mei 1926 di Jakarta, dihadiri berbagai organisasi pemuda. Kongres ini berhasil membentuk jaringan yang lebih kokoh untuk mempersatukan diri, yang kemudian dilanjutkan dalam Kongres Pemuda II tahun 1928.
Beberapa keputusan penting Kongres Pemuda II 27-28 Oktober 1928 meliputi:
Ikrar Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
Menetapkan lagu Indonesia Raya ciptaan WR Supratman sebagai lagu kebangsaan Indonesia.
Menetapkan bendera merah putih sebagai lambang negara Indonesia.
Pada Kongres III di Yogyakarta tahun 1938, tujuan kemerdekaan nusa dan bangsa diganti dengan menjunjung tinggi martabat nusa dan bangsa.
5. Partai Nasional Indonesia (PNI)
Partai Nasional Indonesia (PNI) didirikan tanggal 4 Juli 1927 di Bandung, dipimpin Ir Soekarno. Tujuan PNI adalah Indonesia merdeka, dengan ideologi nasionalisme. PNI mengadakan kegiatan konkret baik politik, sosial, maupun ekonomi.
Organisasi ini terbuka dan revolusioner, sehingga PNI cepat meraih anggota yang banyak. Pengaruh Soekarno sangat meresap dalam lapisan masyarakat. Keikutsertaan Hatta dalam kegiatan politik Soekarno semakin membuat PNI sangat kuat.
Kegiatan politik PNI dianggap mengancam pemerintah Belanda, sehingga para tokoh PNI ditangkap dan diadili tahun 1929. Soekarno, Maskoen, Gatot Mangkupraja, dan Supriadinata diadili Belanda. Pembelaan Soekarno di hadapan pengadilan diberi judul “Indonesia Menggugat”. Sukarno dan kawan-kawan dihukum penjara.
Tahun 1931, PNI dibubarkan. Selanjutnya Sartono membentuk Partindo. Adapun Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir mendirikan organisasi Pendidikan Nasional Indonesia. Para tokoh partai tersebut kemudian ditangkap Belanda dan diasingkan ke Boven Digul, Papua.
Pergerakan Nasional pada Masa Pendudukan Jepang
Selain dijajah oleh Belanda, Indonesia juga sempat jatuh ke tangan kekuasaan Jepang. Romusha atau kerja paksa “ala Jepang” merupakan salah satu bukti penderitaan rakyat Indonesia pada masa pendudukan Jepang. Kapan dan bagaimana Jepang menguasai Indonesia? Bagaimana kondisi bangsa Indonesia pada masa penjajahan Jepang? Berikut adalah pemaparannya.
Proses Penguasaan Indonesia oleh Jepang
Awal mula tujuan Jepang menguasai Indonesia ialah untuk kepentingan ekonomi dan politik. Jepang merupakan negara industri yang sangat maju dan sangat besar. Jepang sangat menginginkan bahan baku industri yang tersedia banyak di Indonesia untuk kepentingan ekonominya.
Untuk menyamakan jalur pelayaran bagi bahan-bahan mentah dan bahan baku dari ancaman Sekutu serta memuluskan ambisinya menguasai wilayah-wilayah baru, Jepang menggalang kekuatan pasukannya serta mencari dukungan dari bangsa-bangsa Asia.
Pada tanggal 8 Desember 1941, Jepang melakukan penyerangan terhadap pangkalan militer AS di Pearl Harbour. Setelah memborbardir Pearl Harbour, Jepang masuk ke negara-negara Asia dari berbagai pintu.
Pada tanggal 11 Januari 1942, Jepang mendaratkan pasukannya di Tarakan, Kalimantan Timur. Jepang menduduki kota minyak Balikpapan pada tanggal 24 Januari. Selanjutnya, Jepang menduduki kota-kota lainnya di Kalimantan.
Jepang berhasil menguasai Palembang pada tanggal 16 Februari 1942. Setelah menguasai Palembang, Jepang menyerang Pulau Jawa. Pulau Jawa merupakan pusat pemerintahan Belanda.
Batavia (Jakarta) sebagai pusat perkembangan Pulau Jawa berhasil dikuasai Jepang pada tanggal 1 Maret 1942. Setelah melakukan berbagai pertempuran, Belanda akhirnya menyerah tanpa syarat kepada Jepang pada tanggal 8 Maret 1942 di Kalijati, Subang-Jawa Barat.
Surat perjanjian serah terima kedua belah pihak ditandatangani oleh Letnan Jenderal Ter Poorten (Panglima Angkatan Perang Belanda) dan diserahkan kepada Letnan Jenderal Imamura (pimpinan pasukan Jepang). Sejak saat itulah seluruh Indonesia berada di bawah kekuasan Jepang.
Kebijakan Pemerintah Militer Jepang
Pada saat kependudukannya di Indonesia, Jepang melakukan pembagian tiga daerah pemerintahan militer di Indonesia, yakni:
Pemerintahan Angkatan Darat (Tentara XXV) untuk Sumatra, dengan pusat di Bukittinggi.
Pemerintah Angkatan Darat (Tentara XVI) untuk Jawa dan Madura dengan pusat di Jakarta.
Pemerintahan Angkatan Laut (Armada Selatan II) untuk daerah Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku dengan pusat di Makassar.
Jepang melakukan propaganda dengan semboyan “Tiga A” (Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia, Jepang Cahaya Asia) untuk menarik simpati rakyat Indonesia. Selain itu, Jepang menjanjikan kemudahan bagi bangsa Indonesia dalam melakukan ibadah, mengibarkan bendera merah putih yang berdampingan dengan bendera Jepang, menggunakan bahasa Indonesia, dan menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” bersama lagu kebangsaan Jepang “Kimigayo”.
Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh Jepang hanyalah janji manis saja. Sebagai penjajah, Jepang justru lebih kejam dalam menjajah bangsa Indonesia. Jepang melakukan beberapa kebijakan terhadap negara jajahan Indonesia. Program yang paling mendesak bagi Jepang adalah mengerahkan seluruh sumber daya yang ada di Indonesia untuk tujuan perang.
Beberapa kebijakan pemerintah Jepang lainnya adalah sebagai berikut.
1. Membentuk Organisasi- Organisasi Sosial
Organisasi-organisasi sosial yang dibentuk oleh Jepang di antaranya Gerakan 3A, Pusat Tenaga Rakyat, Jawa Hokokai, dan Masyumi. Gerakan 3A Dipimpin oleh Mr. Syamsudin, dengan tujuan meraih simpati penduduk dan tokoh masyarakat sekitar. Dalam perkembangannya, gerakan ini kurang berhasil sehingga Jepang membentuk organisasi yang lebih menarik.
2. Pembentukan Organisasi Semi Militer
Jepang menyadari pentingnya mengerahkan rakyat Indonesia untuk membantu perang menghadapi Sekutu. Oleh karena itu, Jepang membentuk berbagai organisasi semimiliter, seperti Seinendan, Fujinkai, Keibodan, Heiho, dan Pembela Tanah Air (Peta).
Organisasi-organisasi semi militer yang dibentuk pemerintah Jepang meliputi:
Organisasi Barisan Pemuda (Seinendan)
dibentuk pada 9 Maret 1943. Tujuannya adalah memberi bekal bela negara agar siap mempertahankan tanah airnya. Dalam kenyataannya, tujuan itu hanya untuk menarik minat rakyat Indonesia. Maksud sesungguhnya adalah untuk membantu menghadapi tentara Sekutu.
Fujinkai merupakan himpunan kaum wanita di atas 15 tahun untuk terikat dalam latihan semimiliter. Keibodan merupakan barisan pembantu polisi untuk laki-laki berumur 20-25 tahun.
Heiho yang didirikan tahun 1943 merupakan organisasi prajurit pembantu tentara Jepang. Pada saat itu, Jepang sudah mengalami kekalahan di beberapa front pertempuran.
Adapun Peta yang didirikan 3 Oktober 1943 merupakan pasukan bersenjata yang memperoleh pendidikan militer secara khusus dari Jepang. Kelak, para eks-Peta memiliki peranan besar dalam pertempuran melawan Jepang dan Belanda.
3. Pengerahan Romusha
Jepang melakukan rekruitmen anggota romusha dengan tujuan mencari bantuan tenaga yang lebih besar untuk membantu perang dan melancarkan aktivitas Jepang. Anggota-anggota romusha dikerahkan oleh Jepang untuk membangun jalan, kubu pertahanan, rel kereta api, jembatan, dan sebagainya.
Jumlah Romusha paling besar berasal dari Jawa, yang dikirim ke luar Jawa, bahkan sampai ke Malaya, Myanmar, dan Thailand. Sebagian besar romusha adalah penduduk yang tidak berpendidikan. Mereka terpaksa melakukan kerja rodi karena takut kepada Jepang.
Pada saat mereka bekerja sebagai romusha, makanan yang mereka dapat tidak terjamin, kesehatan sangat minim, sementara pekerjaan sangat berat. Ribuan rakyat Indonesia meninggal akibat romusha.
Mendengar nasib romusha yang sangat menyedihkan, banyak pemuda Indonesia meninggalkan kampungnya. Mereka takut akan dijadikan romusha. Akhirnya, sebagian besar desa hanya didiami oleh kaum perempuan, orang tua, dan anak-anak.
Penjajahan Jepang yang sangat menyengsarakan adalah pemaksaan wanita-wanita untuk menjadi Jugun Ianfu. Jugun Ianfu adalah wanita yang dipaksa Jepang untuk menjadi wanita penghibur Jepang di berbagai pos medan pertempuran. Banyak gadis-gadis desa diambil paksa tentara Jepang untuk menjadi Jugun Ianfu. Sebagian mereka tidak kembali walaupun Perang Dunia II telah berakhir.
4. Eksploitasi Kekayaan Alam
Jepang tidak hanya menguras tenaga rakyat Indonesia. Pengerukan kekayaan alam dan harta benda yang dimiliki bangsa Indonesia jauh lebih kejam daripada pengerukan yang dilakukan oleh Belanda. Semua usaha yang dilakukan di Indonesia harus menunjang semua keperluan perang Jepang.
Jepang mengambil alih seluruh aset ekonomi Belanda dan mengawasi secara langsung seluruh usahanya. Usaha perkebunan dan industri harus mendukung untuk keperluan perang, seperti tanaman jarak untuk minyak pelumas.
Rakyat wajib menyerahkan bahan pangan besar-besaran kepada Jepang. Jepang memanfaatkan Jawa Hokokai dan intansi-instansi pemerintah lainnya. Keadaan inilah yang semakin menyengsarakan rakyat Indonesia.
Pada masa panen, rakyat wajib melakukan setor padi sedemikian rupa sehingga mereka hanya membawa pulang padi sekitar 20% dari panen yang dilakukannya. Kondisi ini mengakibatkan musibah kelaparan dan penyakit busung lapar di Indonesia.
Sikap Kaum Pergerakan menghadapi Jepang
Propaganda Jepang sama sekali tidak memengaruhi para tokoh perjuangan untuk percaya begitu saja. Bagaimanapun, mereka sadar bahwa Jepang adalah penjajah. Bahkan, mereka sengaja memanfaatkan organisasi-organisasi pendirian Jepang sebagai ‘batu loncatan’ untuk meraih Indonesia merdeka.
Beberapa bentuk perjuangan pada zaman Jepang adalah sebagai berikut.
1. Memanfaatkan Organisasi Bentukan Jepang
Kelompok ini sering disebut kolaborator karena mau bekerja sama dengan penjajah. Sebenarnya, cara ini bentuk perjuangan diplomasi. Tokoh-tokohnya adalah para pemimpin Putera, seperti Sukarno, Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur. Mereka memanfaatkan Putera sebagai sarana komunikasi dengan rakyat.
Akhirnya, Putera justru dijadikan para pemuda Indonesia sebagai ajang kampanye nasionalisme. Pemerintah Jepang menyadari hal tersebut dan akhirnya membubarkan Putera dan digantikan Barisan Pelopor. Sama seperti Putera, Barisan Pelopor yang dipimpin Sukarno ini pun selalu mengampanyekan perjuangan kemerdekaan.
2. Gerakan Bawah Tanah
Larangan berdirinya partai politik pada zaman Jepang mengakibatkan sebagian tokoh perjuangan melakukan gerakan bawah tanah. Gerakan bawah tanah merupakan perjuangan melalui kegiatan-kegiatan tidak resmi, tanpa sepengetahuan Jepang (gerakan sembunyi-sembunyi).
Dalam melakukan perjuangan, mereka terus melakukan konsolidasi menuju kemerdekaan Indonesia. Mereka menggunakan tempat-tempat strategis, seperti asrama pemuda untuk melakukan pertemuan-pertemuan. Penggalangan semangat kemerdekaan dan membentuk suatu negara terus mereka kobarkan.
Tokoh-tokoh yang masuk dalam garis pergerakan bawah tanah adalah Sutan Sjahrir, Achmad Subarjo, Sukarni, A. Maramis, Wikana, Chairul Saleh, dan Amir Syarifuddin. Mereka terus memantau Perang Pasifik melalui radio-radio bawah tanah. Kelompok bawah tanah inilah yang sering disebut golongan radikal/ keras karena mereka tidak mengenal kompromi dengan Jepang.
3. Perlawanan Bersenjata
Di samping perjuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan organisasi bentukan Jepang dan gerakan bawah tanah, ada pula perlawanan-perlawanan bersenjata yang dilakukan bangsa Indonesia di antaranya sebagai berikut.
Perlawanan Rakyat Aceh
Dilakukan oleh Tengku Abdul Djalil, seorang ulama di Cot Plieng Aceh, menentang peraturan-peraturan Jepang. Pada tanggal 10 November 1942, ia melakukan perlawanan. Dalam perlawanan tersebut ia tertangkap dan ditembak mati.
Perlawanan Singaparna, Jawa Barat
Dipelopori oleh K.H. Zainal Mustofa, yang menentang seikerei yakni menghormati Kaisar Jepang. Pada tanggal 24 Februari 1944, meletus perlawanan terhadap tentara Jepang. Kiai Haji Zainal Mustofa dan beberapa pengikutnya ditangkap Jepang, lalu dihukum mati.
Perlawananan Indramayu, Jawa Barat
Pada bulan Juli 1944, rakyat Lohbener dan Sindang di Indramayu memberontak terhadap Jepang. Para petani dipimpin H. Madrian menolak pungutan padi yang terlalu tinggi. Akan tetapi, pada akhirnya perlawanan mereka dipadamkan Jepang.
Perlawanan Peta di Blitar, Jawa Timur
Perlawanan PETA merupakan perlawanan terbesar yang dilakukan rakyat Indonesia pada masa penjajahan Jepang. PETA ini dipimpin Supriyadi, seorang Shodanco (Komandan pleton). Peta tanggal 14 Februari 1945, perlawanan dipadamkan Jepang. Para pejuang Peta yang berhasil ditangkap kemudian diadili di mahkamah militer di Jakarta. Kebanyakan di antaranya dihukum mati, seperti dr. Ismail, Muradi, Suparyono, Halir Mangkudidjaya, Sunanto, dan Sudarmo. Supriyadi, sebagai pemimpin perlawanan tidak diketahui nasibnya. Kemungkinan ia dihukum mati bahkan sebelum sempat diadili.
Perubahan Masyarakat Indonesia pada Masa Penjajahan
Terjadinya kolonialisme dan imperialisme di Indonesia menyebabkan berbagai perubahan masyarakat Indonesia baik aspek geografis, ekonomi, budaya, pendidikan, maupun politik. Perubahan apa saja yang terjadi pada masyarakat Indonesia pada masa kolonial? Berikut adalah pemaparannya.
Perubahan pada Masa Kolonial Barat
Perluasan lahan
Pada masa pemerintah kolonial Hindia Belanda, banyak perusahaan asing yang menanamkan investasi di Indonesia. Berhektare-hektare hutan dibuka untuk pembukaan lahan perkebunan.
Persebaran penduduk dan urbanisasi
Pemerintah Belanda melakukan transmigrasi untuk menyebarkan tenaga kerja murah di berbagai perkebunan di Sumatra dan Kalimantan.
Pengenalan tanaman baru
Pengaruh pemerintah kolonial Barat di satu sisi memiliki pengaruh positif dalam mengenalkan berbagai tanaman dan teknologi dalam pertanian dan perkebunan.
Penemuan tambang-tambang
Pembukaan lahan pada masa kolonial Barat juga dilakukan untuk mencari dan membuka pertambangan minyak bumi, batu bara, dan logam.
Transportasi dan komunikasi
Pada zaman penjajahan Belanda, banyak dibangun jalan raya, rel kereta api, dan jaringan telepon.
Perkembangan kegiatan ekonomi
Kegiatan produksi dalam pertanian dan perkebunan semakin maju dengan ditemukannya berbagai teknologi pertanian yang bervariasi. Rakyat mulai mengenal tanaman yang tidak hanya untuk dipanen semusim. Masyarakat juga mulai mengenal kegiatan ekspor dan impor.
Mengenal uang
Pada masa kekuasaan kolonial Barat, uang mulai dikenalkan sebagai alat pembayaran jasa tenaga kerja. Keberadaan uang sebagai barang baru dalam kehidupan masyarakat menjadi daya tarik tersendiri karena dianggap lebih mudah untuk digunakan.
Perubahan dalam pendidikan
Pusat-pusat kekuasaan Belanda di Indonesia di berbagai kota di Indonesia menjadi pusat pertumbuhan berbagai sekolah di Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda juga telah berkembang perguruan tinggi seperti Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Perubahan dalam aspek politik
Kejayaan kerajaan-kerajaan pada masa sebelum kedatangan bangsa Barat satu per satu mengalami kemerosotan bahkan keruntuhan. Pada masa kerajaan, rakyat diperintah oleh raja yang merupakan bangsa Indonesia. Pada pemerintahan kolonial Barat, rakyat diperintah oleh bangsa asing.
Perubahan dalam aspek budaya
Seni bangunan dengan gaya Eropa kini dapat ditemukan di berbagai kota di Indonesia. Kebiasaan dansa dan minum-minuman yang dikenalkan para pejabat Belanda berpengaruh pada perilaku sebagian masyarakat Indonesia.
Perubahan pada Masa Penjajahan Jepang
Perubahan dalam Aspek Geografi
Lahan perkebunan yang ada pada masa Hindia Belanda merupakan lahan yang menghasilkan untuk jangka waktu yang lama, namun jepang mengubahnya menjadi tanaman yang dibutuhkan Jepang dalam jangka pendek, seperti tanaman jarak untuk kebutuhan minyak alat perang.
Perubahan dalam aspek ekonomi
Putusnya hubungan dengan perdagangan dunia mempersempit kegiatan perekonomian di Indonesia saat di bawa penjajahan jepang.
Perubahan dalam aspek pendidikan,
pada masa Jepang kegiatan pendidikan dan pengajaran menurun.
Perubahan dalam aspek politik,
Dengan alasan untuk membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda, Jepang mulai mendapat simpati rakyat.
Perubahan dalam aspek budaya,
Jepang berusaha “menjepangkan” Indonesia, ajaran Shintoisme diajarkan pada masyarakat Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar